Spotify Wrapped 2019: Sebuah Desain Mesin Waktu yang User-Centric

Dan tren 'Wrapped' di produk-produk digital lainnya.

Kenneth Mahakim
purwadhikaconnect

--

Desember tiba. Wangi nikmat air hujan yang menyentuh tanah sudah mulai akrab dengan hidung. Ada fenomena di sekitar saya yang menyatakan bahwa rintik hujan kerap membawa kita kembali ke momen-momen masa lalu.

Tapi jaman memang sudah berubah, kalau dulu aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember, sekarang aku selalu suka sehabis dapat Spotify Wrapped di bulan Desember. Waduh!

Di Desember ini juga, saya ngobrol bersama Andin Rahmana, Digital Marketing Lecturer and Consultant, Juga Siti Berliana Fani, Marketing merangkap Event & Workshop Producer di Purwadhika, tentang fenomena Spotify Wrapped. Berikut rangkuman pembicaraan kami:

Kenneth: Lihat Wrapped-ku, Pak Andin!

(Melihat Spotify Wrapped)

Andin: Wah artist of the decade-mu Oasis ya?

Saya ingin berterima kasih kepada Oasis, tapi lagi puasa socmed 😆

Kenneth: Iya Pak, ini lihat deh Call to Action-nya Say Thanks.

Andin: Whoo iyaa yah, ternyata kita bisa nge-tweet thanks dan langsung mention artist-nya yaa~

(Lanjut nge-scroll)

Kenneth: Nah ini nih, insight tentang Podcast. Talking about talking. Dikasih tau juga nih favorite genre kita itu apa. Rasa-rasanya kaya interest kita di-peres (ekstrak) yaa~

Favorite Genre merepresentasikan interest yah, wow!

Andin: Waiyaa, ini menarik banget, endgame-nya kan data ini bisa jadi sumber untuk penyusunan strategi marketing, ya jadi konten-konten yang disampaikan pun jadi relatable banget.

(melihat section 'Thank You’)

Kenneth: Menurutmu, Spotify itu kenapa ya bikin Wrapped? Apa sesimpel hanya ingin memberikan apresiasi secara out-of-the-box aja yaa?

Andin: Menurutku, zaman sekarang ini orang tuh kan suka pamer, dan musik ini bisa jadi semacam social currency. Kaya ‘eh, gue denger Hindia loh…’, atau ‘Gue ga paham sih kenapa orang-orang masih dengerin Project Pop…’, misalnya. Orang seneng pamerin identitasnya.

Kenneth: Tapi iya ya, berarti musik sendiri memang represents strata, image, identitas, juga momen.

Andin: Nah iya, kaya ‘di bulan ini saat mendengarkan lagu-lagu ini, aku lagi ngerasa apa, sedang ada di momen apa…’

(Berli, teman Marketing, tiba-tiba ikut bergabung)

Berli: Nah iya dan sama siapa juga ga sih???

Kenneth: Iyaa bener banget, gue inget tuh, kemarin menjelang pernikahan gue sering dengernya Maliq & d’essentials, supaya mood dan vibe nya tetap lurus-lurus aja, hahahaha.

Andin: Nah iya untung ga denger ‘Adu Rayu’ yaa~

Kenneth: NAAH! Iyaa kan bener-bener really tuh… ‘Maukah lagi kau mengulang ragu~’

Andin: Wahahahahahaha. Eh tapi iya, memang orang dewasa perlu menertawakan masa lalu yaa, kayak, ‘Kamu tuh bulan lalu sempet begini looh…sambil dengerin itu looh…’

Kenneth: Rasanya kaya rekap buku tahunan yaa.

Berli: Yaaa yaa yaaa…dan itu jadi ajang pemasarannya Spotify juga sih, karena dengan pada update (share di socmed), yang lain juga ingin update juga. Selain pendengar, artist-nya juga dapat insight-nya juga yaa, diputer beberapa kali… di berapa negara…

Andin: Betul dan akhirnya ini jadi metode saling sapa (artist dan pendengar) juga iyaa, dan jadi metode promosi gratis bagi Spotify juga yaa.

Kenneth: Naah itu akhirnya bisa kita sebut User Generated Content(UGC) ga sih?

Andin: Iyaa meski dibilang aga semi-UGC, karena dibikinin kontennya, tapi personalized, akhirnya di-post dan semua pengguna relate dan mau ngeshare.

Kenneth: Cukup bikin satu ini aja langsung yaa…

Andin: Ini kan berarti earned media, jadi Spotify ngga bayar.

Kenneth: Waduh apa tuh earned media?

Andin: Media kan terbagi-bagi, ya. Ada owned media yang kita punya, semisal webmu lah, paid media yang kita bayar (ads), dan earned itu yang kita ngga ngapa-ngapain, orang udah langsung ngomongin, ga perlu effort ngiklan kaya gimana-gimana gitu.

Kenneth: Berarti, kalo program ini lebih pas dikelompokkan sebagai campaign ga sih?

Berli: Lebih ke PR (Public Relation) sih, jatohnya.

Andin: Naah iya, betuul itu.

Berli: Kalau PR kan kita buat orang bilang kalau produk kita bagus, tapi kalo advertising itu kita yang bilang kalo produk kita bagus. PR (Spotify Wrapped) dapat dari artist dan pendengarnya. Jadi yang ngga pakai juga jadi tertarik, yang makai juga jadi ingin lanjut berlangganan ya.

Kenneth: Iya ya, nah jadi kulihat aksi-aksi yang ada di wrapped tuh: Share Wrapped Summary nya, Tweet a Thanks, dan Generate Playlist dari lagu-lagunya. Akhirnya dengan dibuatkan playlist, play time juga meningkat. Bagi yang pakai gratis dan dibuatkan playlist, akhirnya bisa mendengarkan lagu-lagu lama dan iklan lebih sering muncul yaa. Generate more activities juga kan dari suatu sajian insight itu.

Andin: Nah iyaa iya yaa

Kenneth: Ini kalau di kancah UX, solusi ini didesain secara user-centric banget sih, guys.

Berli: User-centric tuh gimana maksudnya?

Kenneth: Nah solusi ini tuh fokusnya lebih ke user; preferensinya, cara mengonsumsi kontennya, juga behaviour sehari-harinya.

Andin: Contohnya!

Kenneth: Wrapped 2019 ini kan menyajikan insight yang sifatnya bite-sized dan mudah dikonsumsi yaa. Modelnya seperti slides 1–3 kalimat, dan penyajiannya pun seperti Instagram Story (yang mana sudah umum digunakan pengguna Spotify). Bayangkan kalau ngga user-centric, mungkin spotify hanya nyajiin insight berupa pie chart, bar chart yang biasa ada di dashboard-dashboard gitu.

Dashboard (hanya contoh aja), which one better? 😉

Kenneth: Oke, pertanyaan terakhir: Kalau ada produk digital yang kita bisa buat wrapped-wrapped nya nih, kira-kira produk digital apa yang bisa di-begitu-kan?

Andin: Contoh lainnya yang udah ada itu Instagram bikin bestnine, user login dan langsung keluar bestnine post nya. Berdasarkan jumlah like, komen, gitu.

Baru nyobain bestnine di akun IG saya, seru juga. Thanks, Pak Andin!

Andin: Sekarang kan gopay sudah menampilkan ya gopay diary, melaporkan semisal, bulan ini pengeluaranku berapa ya, dan untuk apa aja ya, melalui email di tiap bulan, begitu pak.

Kenneth: Kalau gojek juga secara keseluruhan bisa juga tuh buat wrapped versinya sendiri. Seingetku doi pernah bikin juga, namanya Kejog. Di mana gojek merekap seberapa jauh kita jalan pakai gojek. Tapi aku lupa detailnya gimana. Semenjak lihat wrapped 2019, gue kebayang gojek bisa nyajiin lebih banyak insight-insight personal yang unik dan worth to share. Kayak, seberapa besar rupiah kita berhemat dengan voucher subscription, seberapa seberapa kamu bisa menghemat gotix mu dengan goplay dst.

Rapor Gojek, dibalik jadi Kejog. Gemasnya~

Berli: Wah iya betul juga, Facebook juga gitu sih, bisa aja menampilkan insight dari kegiatan kita setahunan ini.

Andin: Lah itu kan sudah lama ada bu, tapi memang arahnya ke interpersonal, semisal aku dan temanku hari ini sudah 3 tahun berteman, foto-foto apa saja dimana kami berdua di-tag, post apa yang paling berkesan bagi kamu, dan seterusnya…

Friend Anniversary. Uh Gemasnya!

Kenneth: Nah paham nih polanya, jadi yang cocok (pakai wrapped) itu sebenarnya produk digital yang dikonsumsi dengan frekuensi penggunaan secara harian ya. Supaya data nya bisa diolah time to time. Kalau dipikir-pikir seperti semacam mesin waktu ya!

Andin: Nah iya, iya! Mesin waktu! Itu tepat banget itu, Pak Ken!

Kenneth: Nah iya, eh Berti belum ngecek Spotify Wrapped ya? Cek dulu deh di sini

Sekian obrolan ringan saya dan Andin dan Berli. Ingin ngobrol dengan saya maupun mereka? Main-main yuk, ke kantor!

--

--

Kenneth Mahakim
purwadhikaconnect

If you can design one thing, you can design everything.