Seberapa Siapkah Kita Untuk Ke Tahap Pernikahan?

Mr. I
kasta
Published in
5 min readDec 8, 2017

Plane, Irsyad — Kaum Adam, seberapa siap persiapan kita untuk menikah? Saya sebagai orang Sulawesi Selatan yang pertama saya pikirkan ketika akan menikah, apalagi calonnya sesama Sulawesi Selatan, berapa uang panai’ na daeng? Kemudian selama tinggal di Bandung, entah pemikirannya sama atau tidak, pertanyaan ini muncul berdasarkan pengalaman pribadi aja. Setelah menikah mau tinggal di mana? Udah punya rumah pribadi atau mau ngontrak atau mau tinggal sama mertua? Terus kalau istri kenapa — kenapa katakanlah urgent akan melahirkan sudah siapkah kendaraan pribadi? Kendaraan pribadi yang bisa digunakan saat panas dan hujan.

Terus balik lagi dengan jiwa Sulawesi Selatannya saya, mapan maki kah? Bagaimana cara ta kasih makan anaknya orang? Guys, c’mon. Mau tunggu sampai kapan untuk menikah kalau targetnya sebanyak itu? Coba saja kita bayangkan nah, uang panai’ sekitar 100jt. Terus harga rumah sekarang berapa? Kalau tinggal di Jakarta alternative murah ya daerah Bogor atau Tangerang. Harganya sekitaran 800jt. Terus kendaraan sekarang untuk mobil sederhana kurang lebih 100jt. Berarti untuk nikah setidaknya ada tabungan 1M. OK kita hitung — hitung penghasilan berdasarkan latar belakang saya. Gaji programmer di Jakarta bervariasi, untuk Programmer Java rata — rata 8jt per bulan. Coba maki hitung berapa bulan ki menabung untuk dapat 1M? Kalkulasi dengan biaya ngepress banget yah, kosan saya di daerah Radio Dalam sekitar 1.2jt per bulan, biaya makan untuk dua kali makan di Jakarta seharinya bisa sampai 50K. Terus transportasi TJ 6K per hari. Berarti untuk menghemat sehari habis lah 60K dan sebulan 1.8jt. Terus kebutuhan lain seperti cuci pakaian sendiri, kebutuhan mandi, dan jajan dikit sekitar 500K.

Total pengeluaran per bulan adalah 3.5jt. Untuk menabung berarti sisa uang adalah 4.5K. Untuk dapat 1M berarti butuh menabung selama 223 bulan atau 18.5 tahun. Sekarang kita hitung dari segi usia, misalkan lagi pendidikan D3 lulus kuliah umur 21 tahun dan di tambah 18.5 tahun berarti kita akan menikah pada usia 39 tahun. Woow. Gimana tuh usia 39 tahun baru menikah? Udah bujang lapuk dong.

Kelamaan untuk capai target itu! Dan itu perhitungan sekarang loh. Tau sendiri harga rumah dan kendaraan makin naik, bukan menurun kan. Kita minimalkan perhitungan kebutuhan. Untuk rumah ada rumah KPR dari pemerintah harganya sekitar 200–500jt. Kita ambil batas atas aja. Untuk nikah kita butuh biaya sebesar 700jt dan menabung selama 13 tahun which is usia kita telah mencapai 33 tahun. Kehitungnya ketuaan juga untuk menikah, nanti anak kita masih muda, kemampuan kita mencari nafkah semakin berkurang. Meminimalisir lagi, beli rumah dan kendaraan dengan jalur kredit. DP rumah katakanlah 30% dari harga dengan asumsi harga rumah 500jt berarti pengeluaran untuk DP adalah 150jt, dan DP kendaraan adalah 30jt. Biaya nikah gak bisa kredit kan. Total pengeluaran untuk nikah adalah 280jt. Untuk mendapat tabungan sebesar itu kita butuh menabung selama 5 tahun dan usia kita saat menikah adalah 26 tahun. Yes sangat ideal untuk menikah. Dapat formula untuk menikah yaitu pertama nabung untuk biaya pernikahan, kedua rumah dan kendaraan kredit dengan asumsi dapat KPR dan kredit mobil harga 100jtan.

Datanglah melamar ke orang tua si doi. Kan pas ditanya tentang kesiapan financial udah siap nih. Terus gimana dengan kita sendiri? Bro, jauh dari itu semua ada hal utama yang perlu kita perhatikan sebelum menikah dan melamar doi. Siapkah menerima kekurangan dia? Nikah bukan untuk hari ini aja loh. Nikah bukan karena temen — temen udah nikah, bukan karena desakan orang tua, dan juga bukan desakan U. Siapkah kita untuk menjadi bagian keluarga baru dan terimakah kita dengan keluarga mereka? Balik lagi nikah itu karena Sunnah Rasulullah SAW dan perintah Allah SWT. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita sudah dapat memimpin dan mengambil keputusan dengan bijak? Ingat nikah itu sekecil — kecilnya pernikahan adalah tanggung jawab bertambah. Bukan tanggung jawab dari segi financial tapi tanggung jawab untuk menjadi imam bagi istri dan anak — anak kelak. Ngomongin masalah anak, apakah udah siap untuk menahan emosi? Ingat anak itu anugrah, hadiah, dan juga cobaan untuk kita. Pertanyaan terakhir adalah pahamkah dengan tugas kita sebagai suami?

Saya mau mengajak pembaca ke kesiapan financial, bukankah Allah sudah menjamin rezeki untuk pasangan yang menikah karena Allah? Yang menikah karena Sunnah Rasul? Bukan menikah karena banyak teman yang sudah nikah, bukan karena ada desakan dari orang tua, dan bukan karena faktor usia yang semakin bertambah. Masalah rezeki, ada Allah yang ngatur. Selama ada usaha, doa, dan terus berikhtiar insya Allah akan dimudahkan.

Kemudian untuk pertanyaan kesiapan menerima kekurangan. Sebagai seorang suami harus siap dengan kekurangan istri. Kalau ada kekurangan istri yang tidak sesuai dengan keinginan kita apakah kita sebagai suami akan marah? Tidak. Kekurangan istri adalah tanggung jawab kita, kuatkan iman, berdoa sama Allah untuk mengubah sikap istri kita tersebut. Tuntun sang istri ke arah yang lebih baik. Terus bagaimana kalau keluarganya sangat bertolak belakang dengan kita? Katakanlah prinsip dan pandangan hidup mereka. Ingat, setelah menikah istri adalah milik kita, orang tua kita adalah orang tua dia. Dan istri memiliki kewajiban untuk menjaga orang tua kita, bukan lagi ke orang tuanya.

Masalah tanggung jawab, ada hal penting yang mungkin sebagian orang keliru. Beberapa teman laki — laki saya suka ngomong seolah itu bahan candaan dan concern mereka. Cari pasangan hidup (istri) yang bisa masak, mencuci, nyerika, urus anak, dan mengurus kebutuhan rumah. Hey, sadar gak sih dengan prinsip rezeki? Menurut saya, rezeki itu yang telah kita konsumsi, yang telah kita gunakan, dan yang telah kita kerjakan. Ada beras kemudian di masak jadi nasi, belum menjadi rezeki kita. Menjadi rezeki kita setelah nasi tersebut kita makan. Ada pakaian di lemari, belum menjadi rezeki, dan menjadi rezeki kita setalah pakaian tersebut kita gunakan.

Sama halnya dengan tanggung jawab. Kita belum bertanggung jawab sebagai suami kalau belum memberikan rezeki kepada istri. Baca kembali mengenai rezeki di atas. Berarti kesimpulannya adalah tanggung jawab suami itu mengurus rumah, dan mendidik anak. Untuk siap nikah, apakah sudah bisa masak? Apakah sudah bisa beres — beres rumah? Apakah sudah bisa mencuci? Apakah sudah bisa menyetrika? Kan ada pembantu. Ya kalau jadi orang kaya, untuk nikah aja ngos — ngosan nabung, gimana mau nyewa pembantu. Lagian hidup akan terasa indah kalau semua dikerjakan berdua.

Tapi kenapa banyak istri yang mengerjakan pekerjaan rumah? Ya karena istri mencari ridho suami. Salah satu caranya adalah membantu pekerjaan suami. Karena istri di rumah berarti pekerjaan suami di rumah dikerjakan sama istri. Jadi jangan marah saat tau istri kita pemalas. Kan memang itu tugas kita, cukup dengan memberikan nasihat, dan membimbing istri. Konsekuensinya yah mereka juga. Gimana cara mereka dapat ridho suami sedangkan kerjaan suami gak dibantu.

Sebelum menikah persiapkan lah segalanya. Tidak usah terlalu fokus kerja mencari dan menambah tabungan. Toh itu sudah diatur sama Allah. Luangkan waktu untuk belajar menjadi suami yang baik. Luangkan waktu untuk mempersiapkan tanggung jawab. Alangkah indahnya jika kita menerapkan itu. Mengerjakan dengan ikhlas, istri berbuat salah kita tau apakah itu benar — benar kesalahan istri atau kesalahan kita yang tidak sadar dengan posisi kita.

Oh iyah artikel ini sebagian saya menggunakan dialeg Sulawesi Selatan.

--

--

Mr. I
kasta
Editor for

Code using various programming language commonly based on JVM (Java, Scala, Groovy) with DBMS (Oracle, PostgreSQL & MySQL)