Seperti Apa Error di Dunia Kerja?

Mr. I
kasta
Published in
3 min readDec 15, 2017

Makassar, Irsyad — Loba teuing ngahuleng jadi weuh artikel hiji hungkul, ditambahan deui nya (Kebanyakan termenung jadi artikel cuma satu, ditambah lagi yah — Sundanese). Ketika kegabutan datang, gak ada ide untuk nulis tentang apa dari kategori tulisan saya, ngoding enak kali yah?! Tapi masa sih ngoding — ngoding terus. Kerja ngoding terus weekend ngoding lagi? Ya kalau udah kerja sebagai programmer mau gak mau harus seperti itu terus. Mau kalah sama programmer junior? Posisi digantiin sama programmer junior kan gak seru. Ngomong — ngomong codingan, udah ngoding Java dari 2012 sampai sekarang kerja pun full Java tapi belum ada satu artikel pun yang bahas mengenai Java. Agak males sih sebenarnya, selain editornya berat, materinya pun bingung mau bahas apa. Java terlalu kompleks dan kalau mau bahas dari awal, aduh riwueh. Insya Allah deh bahas Java mengenai MVC, framework, monolith, dan microservices.

Masih dunia codingan juga, siapa gak pernah dengar kata error? Impossible banget profesi IT atau kuliah IT terus gak pernah dengar masalah error. Di dunia kerja, error bukan lagi error sintaks tapi ketidaksesuaian codingan dengan proses bisnis yang sedang berjalan atau analisis yang telah dibuat dan disusun rapih sama SA dan BA. Ketahuilah untuk skill programming itu cuma mendukung 20% dari total kebutuhan untuk kerja.

Skill codingan dapat dipelajari seiring berjalannya project. Lagian sekarang sudah banyak sumber belajar codingan, ada Youtube, github, stackoverflow atau forum dan artikel. Yang harus dikuasain sekarang adalah logika. Gak usah terlalu pusing dengan codingan, kalau udah paham logikanya seperti apa, algoritmanya seperti apa, dan proses bisnisnya gimana, codingan tinggal browsing.

Berbicara masalah codingan seberapa sering kita melakukan error codingan? Sering? Udah belajar ngoding dasar lagi. Kalau udah kerja asumsinya adalah pelajaran di alpro dasar dan alpro lanjut udah tau. Tau bukan berarti harus paham tapi akan sangat lebih baik kalau paham. Codingan mah gitu — gitu aja, deklarasi variabel, pemilihan tipe data yang tepat, penggunaan blok if/switch looping, array, dan OOP. Selebihnya konsep — konsep atau teknik codingan seperti error handling dan generics bisa dipelajari lebih lanjut. Lebih — lebih masalah concurrency, ada senior programmer kok yang akan ngerjain.

Masih mikirin error? Yang ada bukan error lagi tapi bugs. Misalnya proses bisnisnya seperti apa kita malah buat yang berbeda, kebutuhan data seperti apa kita malah nampilin data yang asal atau tidak sesuai dengan kebutuhannya. Untuk lebih memudahkan dan zero bugs ya kuasain proses bisnis. Proses bisnis gak perlu terjun langsung ke dunianya tapi pelajari SAD (System analysis design) maka proses bisnis akan dikuasain untuk kebutuhan programmer. Bugs sebisa mungkin dihindarin karena akan mengurangi waktu develop saat UAT dan production. Enak kan kalau develop tiga hari dan zero bugs.

Tapi saya mau bilang that was impossible case. User Indonesia agak rese, kadang udah buat programnya sesuai bisnis yang mereka declare, tiba — tiba proses bisnisnya berubah. Atau kebutuhan untuk enhancement sulit jadi weh kudu bongkar codingan lagi. Ah ripuh! Untuk menghindari hal — hal tersebut, buatlah codingan yang open. Open dalam artian mudah untuk maintenance dan mudah untuk berubah proses bisnis. Lets say dinamic coding bukan static coding. Static coding sebenarnya sama aja dengan tidak menggunakan aplikasi sama sekali. Buang — buang dana dan waktu aja untuk bikin aplikasi static ini.

Why am I using Sundanese? Kan bukan asli Sunda, karena berdasarkan statistik yang saya buat dengan menerapkan geoIP ternyata pembacanya banyak dari Bandung. Kalau pembacanya banyak dari daerah lain ya coba bahasanya dan kalau gak bisa bahasanya ya pake Bahasa Indonesia.

--

--

Mr. I
kasta
Editor for

Code using various programming language commonly based on JVM (Java, Scala, Groovy) with DBMS (Oracle, PostgreSQL & MySQL)