Bagaimana Mengenali Film Bokep

Ageng Indra
Pseudopenerjemah
Published in
4 min readNov 16, 2017

Diterjemahkan dari “How To recognize a Porn Movie” oleh Umberto Eco

Saya tidak tahu apa Anda pernah menonton film bokep. Saya tidak merujuk film dengan beberapa konten erotis, film seperti Last Tango in Paris, contohnya, bagaimanapun, saya sadar, untuk beberapa orang mungkin offensive. Bukan, yang saya maksud adalah bokep asli, yang tujuan sebenarnya dan satu-satunya adalah untuk merangsang nafsu penonton, dari awal sampai akhir, dan dengan sedemikian rupa sehingga, selagi nafsu ini dirangsang oleh berbagai adegan persetubuhan, cerita sama sekali tidak ada.

Para hakim sering diminta memutuskan apakah satu film murni bokep atau punya nilai artistik. Saya bukan satu dari orang-orang yang bersikeras bahwa nilai artistik memaklumkan segalanya: terkadang karya seni sejati berbahaya, bagi keyakinan, bagi perilaku, bagi pendapat umum, ketimbang karya yang bernilai lebih rendah. Tapi saya percaya bahwa orang dewasa memiliki hak untuk mengonsumsi barang bokep, setidaknya untuk menginginkan sesuatu yang lebih baik. Saya akui, bagaimanapun, kadang pengadilan mesti memutuskan apakah sebuah film diproduksi untuk tujuan mengekspresikan suatu konsep estetika ideal (sekalipun melalui adegan yang menyinggung pandangan moral yang diterima), atau dibuat untuk tujuan tunggal merangsang naluri penonton.

Nah, ada kriteria untuk memutuskan apakah satu film adalah bokep atau bukan, dan itu berdasarkan perhitungan waktu yang terbuang. Sebuah film mahakarya dunia, Stagecoach, berlatarkan satu-satunya dan seluruhnya (kecuali di permulaan, beberapa jeda, dan akhir) di atas kereta kuda. Tapi tanpa perjalanan ini, film ini tak akan punya makna. L’avventura-nya Antonioni juga dibikin hanya untuk membuang-buang waktu: orang-orang datang dan pergi, bicara, hilang dan ditemukan, tanpa sesuatu terjadi. Waktu yang terbuang ini, mungkin menyenangkan dan mungkin tidak, tapi itulah filmnya.

Film bokep, sebaliknya, untuk membenarkan harga tiket atau pembelian kaset, memperlihatkan kita orang-orang tertentu yang berhubungan seksual, lelaki dengan wanita, lelaki dengan pria, wanita dengan wanita, wanita dengan anjing atau kuda jantan (Saya mungkin menunjukan tak ada film bokep di mana laki-laki berpasangan dengan kuda betina dan pelacur: kenapa tidak?). Dan ini masih akan baik-baik saja: tapi ini penuh dengan waktu yang terbuang.

Jika Gilbert, dalam rangka memperkosa Gilbertina, harus pergi dari Lincoln Center ke Sheridan Square, film memperlihatkan padamu Gilbert, dalam mobilnya, sepanjang perjalanan, lampu merah ke lampu merah.

Film bokep penuh dengan orang-orang yang naik ke mobil dan mengendara bermil-mil jauhnya, pasangan-pasangan yang membuang banyak waktu untuk cek in hotel di meja resepsionis, pria yang menghabiskan banyak waktu di elevator sebelum sampai di kamar mereka, gadis-gadis yang menyesap berbagai minuman dan berkeliaran tanpa henti dengan renda dan blus sebelum mengaku pada satu sama lain bahwa mereka lebih suka Sappho ketimbang Don Juan. Pendek kata, kasarnya, di film bokep, sebelum Anda bisa melihat persetubuhan yang sehat, Anda mesti menerima dengan sabar sebuah dokumenter yang bisa jadi disponsori oleh Biro Lalu Lintas.

Ada alasan yang jelas. Sebuah film di mana Gilbert tidak berbuat apa-apa kecuali memperkosa Gilbertina, depan, belakang, dan samping, akan sangat berat. Secara fisik, bagi para aktor, dan secara ekonomi, bagi produser. Dan juga, secara psikologi, tak tertahankan bagi penonton: agar perbuatan dosa itu diterima, maka mesti dimainkan dengan latar yang wajar. Menggambarkan kewajaran adalah satu dari hal tersulit bagi para seniman — yang mana menggambarkan penyimpangan, kejahatan, pemerkosaan, penyiksaan, sangatlah mudah.

Karena itu film bokep mesti menghadirkan kewajaran — penting jika perbuatan dosa tersebut memiliki daya tarik — seperti yang setiap penonton pahami. Karena itu, jika Gilbert harus naik bus dan pergi dari A ke B, kita akan melihat Gilbert naik Bus dan kemudian bus melaju dari A ke B.

Ini seringkali mengganggu penonton, karena mereka pikir mereka ingin adegan yang tak terkatakan terus berlanjut. Tapi ini adalah ilusi dari pihak mereka. Mereka tak akan tahan menonton satu setengah jam penuh adegan yang tak terkatakan. Jadi, bagian yang membuang-buang waktu sangatlah penting.

Saya ulangi. Pergilah ke bioskop. Jika, untuk pergi dari A ke B, karakternya memakan waktu lebih lama dari yang Anda inginkan, maka film yang Anda lihat adalah bokep.

Catatan Penerjemah

Esai ini membuat saya tertarik, selain karena secara personal mempengaruhi pembacaan saya pada film-film pendek Jogja yang saat itu adegannya panjang-panjang dan lama-lama, struktur berpikir Eco mempermudah saya memahami penerapan dialektika A+B=C dalam tulisan. Setelah dua paragraf pengenalan tentang film bokep, di paragraf ketiga Eco menjelaskan contoh film yang ceritanya seolah membuang-buang waktu saja, karena tak ada sesuatu yang terjadi (A). Kemudian, paragraf berikutnya tentang film bokep yang pasti sesuatu terjadi di dalamnya (B). Sisa tulisan menjelaskan, sekali pun sesuatu terjadi dalam film bokep, ada lebih banyak waktu di mana tak terjadi apa-apa (C). Dan, kenapa film Locke yang saya jadikan gambar? Karena meski tak ada adegan seksual, Locke benar-benar memperlihatkan Ivan Locke naik mobil dari kota A ke B. Atau setidaknya, menurut saya, Steven Knight, pasti banyak menonton film bokep sehingga ia mengerti betul bagaimana menyutradarai film berlatar lalu lintas dengan baik.

--

--

Ageng Indra
Pseudopenerjemah

Editor dan penerjemah lepas, juga penulis ninja. Mukim di Bantul, Yogyakarta.