Bagaimana Jika ‘Wanita Paruh Baya’ Memimpin Suatu Sistem?

Andra P Utama
purwadhikaconnect
Published in
2 min readMar 12, 2020

Tak perlu jadi keturunan Tionghoa untuk mengerti makna dari kata-kata seperti Papa, Mama, Koko, dan Cici. Tapi nampaknya tak banyak yang tahu ada sebuah panggilan khusus untuk wanita paruh baya — yang biasanya (seusia) kakak perempuan orang tua — yaitu Ai.

Telinga kita yang “hi-tech” ini, bisa jadi lebih akrab mengejawantahkan AI sebagai kependekan dari idiom Artificial Intelligence. Sebuah padanan kata yang lahir ke dunia saat Konferensi Dartmouth diadakan pada tahun 1956.
Saat itu, sebutan AI lahir untuk menggambarkan sebuah sistem/mesin yang sudah diprogram sedemikian rupa, sehingga mampu mensimulasikan kemampuan untuk mempermudah kehidupan manusia.

Seiring dengan berjalannya waktu, AI pun juga tak bisa lepas dari perkembangan zaman. AI memiliki kemampuan untuk terus berevolusi mengikuti kebutuhan tiap generasi. Beberapa penemuan baru pada masa ini nyatanya tak lepas dari inisiasi sebuah AI.

Dalam original series persembahan YouTube — The Age of AI — sebuah kecerdasan buatan mampu mempelajari pola dari rangkaian melodi lagu-lagu populer, untuk kemudian menciptakan musik baru yang easy listening dan bahkan “dijamin” populer bila rilis ke pasaran.

Masih dalam serial yang sama, sebuah kecerdasan buatan bahkan bisa memberi harapan bagi tunadaksa yang mendambakan lengan buatan yang lebih responsif dan adaptif. Pada masa silam, lengan buatan bagi mereka yang kehilangan lengan hanya dibekali dengan teknologi EMG yang memiliki besaran error yang tinggi, namun AI datang dan memperbaiknya dengan bantuan sinyal ultrasonik. Tangan-tangan robotik bentukan kecerdasan buatan itu kini mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih rumit tepat seperti yang diinginkan penggunanya.

Manusia jelas tidak boleh meremehkan kemampuan AI dalam kehidupannya. Sekitar 6 tahun sebelum Joaquin Phoenix menjelma sebagai pria paling gila di Gotham City, ia sudah terlebih dahulu tergila-tergila pada “seorang” AI.

Joaquin, sang duta nelangsa.
Joaquin, Sang Duta Nelangsa.

AI yang menyebut dirinya sebagai Samantha ini bisa memenuhi hasrat dan keinginan penggunanya. Terlepas dari Samantha yang disulihsuarakan oleh Scarlett Johansson, kenyamanan yang ditawarkan olehnya ternyata mampu membuat seorang Theodore Twombly jadi gila karenanya.

Manusia yang mencintai AI bisa jadi hanya sebatas kreativitas imajinasi manusia pada masa kini. Tapi siapa yang dapat menyangka kemajuan teknologi di kemudian hari (?)

Bisa jadi, pada suatu masa..
Kecerdasan buatan kelahiran 1956 — yang disulihsuarakan Scar-Jo — alih-alih sekedar menawarkan kenyamanan, ia bahkan mampu menawarkan keadilan sosial bagi seluruh warga negara yang dipimpinnya.
Sebuah negara yang dipimpin sang wanita paruh baya, AI.

--

--

Andra P Utama
purwadhikaconnect

I said "no" to curiousity, but they just wouldn't listen.