Transportasi Kian Basi

Permasalahan Silih Berganti

Sultan Pandiangan
Planologi ITB 2019
3 min readAug 3, 2020

--

Deru kendaraan bermotor lalu lalang di kota yang katanya curah hujannya tertinggi di Indonesia.

Jalanan tidak akan pernah mati walau pandemi menghalangi, jalanan akan terus hidup untuk menghidupi warga kota yang bergantung hidup padanya.

Transportasi, Tribunnews 2020.

Transportasi tak lepas dari unsur kendaraan dan jalanan, entah itu angkot, mobil, motor, pejalan kaki, maupun rambu lalu lintas yang seringkali tidak pernah dianggap khalayak umum; semua aspek bisa menjadi bagian dari transportasi itu.

Aku sebagai warga kota yang setiap hari melintas dan berkendara di kota beriman, pasti paham betul permasalahan transportasi apa-apa saja yang terjadi di kota yang kucintai ini. Bahkan keburukan transportasi kota ini sudah “disahkan” oleh survei The Waze Driver Satisfaction Index (2016). Permasalahan yang sama terus berulang setiap waktu, dan tidak ada kontribusi yang nyata serta permanen oleh pemerintah kota yang hanya bekerja ketika warga memaksa.

Kemacetan, Tirto 2019.

Kemacetan. Hal ini selalu menjadi first impression orang-orang yang pertama kali ke Bogor lewat Tol Jagorawi, tol pertama di Indonesia. Kemacetan ini bahkan sudah menjadi ciri khas ketika berkunjung ke Kota Bogor. Menurut Walikota Bogor, Bima Arya, hal ini disebabkan oleh infrastruktur dan kultur yang tidak tertata. Namun menurutku, lebih ke kultur yang sudah terbiasa tidak teratur dalam berkendara, meskipun infrastruktur-nya dibilang bagus pun tidak.

Tidak cukupnya jalan menampung pengendara yang kian hari kian banyak juga turut serta menyumbang kemacetan di kota ini. Pertumbuhan jumlah dan luas jalan yang hanya sebesar 0,1 persen per tahun tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang mencapai 13 persen (Tirto). Banyak sekali para “orang kaya baru” dengan pemikirannya mengenai “belum kaya kalau belum punya mobil”. Memang tidak ada yang melarang kalau ingin punya mobil, tetapi tolong juga kalau ingin memakai mobil pergunakan dengan maksimal jumlah orang yang dibawa. Karena banyak sekali orang-orang yang hanya sendiri lalu ia membawa mobil seakan kemacetan tidak berarti, lalu emosi menyalahkan sana-sini. Padahal, baiknya menggunakan kendaraan umum saja atau menggunakan kendaraan bermotor agar lebih efektif.

Ada salah satu hal yang pasti sebagai penyebab kemacetan ini, Angkot. Angkot-angkot ini banyak sekali berlalu-lalang di jalanan kota, puluhan trayek yang mengakomodir beragam kebutuhan masyarakat dalam bepergian. Banyaknya masyarakat yang bergantung pada angkot ini yang menyebabkan sopir angkot “tak tahu diri”, merasa dirinya paling dibutuhkan dan paling berkuasa, dan akhirnya bertindak bak seorang penguasa tak peduli ada pengendara lainnya.

Lalu lebih banyak lagi pengendara (termasuk sopir angkot) lebih tak tahu diri, tidak pernah memperhatikan rambu jalan. Seperti contohnya, aku melihat di sepanjang Jalan Pajajaran banyak terdapat motor dan mobil terparkir di bahu jalan, padahal dengan jelasnya terpampang rambu dilarang parkir. Banyak juga pengendara tidak mengindahkan rambu dilarang berhenti, verboden, dan rambu-rambu lainnya.

Ketiga, seiring berkembangnya zaman, penggunaan transportasi juga berubah sesuai zaman, dan berkembang pula permasalahan transportasi yang menambah unsur baru dalam masalahnya. Salah satu contohnya adalah ojek online (ojol). Tak dipungkiri lagi, ojol merupakan efektivitas baru dalam era ini. Akan tetapi, ojol masih memiliki kekurangan dalam penggunaannya. Banyak sekali para driver ojol yang “tidak tahu tempat” dalam menunggu penumpang atau nongkrong di pinggir jalan, pengambilan dan penurunan penumpang dimana saja sesuka hati, dan seringkali para driver ojol ini bergerombol yang menyebabkan kemacetan. Butuh regulasi yang ketat dari pemerintah untuk mengatur dan mengawasi ojol-ojol ini, dan juga butuh inovasi dari para pemuda negeri untuk membuat hal baru untuk meminimalisir kemacetan.

Menurut Walikota Bogor era 1990-an, Eddy Gunardi, beliau berkata kemacetan ini akan sulit diatasi.

Sampai kiamat pun akan tetap macet meskipun berganti walikota hingga sepuluh kali.

Memang perkataan beliau ini sangat masuk akal dan tidak terbantahkan, akan tetapi aku yakin pasti masalah ini akan teratasi cepat atau lambat. Dan aku ingin menjadi bagian, bahkan inisiator, untuk mengatasi permasalahan kemacetan Kota Bogor yang sudah mendarah daging ini.

--

--