3 Buku yang Bisa Mengubah Pandanganmu Tentang Desain

Bonus: Buku ke-4 membuatmu terkejut!

Kenneth Mahakim
purwadhikaconnect
5 min readOct 14, 2019

--

Pada tahun 2017, sebagai desainer grafis junior, saya tidak memiliki ketertarikan untuk menginvestasikan waktu untuk membeli bahkan membaca buku desain. Alasannya ya sudah pasti: Mahal. Lagipula, sudah banyak info-info di internet juga, toh belajar teknik-teknik desain juga bisa langsung lihat video tutorialnya di YouTube. Jadi, buat apa beli dan baca buku desain?

Hingga pertanyaan saya terjawab ketika bos saya saat itu (Hai, Ko Yansen!) meminjamkan buku Change by Design oleh Tim Brown. Buku ini membuka pemahaman saya kalau keberhasilan sebuah desain itu nggak mentok di faktor estetis aja, ada juga faktor-faktor lainnya. Hingga akhirnya saya nyoba untuk menyelesaikan buku itu dan menambah beberapa bacaan desain ‘strategis’ lainnya.

From a great knowledge, comes a great possibility — Uncle Ken

Pada tulisan ini, saya merekomendasikan 4 buku desain yang nggak ngebahas estetis, tapi lebih ke hal-hal yang sifatnya strategis. Wow, penasaran nggak?

1. Change by Design

Oleh Tim Brown

Di awal buku ini, Tim Brown bagaimana Design Thinking ngebantu proses desain.

Di dalam Design Thinking sendiri, ada 3 faktor yang jadi pertimbangan;

Feasibility (apakah kamu bisa mewujudkan/men-deliver ini?),

Viability (apakah kamu bisa mendapatkan keuntungan dari sini?)

Desirability (apakah orang-orang membutuhkan ini?)

Woo-hoo, bahkan summary nya sudah ada di bagian paling depan!

Sebagai desainer, faktor estetis yang biasa saya fokuskan ternyata hanya berperan pada faktor desirability. Selain itu, kamu juga perlu memahami sudut pandang dari sisi teknis, dan juga bisnis.

Buku ini juga menjelaskan case juga dampak dari design thinking terhadap proses desain dari beragam bidang/produk/jasa.

Yang saya suka adalah penerapan dan penjelasan tahap-tahapan dari Design Thinking ini disampaikan lumayan padat dan membuat kita berfikir konseptual dan strategikal terlebih dulu ketimbang terjun langsung ke eksekusi.

Kalau kamu ingin melanjutkan bacaan sejenis, cek juga: Design of Business oleh Roger Martin, atau Design Thinking for Business oleh Igor Hawryszkiewycz.

2. 100 Things: Every Designer Needs to Know About People

Oleh Susan Weinschenk

Pernah nggak sih, kamu mencoba design visual dalam konteks apapun berdasarkan asumsimu, tapi ternyata idenya nggak se-valid yang kamu bayangkan? Ada nggak sih fakta-fakta yang bisa bantu validasi? Atau bisa nggak punya satu paket fakta-fakta yang bisa jadi panduanmu dalam melakukan design?

Yup, buku ini (malas ngetiknya, judulnya kepanjangan) membahas 100 hal tentang people berdasarkan jurnal-jurnal dan riset-riset yang dirangkum oleh penulisnya. Hal-hal atau fakta-fakta ini bisa jadi pertimbanganmu untuk membuat design.

Ini salah satu faktanya

Yang saya suka adalah buku ini menjelaskan fakta-fakta ini secara ringkas, logis dan mendalam, disertai juga takeaways yang bisa langsung menjadi pertimbangan/masukan dalam membuat design. Ada juga common practice dari konseptual hingga praktikal.

Pandangan saya kalau desain itu sesuai selera, rekomendasi, atau preferensi pribadi perlahan luntur dengan memahami fakta-fakta dari buku ini.

Saya lupa dari siapa, ada yang pernah bilang tentang mendesign sesuatu ‘if you want to break the rules, know the rules’.

Kalau kamu ingin melanjutkan bacaan sejenis, cek juga: Universal Principles of Design oleh William Lidwell, dan The Design of Everyday Things oleh Don Norman.

3. Sprint

Oleh Jake Knapp

Saya pernah berada di meeting panjang membahas design dan development sebuah produk digital. Meeting terasa boring karena ketika udah membahas ‘D’ ini malah balik lagi membahas ‘A’. Parahnya, nggak ada action item yang efektif setelah itu.

Well, pernah ngerasain hal yang sejenis?

Kalau iya dan merasa perlu untuk punya agenda dan output yang jelas, buku Sprint membedah bagaimana runutan brainstorming efektif seharusnya dilakukan.

Jake Knapp (penulisnya) membuat rumusan agenda Design Sprint selama 5 hari untuk mengembangkan/membuat ajuan produk. Adapun sesi ini harus melibatkan semua kalangan; Stakeholder/boss, Designer, Programmer, Orang marketing, dan kawan-kawan.

Biar apa sih Ken, rame-rame gitu?

Keberadaan Stakeholder adalah supaya apa yang di-brainstorming-kan sesuai dengan visi/misi dari perusahaan. Bisa aja kan apa yang dirumuskan tapi ternyata ga sesuai dengan maksud perusahaan, akhirnya jadi sia-sia kan meetingnya :(

Ini salah satu halaman yang membahas runutan Design Sprint.

Yang saya suka adalah buku ini menjelaskan runutan kegiatan beserta penjelasan detail tiap kegiatan (How might we, crazy 8, Art museum, dkk). Di samping itu, penjelasan runutan kegiatan juga disertai contoh penerapan dari beberapa kasus yang berhasil maupun gagal.

Buku ini sangat cocok dipegang oleh designer yang ingin membuat sesi brainstorming lebih terstruktur, efektif, efisien runutannya dan terarah outputnya.

4. Penutup + Bonus

Pepatah bilang: ‘Action speak louder than words’. Kalau budget belanja buku kamu sudah habis, buku satu ini cukup ekonomis untuk dimiliki:

Quote di tiap halaman adalah penyemangatku sejak kecil~

Seperti quote dari buku favorit teman saya: ‘Experience is the best teacher’.

Membaca aja belum cukup. Ayo mulai tulis-tulis-tulis: Ideate, Write down crazy ideas, Make it happen.

Karena you will never know unless you try!

Selamat membaca!

Untuk kamu yang ingin mempelajari UX Design lebih dalam, Purwadhika Startup & Coding School memiliki program Job Connector UX Design yang dapat kamu lihat di sini.

--

--

Kenneth Mahakim
purwadhikaconnect

If you can design one thing, you can design everything.