Era Gladwell Kini Telah Berganti dengan Era Harari
Saya pertama kali “berkenalan” dengan Malcolm Gladwell saat kuliah, sekitar tahun 2008. Saya lupa bagaimana awalnya, mungkin karena efek melihat rak buku Top Seller di Gramedia. Intinya, tiba-tiba saya mengetahui ada seorang penulis yang telah mengeluarkan tiga buah buku dengan tema-tema menarik.
- The Tipping Point: How Little Things Can Make a Big Difference di tahun 2000, menceritakan tentang bagaimana sebuah perubahan kecil bisa mengakibatkan reaksi yang luar biasa besar.
- Blink: The Power of Thinking Without Thinking di tahun 2005, menceritakan tentang sisi alamiah manusia yang sebenarnya bisa mengetahui kepribadian manusia lain hanya dalam waktu beberapa detik.
- Saat pertama kali mengetahui nama Malcolm Gladwell, ia baru saja meluncurkan buku yang berjudul Outliers: The Story of Success, yang menceritakan bagaimana orang-orang hebat di dunia bisa meraih kesuksesan.
Dalam waktu singkat, saya langsung menyelesaikan tiga buku tersebut dan terkagum-kagum dengan cara berpikir Gladwell. Menurut saya, keunikan Gladwell adalah dia bisa mendapatkan sebuah teori yang sebenarnya sederhana, namun sering luput dari perhatian banyak orang. Kemudian dia membuktikannya dengan cara menceritakan berbagai kasus yang mendukung teori tersebut.
Saya akui banyak pihak yang menentang Gladwell, dan berpendapat bahwa pria berambut keriting itu terlalu memaksakan teori yang ia ajukan. Namun bila kamu pernah membaca buku Gladwell, maka kemungkinan besar kamu akan setuju bahwa ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari teori-teori beliau.
Setelah itu, di tahun 2009, Gladwell kembali dengan dua buku baru yang juga langsung saya lahap sampai habis, yaitu:
- David and Goliath: Underdogs, Misfits, and the Art of Battling Giants tentang bagaimana pihak yang lebih lemah bisa melawan (atau bahkan mengalahkan) pihak lain yang lebih kuat.
- What the Dog Saw and Other Adventures, yang berisi beberapa teori baru yang ditemukan Gladwell.
Sejak saat itu, ketika ditanya oleh orang lain tentang siapa pengarang yang paling saya suka, maka saya pasti akan menjawab Malcolm Gladwell. Saya pun secara sporadis akan merekomendasikan buku-buku Gladwell kepada semua orang.
Inilah periode yang saya beri nama: “Era Gladwell”
Di era tersebut, saya pun mulai mengenal beberapa buku karangan penulis lain yang mempunyai konsep serupa dengan buku-buku Gladwell, yaitu mengangkat sebuah teori lalu membuktikannya dengan cerita nyata atau riset. Contoh buku-buku seperti itu adalah:
- The Power of Habit: Why We Do What We Do in Life and Business oleh Charles Duhigg yang terbit tahun 2012.
- Grit karangan Angela Duckworth yang terbit tahun 2016.
- Originals: How Non-Conformists Move the World karya Adam Grant yang terbit tahun 2016.
Namun sangat disayangkan, Gladwell sendiri seperti menghentikan kariernya sebagai penulis dan berhenti menerbitkan buku. Saya pun tidak bisa lagi mendengungkan namanya dan merekomendasikan bukunya, karena hari-hari saya telah diisi oleh buku-buku karya penulis lain, yang juga tidak kalah berkualitas.
Saya pun menyadari bahwa Era Gladwell telah berakhir. Dan saya pun haus akan seorang penulis yang aktif menulis buku berkualitas, yang karyanya bisa terus menerus saya nikmati.
Saya pun menemukannya pada diri Yuval Noah Harari, seorang penulis asal Israel. Seperti yang terjadi ketika mengenal Gladwell, saya sedikit terlambat mengenal beliau. Saya memang telah mendengar tentang judul yang beliau tulis, namun baru membacanya pada tahun 2018 yang lalu.
Hingga saat ini, ia telah menulis 3 buku terkenal:
- Sapiens: A Brief History of Humankind pada tahun 2011, di mana beliau menceritakan sejarah makhluk bernama manusia, dan mengaitkannya dengan fenomena yang ada saat ini.
- Homo Deus: A Brief History of Tomorrow pada tahun 2015, yang berisi “ramalan” beliau tentang kehidupan manusia di masa depan.
- 21 Lessons for the 21st Century pada tahun 2018, tentang pandangan-pandangan beliau tentang berbagai aspek kehidupan manusia saat ini.
Serupa dengan buku-buku Gladwell, karya Harari pun tidak luput dari kritik. Namun menurut saya, isi buku beliau pun juga mengandung hal-hal yang nyata dan benar-benar terjadi di sekitar kita. Bedanya, Harari menyinggung hal-hal yang lebih sensitif, seperti agama, budaya, dan kenegaraan.
Saya pun mulai menyebut periode sekarang sebagai Era Harari, di mana saya akan menantikan karya-karya selanjutnya dari beliau dalam waktu dekat.
Menurut saya, dalam waktu dekat juga akan ada penulis lain yang merilis buku dengan tema yang berdekatan dengan apa yang dibahas Harari, atau paling tidak menggunakan pendekatan yang sama ketika bercerita, yaitu dengan sejarah. Tapi yang terpenting, saya ingin Harari tetap aktif berkarya, tidak lantas seperti Gladwell yang era-nya langsung berhenti begitu saja.
Catatan: Saat ini, saya secara rutin mengadakan klub buku bernama Startup Book Club untuk mendiskusikan berbagai buku menarik. Bila kamu ingin bergabung, langsung saja hubungi saya lewat Instagram (at)adityahadi.