Karya SBF: Kemendikbudristek Terbitkan Permendikbudristek №30/2021, Pemerintah Berusaha Melegalkan Perzinaan?

Kastrat BEM Fasilkom UI
Readme.md
Published in
4 min readDec 3, 2021

Mengapa Permen PPKS diterbitkan?

Pada 27 April 2021, mengutip Antara, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim menyatakan kepada pers bahwa Peraturan Mendikbud (Permendikbud) mengenai kekerasan seksual akan diterbitkan dalam waktu dekat. Berkaitan dengan hal itu, baru-baru ini Prof. Ir. Nizam, Ph.D, yang merupakan Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, memberi keterangan bahwa beberapa organisasi dan perwakilan mahasiswa telah menyampaikan keresahan dan kajian atas kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi yang tidak ditindaklanjuti oleh pimpinan perguruan tinggi. “Kebanyakan dari mereka takut melapor dan kejadian kekerasan seksual menimbulkan trauma bagi korban. Hal ini menggambarkan betapa mendesaknya peraturan ini dikeluarkan,” ujarnya. Akhirnya, Permendikbudristek №31/2021 (disebut juga Permendikbud PPKS) yang mengatur mengenai kekerasan seksual ini dikeluarkan oleh Kemendikbudristek dan ditetapkan oleh Menteri Nadiem Anwar Makarim pada 31 Agustus 2021.

Kehadiran Permendikbudristek PPKS ini adalah jawaban atas kebutuhan perlindungan dari kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi yang disampaikan langsung oleh berbagai mahasiswa, tenaga pendidik, dosen, guru besar, dan pemimpin perguruan tinggi yang disampaikan melalui berbagai kegiatan.

Apa isi Permendikbudristek №31/2021?

Salinan dari Permendikbudristek №31/2021 dapat kita lihat secara publik di situs resmi Kemendikbudristek. Dalam Permen ini, seperti yang dijelaskan dalam salinannya, kekerasan seksual didefinisikan sebagai setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.

Dalam Pasal 5, dijelaskan bahwa kekerasan seksual yang dimaksud meliputi tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau menggunakan teknologi, diantaranya adalah:

  • menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh.
  • menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban.
  • mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban.
  • menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual.
  • membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.
  • melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

Secara garis besar, Permen PPKS ini meliputi pendefinisian kekerasan seksual, pencegahannya, penanganan, yakni: pendampingan; perlindungan; pengenaan sanksi administratif; pemulihan korban oleh pihak kampus, serta mengatur mekanisme penanganan kekerasan seksual oleh satuan tugas yang dibentuk oleh kampus. Untuk lengkapnya, bisa dilihat di sini.

Apa ada kritik atas diterbitkannya Permen PPKS ini?

Walau tujuannya untuk melindungi civitas pendidikan tinggi dari kekerasan seksual, bukan berarti Permen PPKS ini tidak dikritisi. Misalnya, terdapat kritik yang datang dari anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Fahmy Alaydroes yang menilai Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 mengakomodasi pembiaran praktik perzinaan dan hubungan seksual sesama jenis. Peraturan ini, kata dia, hanya berlaku apabila timbulnya korban akibat paksaan, atau melakukan interaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.

Salah satu organisasi islam, Muhammadiyah, juga menolak Permen PPKS ini. Muhammadiyah meminta Permendikbud-Ristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS) dicabut. Salah satu alasan yang dikemukakan Muhammadiyah adalah adanya pasal yang dianggap bermakna terhadap legalisasi seks bebas di kampus.

Pasal yang dianggap bisa melegalisasi seks bebas terdapat di Pasal 5. Di pasal tersebut dinyatakan bahwa memperlihatkan alat kelamin, mengunggah pornografi, dan sebagainya dilarang apabila korban tidak menyetujuinya. Dengan kata lain, hal — hal tersebut diperbolehkan apabila korban menyetujuinya.

Kritikan juga datang dari Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah, yang menyampaikan bahwa(Permendikbudistek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sebenarnya tidak diperlukan lagi. “Tapi (Permendikbudistek Nomor 30 Tahun 2021) ini ada kekurangan, kekurangannya ini yang harus dilengkapi, artinya (aturan ini) melegalkan atau melegitimasi atau membolehkan seksual atau hubungan seks manakala terjadi kesepakatan atau tidak terjadi adanya kekerasan,” kata Ikhsan seperti dilansir dari Republika.

Jawaban dari Kemendikbudristek atas tuduhan melegalkan zina

Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam mengatakan tujuan utama peraturan ini adalah memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan, melalui pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi. “Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 hadir sebagai langkah awal kita untuk menanggapi keresahan mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi, dan masyarakat tentang meningkatnya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi kita,” jelas Nizam di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta.

Nizam juga mengatakan, “Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk diawal Permendikbudristek ini adalah ‘pencegahan’, bukan ‘pelegalan’,” Nizam juga menggaris bawahi fokus Permendikbudristek PPKS. “Fokus Permen PPKS adalah pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual. Sehingga definisi dan pengaturan yang diatur dalam permen ini khusus untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual”, tegasnya lagi.

Kehadiran Permendikbudristek PPKS merupakan jawaban atas kebutuhan perlindungan dari kekerasan seksual di perguruan tinggi yang disampaikan langsung oleh berbagai mahasiswa, tenaga pendidik, dosen, guru besar, dan pemimpin perguruan tinggi yang disampaikan melalui berbagai kegiatan. Karenanya, kekerasan seksual di sektor pendidikan tinggi menjadi kewenangan Kemendikbudristek, sebagaimana ruang lingkup dan substansi yang tertuang dalam Permendikbudristek tentang PPKS ini.

Penulis: Afiq Ilyasa Akmal & Muhammad Kemal Hanan

Sumber:

https://tirto.id/nadiem-segera-menerbitkan-permendikbud-kekerasan-seksual-di-kampus-gd5Y

https://www.kemenag.go.id/read/dukung-permen-ppks-kemenag-terbitkan-edaran-untuk-ptkn-q952x

https://jdih.kemdikbud.go.id/sjdih/siperpu/dokumen/salinan/salinan_20211025_095433_Salinan_Permen%2030%20Tahun%202021%20tentang%20Kekerasan%20Seksual%20fix.pdf

https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-permendikbud-ristek-nomor-30-tahun-2021-yang-dianggap-legalkan-zina-di-kampus.html

https://news.detik.com/berita/d-5801688/muhammadiyah-minta-permendikbud-yang-dinilai-legalkan-seks-bebas-dicabut

https://www.republika.co.id/berita/r23x7t320/wasekjen-mui-permendikbud-tak-diperlukan%c2%a0

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/11/permen-pencegahan-dan-penanganan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-perguruan-tinggi-tuai-dukungan

--

--