Strategi Digital Marketing Di 2020

Andin Rahmana
purwadhikaconnect
Published in
4 min readJan 27, 2020

Tahun baru, strategi baru.
Seperti kata pepatah, barang siapa yang tahun ini lebih baik daripada tahun kemarin, maka dia termasuk orang yang beruntung.

Jadi, strategi digital marketing seperti apa yang perlu disiapkan untuk mendapatkan mendapatkan lebih banyak awareness, engagement dan conversion di tahun 2020 ini? Inilah 3 rekomendasi versi On The Spot.

  1. Meningkatnya Konsumsi Konten Audio
Top Indonesia Podcast versi Spotify

Podcast menjadi jawaban saat netizen punya aspirasi untuk mendapatkan konten alternatif disamping konten yang itu-itu saja, sekaligus ingin mendapatkan sudut pandang lain yang segar, mencerahkan, dan inspiratif. Podcast juga menjadi pilihan karena bisa didengarkan hanya dengan satu panca indera, sehingga bisa disambi dengan menyetir, memasak, fitness atau rebahan. Bila dibandingkan dengan menonton video yang membutuhkan dua panca indera, podcast cenderung lebih praktis dan ringan untuk dicerna.

Menurut data dari DailySocial yang melakukan Podcast Survey tahun 2018, 67% responden famliar dengan podcast, yang mayoritas berumur 20–25 dan berada di pulau Jawa. Sebanyak 80% dari mereka juga aktif dalam mendengarkan podcast dalam 6 bulan terakhir.

Survey Podcast — DailySocial, 2018

Kalau kita melihat Top Podcast versi Spotify diatas, ada berbagai genre dari horor, komedi, inspirasi, hingga emosional. Jangan lupa juga ada Purwadhika Podclass yang pengisinya keren-keren lho.

Pilihan Konten Podcast di Inspigo

Dari trend podcast ini, muncul tantangan untuk brand, bagaimana bisa menyelipkan “pesan sponsor” dengan rapi dan halus didalam percakapan yang ada dalam sebuah episode podcast. Beberapa podcaster sudah mulai melakukan hal ini dengan harga yang cukup lumayan. Dengan model seperti ini, pesan akan lebih mudah dicerna sebagai content marketing, yang masuk ke dalam benak pendengar tanpa disadari.

Apakah brand harus masuk ke dalam podcast yang sudah existing atau bisa membuat channel podcast sendiri? Jawabannya bisa keduanya. Brand bisa mengedukasi market sesuai dengan industrinya, dan masyarakat akan dengan senang hati datang untuk belajar. Misalnya industri perbankan membuat podcast channel tentang literasi keuangan atau produk susu untuk balita membuat podcast channel yang membahas tentang gizi dan parenting. Untuk lebih meyakinkan, pengelola channel juga bisa mengundang narasumber yang kompeten di bidangnya untuk bisa menjelaskan materi dengan lebih kuat, tetap dengan kemasan yang ringan dan menyenangkan.

2. Brand Yang Makin Manusiawi

Twitter @ditjenpajakRI
Twitter @GrabID
Twitter @KFCIndonesia

Apa kesamaan dari posting-posting diatas? Mereka semua menghilangkan ego brand yang cenderung jaga image dan kaku, menjadi jauh lebih bersahabat dan bahkan cenderung humoris. Mereka juga melakukan interaksi yang dua arah, peka terhadap isu terkini, dan memasukkan pesan marketing secara halus kedalam konten yang mudah dicerna oleh audiens.

Dengan membuat konten yang personalized seperti ini, brand mendapat paparan earned media yang lebih tinggi secara organik, bahkan tanpa ads. Respon audiens pun tidak lagi dingin, tapi menyambut dengan hangat seperti menganggap brand sebagai teman. Meskipun, brand tetap menjaga batasan agar masih sesuai dengan brand value dan persona yang ingin dibangun.

Untuk memulai pola komunikasi di digital seperti ini, brand perlu untuk mengecek kembali target audiens yang ingin disasar, dan persona yang ingin dibangun. Dengan mendalami kedua hal ini, brand memiliki guideline dan batasan, sejauh mana akan bercanda, berinteraksi dan membahas topik-topik yang masih relevan dengan koridor industri / produk / layanan yang diberikan oleh brand.

Selagi mencoba, brand perlu memperhatikan respon atau penerimaan dari audiens dengan adanya perubahan pola komunikasi ini. Bila muncul sentimen negatif, maka brand perlu kembali menyesuaikan sampai diterima dengan baik dengan target audiensnya.

3. Era Baru Influencer

Katalog Influencer di GetCraft

Bila kita mendengar kata influencer di tahun 2015, maka kita akan menyebut nama-nama seperti Arief Muhammad, Zarry Hendrik, Andovi Lopez, Rahne Putri dkk. Tapi bila melihat list diatas, berapa banyak yang Anda kenal selain Dewi Lestari?

Di saat definisi tentang influencer semakin berkembang, terbagi menjadi makro, mikro hingga nano, influencer perlu disesuaikan dengan kebutuhan campaign brand. Nama-nama baru pun muncul, sehingga brand / agency harus update terus influencer baru di berbagai bidang, misalnya food, parenting, otomotif atau travel.

Belum lagi bila berbicara soal tarif, hingga saat ini belum ada standar berapa tarif yang sesuai untuk seorang influencer dengan follower sekian ribu dan engagement rate sekian persen. Brand perlu mempertimbangkan relevansi KOL dengan brand, juga menghitung apakah worth untuk mengeluarkan budget sesuai dengan tarif yang ditetapkan oleh KOL.

Saya sendiri akhirnya mencoba lebih sering untuk jalan-jalan di Twitter, Instagram atau marketplace seperti GetCraft atau Sociabuzz agar selalu update dengan nama-nama baru, dan bisa menyesuaikan konsep campaign dengan karakter influencer. Karena perkembangan nama-nama baru di dunia influencer tumbuh sama cepat dibandingkan perubahan trending topic di Twitter.

Demikian 3 rekomendasi yang bisa Anda coba agar brand Anda semakin di depan di 2020. Selamat membuat planning!

--

--

Andin Rahmana
purwadhikaconnect

Tenaga Kerja Digital. Digital Strategist Trans Media Sosial. Digital Marketing Lecturer Purwadhika Startup School.