Kenaikan Bahan Bakar Minyak di era pemulihan pasca covid : Kegagalan pemerintah dalam mengatur subsidi?

Kastrat BEM Fasilkom UI
Readme.md
Published in
3 min readSep 11, 2022
https://www.tribunnews.com/nasional/2022/09/03/bbm-naik-pemerintah-diminta-beri-bantuan-ke-nelayan-dan-petani-hingga-umkm

Pemerintah kembali menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Sabtu, 3 September 2022 pukul 14.30. Kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi kali ini meningkat secara drastis. Saat ini, harga pertalite naik dari Rp. 7.650 menjadi Rp. 10.000 per liter atau naik sekitar 30%, harga pertamax naik dari Rp. 12.500 menjadi Rp. 14.000 per liter atau naik sekitar 12%, sedakan solar naik dari Rp. 5.150 menjadi Rp. 6.800 per liter atau naik sekitar 32%.

Pengamat ekonomi dari UGM, Fahmy Radhi, mengatakan bahwa kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak merupakan ketidaksesuaian antara solusi dan masalah. Fahmy mengatakan bahwa akar permasalahan dari masalah ini adalah ketidaktepatan sasaran subsidi bahan bakar minyak. Masalahnya solusi menaikkan harga bahan bakar minyak ini tidak menyelesaikan masalah ketidaktepatan sasaran pengguna bahan bakar subsidi. Beberapa pengamat ekonom mengatakan juga bahwa pemerintah salah dalam mengelola, mengawasi, dan membatasi bahan bakar minyak sehingga kesalahan ini menjadi dibebankan kepada masyarakat.

Pemerintah selalu menggunakan alasan bahan bakar minyak dinikmati oleh kalangan mampu. Oleh sebab itu, sebagian rakyat kecil mengeluhkan bahwa jika alasan pemerintah adalah dinikmati kalangan mampu maka seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan pengawasan dan membuat regulasi kebijakan yang lebih tegas bukan menaikkan harga bahan bakar minyak. Fahmy Radhi juga turut berkata bahwa jika 70% masalah bahan bakar minyak adalah karena tidak tepat sasaran. Namun, kenapa pemerintah tidak memfokuskan terhadap masalah tersebut, bukan malah menaikkan harga bahan bakar minyak.

BBM sendiri memiliki value yang strategis di dalam roda ekonomi masyarakat. Adanya kenaikan bahan bakar minyak ini memberikan tekanan kepada masyarakat terutama bagi yang ekonominya terdampak oleh pandemi Covid-19. Kenaikan bahan bakar minyak ini tentunya memberikan tekanan seperti efek domino. Pertama, bahan bakar minyak merupakan sumber utama dalam usaha logistik sehingga mau tidak mau kenaikan bahan bakar minyak juga akan meningkatkan biaya logistik yang berakibat pada kenaikan harga komoditas. Kedua, kenaikan harga bahan bakar minyak juga membuat tergerusnya pendapatan masyarakat. Hal ini akan memicu lesunya daya beli masyarakat yang akan membuat roda ekonomi menurun. Efeknya akan bisa menambah angka kemiskinan yang tak kunjung selesai. Selain itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menilai kenaikan bahan bakar minyak ini akan turut menyumbang angka inflasi sebesar 1,9% atau bekisar dari 6,6–7%.

Sebenarnya permasalahan yang dialami negara ini tak lepas dari sistem sekuler-kapitalis-oligarki di negara ini. Negara telah memberi ruang swastanisasi BUMN dan privatisasi kepemilikan umum. Swasta semakin kuat dalam menghegemoni dan mencengkram aset-aset publik. Sekitar 85,4 persen dari 137 wilayah kerja pertambangan migas nasional dimiliki perusahaan-perusahaan asing. Perusahaan nasional hanya menguasai sekitar 14,6 persen wilayah kerja dan delapan persen diantaranya dikuasai Pertamina. Belum lagi beberapa bahan bakar minyak bersubsidi juga dinikmati oleh industri swasta. Sudah seharusnya pemerintah berbenah dalam mengelola bahan bakar minyak ini supaya dikelola sendiri sehingga akan mengurangi dampak dari sistem kapitalis yang menjadi dalang dari kenaikan bahan bakar minyak ini.

Penulis : Muhammad Al Rivalda

Sumber :

https://www.liputan6.com/news/read/5059728/harga-bbm-resmi-naik-pertalite-dari-rp-7650-jadi-rp-10000

https://www.bbc.com/indonesia/articles/cmjdd4gjddzo

--

--