7 Tips Mengingat Isi Buku yang Kita Baca

Aditya Hadi Pratama
Podcast Buku Kutu
Published in
6 min readAug 15, 2020
Photo by Amin Hasani on Unsplash

Bayangkan kamu baru saja selesai membaca dan menutup halaman terakhir dari sebuah buku. Tiba-tiba ada seorang teman yang datang dan duduk di sebelah kamu, lalu bertanya:

Buku itu isinya apa sih? Ceritain donk.

Kamu mendadak gelagapan dan bingung harus menjawab apa, karena tiba-tiba semua yang kamu baca menguap begitu saja dari kepala. Akhirnya kamu terpaksa mengeluarkan jawaban sejuta umat:

Ya, gitu deh. Coba baca aja sendiri.

Pernahkah kamu mengalami kejadian di atas?

Tenang saja, kamu tidak perlu malu mengakui bahwa kamu pernah mengalaminya. Karena nyatanya banyak orang, termasuk saya, yang juga sering menghadapi kondisi tersebut.

Khusus untuk buku fiksi, kamu mungkin akan lebih mudah mengingat isinya karena beberapa buku bisa dibaca sekali duduk. Dengan begitu, kamu masih bisa mengingat semua ceritanya saat selesai membaca. Bila tidak pun, menceritakan garis besar kisah dari sebuah buku fiksi memang relatif lebih mudah.

Sebagai contoh, kamu bisa mengambil bagian akhir dari buku tersebut, misalnya Tokoh A meninggal. Maka untuk menceritakan kembali, kamu bisa memulai dengan siapa itu Tokoh A? Bagaimana karakternya? Apa hubungannya dengan tokoh lain? Kejadian seperti apa yang ia lalui hingga akhirnya harus meninggal?

Hal ini berbeda untuk buku non fiksi, karena beberapa sebab:

  • Sangat jarang buku non fiksi yang bisa selesai dibaca dalam sekali duduk.
  • Buku non fiksi biasanya mengangkat sebuah topik secara komprehensif yang bercabang ke sana ke mari.
  • Buku non fiksi biasanya menampilkan beberapa kisah untuk mendukung hipotesis sang penulis. Namun cerita-cerita tersebut seringkali tidak saling berkaitan satu sama lain, dengan tokoh yang berbeda dan kesimpulan yang berbeda pula, sehingga sulit untuk diingat.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, jangan heran apabila ada orang yang mengaku sudah membaca banyak buku non fiksi, tetapi masih butuh waktu untuk mengingat-ingat saat kamu meminta dia menceritakan isi dari sebuah buku yang pernah dia baca.

Karena itu, di artikel ini saya mencoba berbagi pengalaman dan strategi yang sering saya gunakan untuk mengingat isi dari sebuah buku non fiksi, agar tidak langsung hilang saat selesai membaca:

1. Pelajari gambaran isi buku lewat daftar isi

Photo credit: Aditya Hadi Pratama

Saat ingin membaca sebuah buku non fiksi, hal pertama yang saya lakukan adalah mencari tahu siapa penulisnya, membaca excerpt di Goodreads, sekaligus coba menerka apa yang ingin disampaikan penulis lewat judulnya. Namun jangan sampai tertipu, karena terkadang judul buku pun bisa seperti judul artikel di media online tanah air, alias clickbait.

Setelah itu, saya biasanya melihat sekilas halaman daftar isi agar bisa memahami bagaimana cara penulis menyusun buku tersebut. Kamu beruntung bila menemukan buku seperti “Thinking, Fast and Slow”, di mana sang pengarang menjelaskan bagaimana cara dia menyusun bab-bab di buku tersebut dalam bagian pembuka (Introduction).

2. Catat dan simpan hal-hal penting

Photo by Chiara F on Unsplash

Ini adalah salah satu hal yang paling penting dalam mengingat isi sebuah buku, tetapi justru sering ditinggalkan. Mengapa? Karena terkadang kita terlalu “tenggelam” saat membaca, sehingga lupa untuk mencatat. Perlu kedisiplinan tinggi untuk melakukannya secara terus menerus.

Ada beberapa cara mencatat bagian-bagian penting dari sebuah buku:

  • Memberikan tanda dan catatan secara langsung di buku tersebut dengan menggunakan pensil atau pena. Beberapa pembaca yang tidak suka menulis langsung di buku karena takut “merusak” biasanya akan menempelkan kertas Post-It sebagai penanda di halaman yang berisi hal penting.
  • Bagi kamu yang membaca ebook dengan ebook reader seperti Amazon Kindle, bisa menyimpan bagian yang penting dengan cara menambahkan Highlight. Setelah selesai membaca, kamu bisa melihat kembali dan mengumpulkan semua Highlight yang kamu buat.
  • Beberapa aplikasi ebook reader seperti Gramedia Digital tidak mempunyai fitur Highlight seperti yang ada di Amazon Kindle. Namun mereka mempunyai fitur Bookmark yang memungkinkan kamu menandai halaman yang berisi hal-hal penting.
  • Saya sendiri termasuk pembaca “jadul” yang lebih suka mencatat hal-hal penting di sebuah buku catatan khusus. Namun kekurangannya, saya akan sukar menemukan kembali catatan yang pernah saya buat. Karena itu, untuk beberapa buku saya mencatat dengan aplikasi digital seperti Evernote atau Notion agar mudah dicari dan diedit.

3. Hindari distraksi

Photo by Seven Shooter on Unsplash

Beberapa orang mungkin bisa tetap fokus membaca sambil melakukan hal lain, atau istilah kerennya multitasking. Namun, hal ini tidak berlaku bagi saya. Demi bisa memahami buku yang sedang saya baca, saya harus menjauhkan diri dari aplikasi media sosial, televisi, hingga suara musik.

Hal yang sering terjadi apabila saya membaca buku sambil melakukan aktivitas-aktivitas lain adalah menjadi pembaca “zombie”: halaman demi halaman terlewati, tetapi tidak ada satu pun isinya yang tersimpan di otak saya.

4. Cari hubungan antara isi buku dengan referensi lain

Demi bisa mengingat isi sebuah buku, coba cari hubungan dari apa yang tengah kamu baca dengan buku, artikel, atau penelitian lain.

Contohnya saat membaca buku “Talking to Strangers” karya Malcolm Gladwell, saya menemukan kisah tentang Larry Nassar, seorang dokter tim nasional gymnastic Amerika Serikat yang melakukan pelecehan seksual terhadap para atlet muda.

Lewat pencarian singkat di Google, saya menemukan bahwa kisah Nassar pun telah didokumentasikan secara lengkap dalam buku “Start by Believing” karya John Barr dan Dan Murphy. Hubungan seperti ini bisa memudahkan saya dalam mengingat ceritanya.

Contoh lain adalah teori Thinking Brain dan Feeling Brain dalam buku “Everything is F*cked” karya Mark Manson yang menurut saya punya kemiripan dengan teori System 1 dan System 2 dalam buku “Thinking, Fast and Slow” dari Daniel Kahneman.

5. Jangan abaikan catatan kaki dan daftar pustaka

Photo credit: Aditya Hadi Pratama

Beberapa pembaca terkadang abai membaca catatan kaki yang ada di bagian bawah halaman, atau daftar pustaka yang biasanya berada di akhir buku, demi menyelesaikan buku tersebut dengan cepat.

Padahal, cara ini bisa membuat kamu kehilangan informasi-informasi penting dari buku tersebut. Beberapa penulis justru memilih meletakkan hal-hal tambahan yang menarik di dalam catatan kaki, dibanding di teks buku.

Di sisi lain, rentetan referensi di daftar pustaka biasanya bisa memberikan gambaran dari mana sang penulis mendapat inspirasi untuk membuat buku tersebut, dan siapa saja sosok yang ia ambil buah pikirannya. Cara ini begitu memudahkan saya untuk memahami cara berpikir Ben Horowitz saat menulis buku terbarunya, “What You Do is Who You Are.”

6. Rangkum dan implementasikan isi buku

Para pembaca pun sering enggan membuat review dari buku yang baru saja mereka baca dengan berbagai alasan, seperti repot, bingung bagaimana membuatnya, hingga alasan sombong: “Tenang saja, saya tidak akan lupa kok apa saja yang ditulis oleh penulis ini” (dan tak lama kemudian justru lupa).

Padahal, dengan membuat kesimpulan dari sebuah buku lalu mendokumentasikannya dalam bentuk tulisan di blog, Goodreads, podcast, atau video YouTube, kita bisa “menempelkan” ilmu tersebut lebih erat di kepala kita. Apabila lupa, kita hanya perlu membuka kembali dokumentasi tersebut, dan kembali mengingatnya.

Dokumentasi tersebut pun tidak perlu panjang dan komprehensif.

Kamu bisa merekam isi buku yang baru kamu baca dengan hanya membuat kesimpulan dalam dua atau tiga kalimat. Hal ini bahkan dilakukan oleh penulis buku self help terkenal James Clear.

Cara lain untuk merekam isi sebuah buku dalam kepala kita, dan mungkin ini adalah cara yang paling baik, adalah dengan melakukan apa yang kita pelajari di kehidupan nyata. Sebagai contoh, sampai sekarang saya tidak bisa melupakan isi buku “The Power of Habit” karya Charles Duhigg karena saya memang mencoba menerapkan teori-teori beliau untuk membangun kebiasaan (habit) membaca buku, menulis artikel, dan lainnya.

7. Jangan ragu untuk berhenti membaca

Photo by Alfons Morales on Unsplash

Tidak semua buku layak untuk kamu baca. Karena itu, apabila kamu sedang membaca buku dan merasa kurang “sreg” dengan isinya atau malah bosan dengan penjelasan penulis yang bertele-tele, jangan memaksakan diri untuk mencatat atau menerapkan isinya.

Tidak masalah apabila kamu memutuskan untuk berhenti membaca buku tersebut saat itu juga. Hal itu mungkin justru lebih baik, karena kamu bisa cepat beralih ke buku lain yang malah lebih bermanfaat untuk kamu.

Bagaimana dengan kamu? Strategi seperti apa yang biasa kamu lakukan agar lebih mudah mengingat isi sebuah buku?

--

--