Bekerja dari Rumah, Kesibukan dan Produktivitas

Saya memilih produktif daripada sibuk. Ketika dimintai bantuan, jawaban “Iya” secara spontan belum tentu meningkatkan produktivitas karena perlu dilihat secara objektif apakah sudah sesuai dengan perencanaan dan tujuan

Dwijaya Kusuma
Prosa Story
5 min readJun 17, 2020

--

sumber : psikologid.com

“Yah, nanti siang beli mie ayam kesukaan dede ya”, kata si bungsu sambil menunjukan warung mie ayam favoritnya di aplikasi ojek online. Nggak mau kalah dengan adiknya, kakaknya mendekatiku sambil menunjukan gambar jam tangan kekinian yang selalu diidam-idamkannya di aplikasi e-commerce di HP-nya “Yah, yang ini bagus loh, ayah pesenin dong buat aku”.

Begitulah kurang lebih gambaran sehari-hari saya di keluarga dalam menjalani masa-masa Work From Home (WFH) selama pandemi COVID-19 yang sudah memasuki bulan keempat.

Bersyukurnya, perusahaan tempat saya bekerja, Prosa, pun mengikuti himbauan ini dengan baik. Sebagai salah satu perusahaan di bidang kecerdasan buatan (AI) yang terdepan di Indonesia, Prosa sebelumnya telah menerapkan dan memiliki sistem remote working.

Sebetulnya WFH ini bukanlah hal yang baru untuk saya. Saya sudah menjalankan WFH ini sejak kurang lebih 15 tahun yang lalu, ketika internet mulai booming di Indonesia. Dengan segala keterbatasan infrastruktur yang ada, asal ada internet dengan kecepatan yang lumayan, saya bisa melakukan banyak hal dari komputer saya termasuk bekerja dari rumah.

Saya sudah genap 2 tahun bekerja di Prosa pada akhir bulan ini, memulai karir sebagai HR dan sampai saat ini saya bersyukur dipercaya untuk terlibat dalam membantu mengelola bisnis Prosa sebagai Business Executive. Tugas utama saya adalah membangun partnership dan jaringan, serta menjelaskan dan menawarkan produk Prosa kepada calon pelanggan potensial.

It’s very-very challenging 😁 Tetapi bagaimanapun sulitnya situasi pada masa pandemi ini, saya sangat bersyukur karena masih diberi kesehatan dan memiliki pekerjaan untuk memenuhi amanah diantaranya menafkahi keluarga kecil saya dan juga yang tidak kalah penting adalah memberikan kontribusi saya kepada perusahaan agar dapat melayani sebanyak-banyaknya pelanggan.

Pada masa WFH ini, setiap orang memiliki rutinitas yang berbeda. Ada yang terbiasa bangun pagi, olahraga, sarapan yang cukup atau sekedar minum kopi lalu mulai kerja. Masalah mandi bisa belakangan, karena toh tidak perlu ketemu siapa-siapa, hehe.

Ada juga yang merubah total kebiasaan kerja dengan memulai sangat pagi, bahkan setelah subuh, lalu istirahat di siang hari dan melanjutkan pekerjaannya lagi pada sore sampai larut malam.

Keduanya tidak bisa kita nilai mana yang lebih baik. Selama tetap menghasilkan kinerja dan mencapai target yang diharapkan, maka bisa kita anggap produktif, bukan hanya terlihat sibuk tapi jarang sekali mencapai hasil yang diharapkan. WFH tidak seharusnya mengurangi produktivitas, apalagi malah menambah kesibukan.

Berikut beberapa faktor selama WFH yang bisa meningkatkan produktivitas yang berhasil saya analisis:

  1. Tidak perlu menghabiskan waktu dalam perjalanan, baik berangkat maupun pulang kantor.
  2. Tidak perlu sibuk memilih pakaian apa yang mau dipakai, cukup kaos oblong dan celana pendek, bahkan sarungan pun juga tidak masalah. Kecuali mau meeting menggunakan video conference, paling tidak baju atasan menggunakan kemeja atau kaos polo pun sebetulnya sudah cukup
  3. Bisa fokus kepada tugas yang paling penting untuk diselesaikan, karena kalo di rumah tidak ada yang melihat kita sok sibuk kerja tapi ga selesai-selesai. Kita harus bisa memberikan laporan dan bukti hasil pekerjaan kita sehingga harus fokus pada penyelesaian tugas-tugas utama.
  4. Tidak banyak distraksi dari lingkungan atau rekan di kantor. Distraksi ini misalnya ada teman yang ngajak ngobrol terus sampai gosip dan gibah, atau misalnya karena internet kantor yang kenceng malahan bikin nyambi nonton netflix ber-season-season. Tapi kalo seandainya rekan-rekan ketika bekerja di rumah juga gampang terdistraksi dan jadi tidak produktif dalam bekerja, ya mungkin silakan lihat saja ke diri kita lebih dalam mungkin ada yang perlu diperbaiki. 😃
sumber : psikologid.com

Antara sibuk dan produktif

Ketika WFH, seringkali kita terjebak dalam kesibukan selama 8 jam kerja, tetapi baru sebatas sibuk dan belum produktif. Untuk itu, kita perlu untuk membuat target dan ukuran yang tepat agar dapat menentukan seberapa produktif kita setiap harinya.

Mungkin untuk beberapa pekerjaan yang bersifat statis dan linear, lebih mudah untuk menentukan ukuran produktivitas karena melakukan pekerjaan yang berulang dan memenuhi jam kerja yang ditentukan perusahaan.

Akan tetapi, pekerjaan saya cukup sulit untuk mencapai produktivitas jika hanya mengikuti jam kerja saja karena sebagian pekerjaan cenderung membutuhkan kreativitas agar proses bisnis baik dalam konteks penjualan ataupun marketing dapat berjalan dengan baik.

Seringkali ide-ide dan diskusi-diskusi panjang justru bukan di jam kerja normal tapi kadang terjadi menjelang malam sampai tengah malam, bahkan ketika libur. Jam kerja normal biasanya digunakan terutama untuk menghubungi klien. Bersyukur rekan-rekan dan pimpinan saya di Prosa memiliki respon, perhatian dan komunikasi yang baik sehingga koordinasi berjalan lancar meskipun dalam kondisi berjauhan.

Saya mencoba memilih untuk produktif daripada sibuk. Berikut beberapa tips agar tidak terjebak dalam kesibukan dan bisa lebih produktif.

Menentukan Prioritas

Ketika dimintai bantuan, jawaban “iya” secara spontan belum tentu akan meningkatkan produktivitas karena perlu dilihat secara objektif, apakah sudah sesuai dengan perencanaan dan tujuan.

Hal tersebut kemungkinan terjadi karena kita tidak menggunakan skala prioritas, sehingga kita terjebak dalam lingkaran kesibukan yang tidak produktif, tidak fokus kepada tujuan yang paling penting, sehingga dengan mudah kita akan meng-iya-kan semua permintaan padahal belum jelas maksud dan tujuannya.

Menggunakan SDM secara efektif

Contoh lain misalnya jika kita diberikan suatu tugas dalam bidang marketing berupa konten video, seringkali kita terjebak dengan keharusan menggunakan SDM yang ada di dalam perusahaan sedangkan SDM yang ada sangat terbatas.

SDM yang terbatas akan menghabiskan waktu lama dan biaya yang keluar pun relatif sama. Hasilnya pun belum tentu lebih baik dibandingkan menggunakan jasa pihak ketiga dengan waktu, kualitas dan anggaran yang terukur. Sehingga, SDM yang ada bisa lebih produktif mengerjakan hal yang lain ataupun bisa melakukan perencanaan aksi selanjutnya misalnya mempersiapkan konten edukasi terhadap solusi ataupun produk yang akan dikenalkan oleh perusahaan kepada pasar.

sumber : psikologid.com

Melakukan analisis & perencanaan sebelum memulai pekerjaan

Kesibukan lain yang belum tentu produktif juga bisa terjadi juga pada bidang produksi. Jika produk belum melalui analisis pasar yang baik, akan mengakibatkan kegiatan produksi tidak terarah dan belum tentu sesuai dengan harapan atau kebutuhan pasar sehingga tidak terserap.

Salah dalam menentukan prioritas dalam membangun produk dan tidak bisa melihat momentum kapan suatu produk harus di-launching juga bisa berakibat fatal karena bisa jadi barang yang diproduksi sudah tidak lagi dibutuhkan pasar atau sudah kalah bersaing dengan kompetitor.

Produktif adalah fokus kepada tujuan yang paling penting dan hanya sedikit hal yang menjadi prioritas, beruntung di Prosa sudah mulai menerapkan Objective Key Results (OKR) sebagai alat untuk membantu seluruh tim fokus kepada tujuan dan cara mengukurnya.

Untuk lebih jelasnya, saya menemukan artikel ini sebagai referensi yang semoga pembaca mungkin bisa memahami lebih dalam tentang perbedaan antara sibuk dan produktif.

Demikian tulisan dari saya kali ini, mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan, semoga ada manfaatnya dan bisa memberikan sudut pandang yang lain bagi para pembaca sekalian khususnya seluruh rekan-rekan sejawat di Prosa. Salam sukses dan tetap jaga kesehatan serta produktivitas di masa WFH ini. Terima kasih.

--

--