Peak: How to master almost anything” oleh Anders Ericsson & Robert Poole

Masdab Ali
SUDUT PANDANG
Published in
6 min readAug 4, 2022
https://shopee.co.id/Buku-Peak-How-to-Master-Almost-Anything--murah-i.277180364.4739687110

Saya baru saja mempelajari buku berjudul “Peak: How to master almost anything” oleh Anders Ericsson dan Robert Poole. Saya tau tentang buku ini dari seliweran di media sosial saya di internet. Anders Ericsson adalah Psikolog yang memiliki gagasan tentang “menjadi ahli dan expert dalam 10.000 jam.” Tapi kenyataannya, aturan 10.000 jam ini sebenarnya bukanlah aturan sama sekali. Kenyataannya adalah dengan melakukan sesuatu secara terus menerus selama berjam-jam tidak menjamin bahwa kita akan berkembang.

Anders memberkan contoh seorang Dokter misalnya, yang sudah menjalankan praktek selama 20 tahun, tidak pasti lebih baik dari Dokter yang menjalankan praktek selama 5 tahun misalnya. Jika para dokter ini telah mencapai level kinerja yang diterima oleh orang-orang kebanyakan, mereka menjadi stagnan. Faktanya, seorang perawat mengatakan mereka yang percaya bahwa skill mereka sudah cukup dan bekerja dengan autopilot, sebenarnya lebih buruk dari sebelumnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya “Deliberate Practice” (praktik; latihan yang diniatkan).

Pertanyaannya kemudian adalah, “Kenapa bisa seperti itu?”. Praktik yang diniatkan, atau “Praktik Terencana” adalah hal yang diperlukan untuk memaksa diri kita keluar dari zona nyaman, dan memaksa diri kita untuk memiliki “Representasi Mental”. Anders menyampaikan bahwa hal yang membedakan seorang ahli dengan yang lainnya, adalah perbedaan kualitas dan kuantitas Representasi Mental yang mereka miliki selama latihan bertahun-tahun. Representasi Mental yang dilatih secara terus menerus, secara complex dan sophisticated dari berbagai kemungkinan situasi yang mungkin akan mereka hadapi di bidang mereka masing-masing.

Sebagai contoh, seorang Grand Master catur yang memiliki kemampuan untuk memainkan catur dengan mata tertutup. Seorang GM juara dunia catur antara tahun 1927–1935 yang mampu memainkan total 32 permainan catur secara simultan dan dengan mata tertutup? GM tersebut adalah Alexander Alekhine. Coba kita bayangkan, memainkan bidak catur dengan mata tertutup sebanyak 32 papan? Berapa banyak yang harus kita hapalkan, sembari mengatur strategi untuk menjalankan bidak catur! Yes!! dengan mata tertutup!

Contoh lain adalah seorang pemanjat tebing yang mampu memvisualisasikan dan membayangkan langkah-langkah yang akan mereka lakuan sebelum melakukan proses pemanjatan. Seorang pemain golf misalnya, yang mampu memperhitungkan segala macam variabel dalam olahraga golf seperti angin, kemiringan tanah, dan banyak faktor-faktor kompleks lainnya untuk bisa diselesaikan dengan 1 pukulan golf yang tepat dan jitu. Seorang yang disebut sebagai Master atau Ahli, mencapai level keahlian mereka karena mereka memiliki Representasi Mental yang efektif, yang mampu membuat mereka bisa mereka-reka pengalaman yang mungkin akan terjadi, di pikiran mereka jauh sebelum hal itu terjadi. Para Ahli tersebut mampu mengubah faktor-faktor dan hal kompleks ini lalu disingkat menjadi sebuah Representasi Mental yang sederhana. Bentuk Representasi Mental ini antara lain adalah: Gambaran, Perkataan, dan Perasaan. Anders mengatakan bahwa Mental Representasi ini pulalah yang membedakan seorang Pemula dengan seorang Ahli. Jadi apa sebenarnya Deliberate Practice ini? Dan bagaimana hal ini memaksa kita untuk memiliki Representasi Mental yang bagus pada kehidupan kita?

Memasuki awal 30 tahun karirnya sebagai psikolog, Anders melakukan riset dengan meneliti seorang Mahasiswa dari Carnegie Mellon University, bernama Steve Faloona. Anders mengundang Steve untuk datang ke kantornya beberapa kali dalam seminggu. Satu sesi selama 1 jam, untuk mendengarkan serangkaian angka acak dan mengulanginya lagi, hanya dengan menggunakan ingatan Steve. Setiap kali pengulangan serangkaian angka tersebut benar, maka akan ditambah 1 digit angka. Sedangkan jika, salah akan diulang dari 2 digit sebelumnya. Misal: Steve benar di 4 digit; 1234, pada digit berikutnya yang seharusnya 12345 Steve salah, maka dia akan mengulangi dari serangkaian angka 123. Begitu seterusnya. Anders melakukan hal itu kepada Steve agar supaya Steve tetap berada pada Batasan antara Mampu dan Tidak Mampu. Setelah 4 sesi, Steve mampu menghafal 7 digit angka acak. Banyak penelitian menyatakan bahwa kapasitas ­­Short-term memory seseorang adalah pada 7-digit informasi angka acak.

“Deliberate practice develops skills that other people have already figured out how to do and for which effective training techniques have been established. The practice regimen should be designed and overseen by a teacher or coach who is familiar with the abilities of expert performers and with how those abilities can best be developed.”- Anders Ericsson

Setelah mampu menghafal 7-digit angka, Steve berusaha menambah hafalannya tersebut. Sesi-sesi berlalu silih berganti, dan Steve frustasi karena dia tidak bisa menghafal lebih dari 7 digit angka. Namun Steve tetap mencoba setiap sesi untuk meningkatkan diri. Kemudian pada suatu hari, Steve datang di sesi riset dengan penuh semangat. Delapan digit, Sembilan digit, kemudian 10 digit angka dilibas dengan mudah. Akhirnya menuju pada 11 digit angka dengan berhasil. Pola perkembangan seperti ini, dengan cara mencoba melewati batas yang kita yakini, serta mengalami fase frustasi yang terus menerus, lalu diakhiri dengan keberhasilan adalah hal yang terjadi secara berulang kali.

Hal ini terjadi di digit ke 22 dan 34. Setelah 200 sesi pertemuan, Steve sudah bisa menghafal 82 digit informasi. Steve mampu berkembang hingga melewati limitnya sendiri; 75 digit angka lebih banyak dari kebanyakan orang pada masa itu. Steve mampu melakukan ini dengan melakukan apa yang Anders sebut dengan “Four Components of Purposeful Practice” (4 Komponen Latihan yang penuh Tujuan dan Niat).

Pertama adalah tujuan spesifik yang jelas: Steve sadar saat dia bisa menghafal 13 digit, tujuan berikutnya adalah 14 digit. Kedua adalah fokus: Steve melakukan latihannya dengan fokus tanpa ada pengalihan konsentrasi. Ketiga adalah umpan-balik: Steve akan segera mendapatkan respons dari setiap fokus kegiatan yang dilakukannya, dengan segera. Respon tersebut juga berbentuk sederhana dan mudah dipahami. Antara dia benar atau salah. Simpel. Keempat adalah dipaksa keluar dari zona nyaman: Steve dipaksa untuk sedikit saja berada di batas kemampuan dan zona nyamannya. Jika berhasil, Steve akan naik. Jika gagal, dia akan kembali dulu untuk persiapan menambahkan hafalan informasinya.

Pendekatan yang terstruktur dari Purposeful Practice ini memaksa pikiran dan mental Steve untuk memunculkan Mental Representasi yang kreatif. Fokus yang intens dan pengulangan dari ketidaknyamanan pada dasarnya mengkondisikan pikiran Steve untuk percaya bahwa jika dia tidak memiliki Representasi Mental maka dia akan menderita, lagi dan lagi, terus-menerus. Karena pikiran kita sangat luar biasa, hanyalah masalah waktu sebelum Steve dapat melewati hambatan tersebut. Steve mampu membuat solusi kreatif dengan melihat kumpulan angka-angka ini yang ditanamkan pada pikirannya, yang diasosiasikan dengan sebuah gambaran dahan-dahan pohon. Ini adalah Mental Representasi untuk menyingkat dan menyederhanakan informasi yang ada. Mental Representasi ini membuat Steve memiliki solusi kreatif terhadap hambatan tersebut.

Steve menemukan cara mengelompokkan 4 digit angka menjadi 1 unit hafalan. Pada tingkatan 22 digit, Steve membuat grup berisi 6 digit angka sebagai 1 unit hafalan. Dengan kata lain, keterbatasan yang dia hadapi adalah masalah teknik, bukan masalah tentang usaha.

Setelah eksperimen dengan Steve, Anders melakukan eksperimen dengan orang lain bernama Dario. Anders mengajarkan Dario cara untuk menghafalkan informasi angka-angka random dari teknik yang dilakukan Steve. Dario lebih cepat dalam menghafal angka-angka tersebut karena selain menggunakan teknik dari Steve, Dario juga mengadopsi Representasi Mental dari Steve. Namun setelah serangkaian digit yang panjang, Dario merasa teknik Steve tidak terlalu efektif. Dario mencari solusi baru, dan pada akhirnya bisa menghafal 100 digit angka. Anders menemukan bahwa kombinasi terbaik untuk improvement adalah dengan gabungan antara “Deliberate Practice”, “Purposeful Practice” dan pelatihan oleh ahli.

Secara singkat cara dari Anders Ericsson adalah sebagai berikut:

· Target Kinerja yang Spesifik

· Fokus selama kurun tertentu (Intens dan tanpa gangguan)

· Umpan-Balik yang Segera

· Siklus Nyaman & Tidak-Nyaman

· Pendampingan dari Expert atau ahli.

Jadi jika kita sudah mulai muak melakukan satu kegiatan untuk perkembangan diri kita selama berjam-jam dan masih tidak berkembang juga, ubahlah manajemen waktu kita menjadi serangkaian sesi “Deliberate Practice” seperti yang dialami oleh Steve, dan paksa diri kita untuk menemukan “Mental Representasi” yang baru.

At the end of the day simply doing does not mean you’re improving mastery is not just about putting in 10,000 hours. It’s about 10,000 hours of deliberate practice. Pada akhirnya hanya melakukan saja, bukan berarti kalian berkembang, bukan hanya sekedar melakukan selama 10.000 jam. Ini adalah tentang 10.000 jam dari “Deliberate Practice” atau Latihan yang penuh niat dan disengaja.

Anders mengatakan bahwa latihan yang tepat dan penuh intensi, dilakukan selama kurun waktu yang signifikan akan membuahkan sebuah progress berarti, bukan karena faktor yang lain.

“Deliberate practice both produces and depends on effective mental representations. Improving performance goes hand in hand with improving mental representations; as one’s performance improves, the representations become more detailed and effective, in turn making it possible to improve even more.” — Anders Ericsson

--

--

Masdab Ali
SUDUT PANDANG

LIFELONG LEARNING | ENTREPRENEUR | MOTIVATION | SELF | INDONESIA