Setiap Kali Kamu Merasa Ragu dengan Tulisan Kamu, Terbitkan!

Aditya Hadi Pratama
Podcast Buku Kutu
Published in
4 min readApr 24, 2019

Saya mengawali hobi menulis (yang kemudian justru menjadi pekerjaan saya) sejak masih remaja. Seperti banyak orang lain, saya memulai dengan membuat blog di Wordpress, lalu mengisinya dengan berbagai hal yang saya rasakan tentang kehidupan, cinta, serta tentang hobi saya yang lain, yaitu membaca buku.

Mungkin karena usia saya yang masih sangat muda, saya tidak terlalu peduli dengan apa yang saya tulis. Apa pun yang saya pikirkan, langsung saya tulis. Beberapa bulan lalu saya mencoba untuk melihat kembali artikel yang saya tulis pada saat remaja, dan saya pun merasa malu.

Namun yang baru saya sadari saat ini, ternyata menulis tanpa rasa malu tersebut justru merupakan hal positif yang membentuk karier dan kehidupan saya sekarang.

Seiring berjalannya waktu, saya mulai coba menetapkan standar tersendiri untuk tulisan yang akan saya buat. Sisi perfeksionis saya muncul, dan saya mulai memilih-milih apa yang ingin saya tulis. Salah satu alasan mengapa hal ini terjadi adalah saya mulai melihat karya penulis lain yang menurut saya bagus, dan saya berpikir bahwa SEMUA karya saya harus sebagus artikel dia.

Saya mulai berlama-lama memandangi artikel yang sebenarnya sudah selesai dibuat, dan memikirkan beberapa pertanyaan:

  • Apakah argumen saya di artikel ini sudah benar?
  • Adakah sesuatu yang saya lewatkan, yang seharusnya turut saya masukkan di dalam artikel ini?
  • Apakah nanti akan ada orang yang mengkritik artikel ini, atau justru menertawai saya karena artikel ini?
  • Apakah tampilan artikel ini sudah nyaman di mata para pembaca?
  • Dan berjuta pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Hasilnya? Produktivitas menulis saya justru menurun. Dan akhirnya, saya berhenti sama sekali dari menulis blog.

Beberapa minggu lalu, pemikiran tentang fenomena di atas kembali muncul di kehidupan saya. Kali ini, berasal dari keluhan orang lain kepada saya.

Selama beberapa bulan terakhir, saya menjadi semacam “mentor” bagi sekelompok developer yang ingin lebih aktif membuat tulisan. Suatu saat, ada seseorang di kelompok tersebut yang telah berhasil menyelesaikan sebuah tulisan dan menunjukkannya kepada saya. Saya memeriksanya, dan menganggap bahwa tulisan tersebut sudah siap untuk dipublikasikan.

Namun dia kemudian justru menyatakan kepada saya:

“Mas Adit, saya merasa masih ada yang kurang dengan artikel saya. Boleh minta waktu sebentar gak untuk menulis ulang?”

Pertanyaan tersebut mengejutkan saya. Orang tersebut seperti mengingatkan saya kepada diri saya sendiri di masa remaja dulu, yang berhenti menulis secara natural dan mulai terlalu banyak berpikir sebelum mempublikasikan sebuah tulisan.

Saya pun hanya tersenyum.

Saya biarkan dia untuk mencoba menulis ulang, namun dengan satu syarat. Apabila dia tidak berhasil menulis ulang dalam waktu satu minggu, artikel yang sudah ada harus langsung dipublikasikan. Dan kini, artikel tersebut telah berhasil dipublikasikan.

Orang tersebut tidak salah. Saya memahami betul apa yang ia rasakan, karena saya pun sudah pernah mengalaminya.

Ia hanya khawatir tulisannya tidak sebagus tulisan-tulisan lain yang ada di luar sana. Ia khawatir pembaca akan menganggap tulisannya jelek. Ia khawatir pesan yang ingin ia sampaikan tidak tersampaikan secara baik kepada para pembaca.

Ini adalah pemikiran yang wajar. Namun yang belum ia sadari (mungkin karena ia juga belum terlalu sering menulis), bahwa menulis itu bukan soal hasil akhir, melakinkan soal proses.

Untuk bisa menjadi mahir dalam menulis, tidak ada cara lain selain memperbanyak latihan. Buatlah tulisan sebanyak mungkin, hingga kamu bisa menemukan cara terbaik, format terbaik, waktu terbaik, tempat terbaik, hingga media publikasi yang terbaik untuk kamu. Tak hanya itu, lama kelamaan kamu pun akan menemukan topik yang nyaman untuk kamu tulis.

Ingat, topik dan cara menulis setiap orang pasti berbeda-beda. Apa yang terbaik buat orang lain, belum tentu merupakan hal yang terbaik untuk kamu. Karena itu, kamu harus menemukan “rumus rahasia” kamu sendiri.

Karena itu, ketika kamu merasakan apa yang dialami oleh tokoh di cerita saya tadi, yaitu merasa takut untuk mempublikasikan sebuah karya, maka lakukan hal sebaliknya. Langsung tekan tombol “Publish” saat itu juga.

Dengan begitu, kamu sudah menambah portofolio tulisan kamu, sudah menambah “latihan” dalam menulis, serta sudah mengungkapkan secuil pemikiran kamu kepada dunia. Dan terkait kekhawatiran bahwa nantinya akan ada pembaca yang menertawai tulisan kamu, berdasarkan pengalaman saya hal tersebut sangat jarang sekali terjadi.

Selama kamu tidak mempunyai rencana jahat untuk mengganggu orang lain dengan artikel kamu, atau menggunakan kata-kata kasar, seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan ketika artikel kamu terbit. Saat saya masih menjadi jurnalis di Tech in Asia, saya hanya perlu memperhatikan bahwa apa yang saya tulis memang sesuai dengan fakta yang ada, dan kata-kata yang saya gunakan sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang benar.

Bila itu semua sudah terpenuhi, tidak ada alasan lain untuk tidak percaya diri dan menunda menekan tombol “Publish”.

--

--