Sebuah Awal? — Review Wiro Sableng 212 (2018)

Equan P.
Rakaton
Published in
5 min readSep 2, 2018
https://www.imdb.com/title/tt6730970/

Catatan: Tulisan ini murni ditulis atas pandangan pribadi dari pembaca novel Wiro Sableng 212 di era 90-an yang mungkin bersifat sangat bias dan personal.
Silahkan komen jika anda setuju atapun tidak. Trims.

Sebuah Awal? ya saya tahu dan dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada pembuat maupun kru dari adaptasi serial TV.

Bagi yang bukan pembaca novel Wiro Sableng 212, serial TV tersebut memang menumbuhkan fans tersendiri tetapi untuk saya pribadi yang hanya beberapa kali melihatnya dan kemudian memutuskan untuk tidak mau melihatnya karena waktu itu menurut pikiran saya sebagai generasi pembaca setia novel karya (Alm) Bastian Tito di era 90-an, untuk mewujudkan tokoh-tokoh Wiro Sableng 212 yang sangat banyak dan unik sangatlah kurang didalam adaptasi serial TV tersebut.

SPOILER: yup, Wiro versi TV ini akan muncul juga di versi film ;)

Sebagaimana yang anda tahu serial novel Wiro Sableng 212 ditulis oleh Bastian Tito (Almarhum) yang merupakan ayah dari Vino G. Bastian dan serial novel ini ditulis dalam kurun waktu 39 tahun !. Jumlah novel yang di release sebanyak 185 dan kalau anda hitung-hitung setiap tahun beliau kira-kira merelease 4–5 novel atau sedikitnya 1 novel tiap 3 bulan.

Sayangnya dengan meninggalnya beliau maka cerita Wiro Sableng 212 terpaksa tidak berlanjut, edisi terakhir dengan nomer 185 yaitu Jabang Bayi Dalam Guci.

Wiro Sableng 212 menurut saya merupakan satu-satunya media dalam bentuk novel cerita silat terpanjang yang berpotensi besar menumbuhkan kecintaan kepada Indonesia terutama tanah Jawa karena isinya selain dalam bentuk cerita silat yang memang menarik selain itu, beberapa cerita mengandung banyak latar belakang sejarah seperti Pajajaran, Singosari, Majapahit, Mataram ataupun cerita berlatar belakang Sumatra Barat yang sangat kental dalam banyak serial novel ini.

Hal lain yang menurut saya sangat-sangat Indonesia adalah nama-nama yang dipakai dan harap anda tahu saat ini pemakaian nama-nama dalam skala global semakin bergeser secara masif dari budaya Indonesia asli.

Lainnya?

Ada segi “fantasi” dari cerita Wiro Sableng 212 yang sangat kental terutama berhubungan dengan tanah Jawa yang kebanyakan orang-orang jaman now menyebutnya sebagai “berbau mistik”, hanya saja menurut saya disitulah unsur terunik dari bangsa-bangsa di Indonesia yang berada di serial novel Wiro Sableng.

Sedikit banyak cerita-cerita Wiro Sableng 212 bisa membentuk karakter dari generasi pembaca seperti saya yang memang TV, komik Jepang ataupun surat kabar bukanlah suatu pilihan saat itu.

Bagi generasi Kids Jaman Now mungkin akan agak susah memahami cerita Wiro Sableng 212 karena novel-nya memang secara fisik sudah tidak di produksi (dan semoga saja nanti di produksi ulang) alasan lain yaitu bombardir media global yang sangatlah deras.

Saya mendengar di sekitar tahun 2012-an bahwa Wiro Sableng 212 akan difilmkan oleh sang anak yaitu Vino G. Bastian dan menurut saya waktu itu pasti gak main-main dan ternyata memang 6 tahun kemudian hal ini terwujud… YES! 😄.

Film Wiro Sableng 212 (2018) ini merupakan hasil kerja sama Lifelike Pictures dan 21st Century Fox (Whwhaaaaaat?)…yup kalau anda melihat trailer Deadpool 2 maka akan muncul Wiro Sableng dan Si Selendang Ungu disitu 👌.

Kabarnya film ini merupakan film Fox pertama untuk region Asia Tenggara dan perlu anda ketahui bahwa pembuatan film ini semuanya memakai sumber daya lokal, baik dari segi kostum, efek CGI dll dan terus terang secara pribadi sebagai orang awam saya sangat berbangga hati bisa melihat hasil karya para anak bangsa tersebut 👏

Pemeran tokoh utama selain Vino G. Bastian yang tentunya sebagai Wiro Sableng 212 ada Sherina Munaf sebagai Anggini (Si Selendang Ungu), Fariz Alfarazi sebagai Bujang Gila Tapak Sakti, Ruth Marini sebagai Sinto Gendeng, Marsha Timothy sebagai Bidadari Angin Timur, Restu Triandy sebagai Dewa Tuak dan Yayu A.W. Unru sebagai Kakek Segala Tahu.

Selain itu pula ada Yayan Ruhian sebagai Mahesa Birawa serta Cecep Arif Rahman sebagai Bajak Laut Bagaspati yang keduanya sudah anda kenal dahulu lewat film The Raid dan keduanya memang bisa silat beneran hehehe.

⭐️ plus ada ❤ Rara Murni ❤ yang diperankan atlit taekwondo Aghniny Haque.

— — — — — — — —***SPOILER*** — — — — — — — —

Film pertama ini mengusung cerita asal usul Wiro Sableng 212 dan juga berlatar belakang Kerajaan Pajajaran (Raden Kamandaka) di tanah Sunda. Bisa dikatakan film ini mengambil cerita gabungan Empat Brewok Dari Goa Sanggreng dan Maut Bernyanyi Di Pajajaran.

Film ini sudah pasti membawa scene-scene kocak sebagaimana seharusnya karakter dari Wiro Sableng (saya percaya kalau makna “Sableng” dan “Gendeng” sangatlah berbeda tetapi bahasa Inggris tetap saja menerjemahkannya sebagai Crazy 😆).

“Muridnya Sableng, Gurunya Gendeng”

dan yang sangat berbeda adalah set lingkungan seperti hutan dan beberapa jurang yang dipakai untuk film ini yang benar-benar cocok dan sangat Indonesia begitu juga konsep bangunan di Pajajaran dan yang paling saya suka set buatan di film ini adalah suasana pasar rakyat yang gak akan anda jumpai di film-film lain (kecuali film era 80-an mungkin)

Beberapa hal yang membuat saya “berpikir” adalah disebutnya bahwa silat muncul pertama kali berasal dari Swarnadwipa (Sumatera?) dan atau Jawadwipa serta satu konsep penting yaitu “Manunggaling” yang seingat saya di film tidak di translasi ke bahasa Indonesia 👍, konsep ini merupakan inti dari angka 212 dan semoga saja konsep penting ini yang menurut saya adalah sebuah pesan bisa dipahami oleh banyak publik 🙏.

So what’s the catch?

Kalau anda pembaca novel Wiro Sableng 212 sudah pasti akan kaget dengan kepadatan tokoh-tokoh di dalam versi film dibandingkan dengan versi novel yang memang tokoh-tokoh yang muncul di film tersebut yang hanya akan anda temukan di nomer-nomer seri novel yang berbeda, seperti tokoh

  • Bujang Gila Tapak Sakti yang muncul di novel Hari Hari Terkutuk (nomer 65) dan sepenuhnya muncul di novel Bujang Gilang Tapak Sakti (nomer 71).
  • Bidadari Angin Timur di Guci Setan (nomer 73).
  • Pendekar Pemetik Bunga di novel Pendekar Pemetik Bunga (nomer 6).
  • Kakek Segala Tahu di novel Rahasia Lukisan Telanjang (nomer 9).
  • Bagaspati di novel Tiga Setan Darah Dan Cambuk Api Angin (nomer 007)
  • Kala Ijo yang muncul di novel Neraka Lembah Tengkorak (nomer 5).
  • Iblis Pencabuk Sukma di Keris Tumbal Wilayuda (nomer 4).

Keputusan untuk “memadatkan” tokoh-tokoh tersebut dalam satu film sepertinya memang mempunyai alasan dan tujuan tertentu, asumsi saya adalah cerita Wiro Sableng 212 versi film hanya mengambil cerita-cerita utama dan asal anda tahu cerita lepas dari Wiro Sableng 212 sangatlah banyak dan asumsi saya tersebut sepertinya agak valid karena pada akhir film setelah credit scene muncul spoiler untuk tema film berikutnya…

Si Muka Bangkai dan Pangeran Matahari akan muncul bersama dengan gonjang-ganjing Kitab Wasiat Iblis (seri novel ke-83). — Next Wiro Sableng 212?

Asumsi lain mungkin masalah klasik waktu dan budget dan atau pasar kids jaman now yang mungkin tidak terlalu tahu sejarah ataupun pernah membaca serial novel Wiro Sableng 212 sebelumnya sehingga kemunculan film ini menurut saya adalah tahap awal pengenalan cerita untuk generasi baru tersebut dan kalau anda misalnya sudah menonton dan ingin tahu lebih banyak tentang tokoh-tokoh tersebut silahkan cari tahu lebih banyak di novel-nya (it’s really worth!).

…dan jika anda pembaca setia novel-nya harus bisa legowo dan bersyukur sudah dibuatkan film yang sebagus ini terutama dari segi visualiasi karakter, art dan fight scene, top notch!👍 👍

Nonton Dimana?

Netflixhttps://www.netflix.com/id-en/title/81243698

Sekian.

--

--