Selayang Pandang COVID-19 di Indonesia

Hafiz Bhadrika A
Readme.md
Published in
6 min readMar 27, 2020

Pada tanggal 11 maret 2020, World Health Organization (WHO) menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global. Dapat kita artikan bahwa banyak orang yang sudah terjangkit virus corona di berbagai negara. Menurut KBBI sendiri, pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak dimana-mana dan meliputi geografi yang luas. Sedangkan COVID-19 adalah salah satu jenis virus corona baru yang menyerang pernapasan manusia.

Penyebaran Jumlah Positif Corona di Beberapa Wilayah Per 23 Maret 2020

Sumber: who.int

Dari grafik diatas, jumlah orang yang terjangkit COVID-19 cukup banyak. Hal ini terjadi karena ada penularan yang terjadi secara terus-menerus. Seseorang dapat tertular COVID-19 melalui droplet dari orang yang sudah terjangkit COVID-19 baik dari batuk atau bersin. Tidak hanya itu, virus yang sudah menempel pada barang-barang tertentu pun bisa menular pada seseorang apabila ia menyentuhnya. Dengan penularan yang bisa dikatakan relatif mudah, jumlah orang yang terjangkit COVID-19 pun akan kumulatif.

COVID-19 tidak memandang siapa orang yang akan tertular. Semua usia dapat terjangkit COVID-19. Lalu, apakah virus corona ini berbahaya bagi kita? virus corona ini merusak paru-paru seseorang yang sudah terjangkit dan menginfeksi pernafasan. Apabila seseorang terjangkit, beberapa gejala timbul seperti batuk kering, letih dan lesu, dan demam yang tinggi. Seseorang yang sudah terjangkit corona, paru-parunya tidak akan pulih layaknya semula. Melihat hal ini, terdapat orang-orang yang bisa sakit berat apabila terjangkit COVID-19. Orang-orang tersebut adalah orang-orang yang sudah berumur dan memiliki riwayat penyakit berat seperti kanker, penyakit pernafasan kronis, diabetes, dan penyakit kardiovaskular.

Dengan mengetahui fakta tersebut, kita dapat mencegah dan menangani virus corona dengan beberapa hal. Untuk mencegah terjadinya penularan, kita dapat mencuci tangan dengan rajin sebelum menyentuh muka, sebelum makan, dan setelah memegang benda-benda tertentu khususnya di lingkungan umum. Perlukah kita menggunakan masker agar tidak terkena corona? menurut Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/202/2020 tentang Protokol Isolasi Diri Sendiri dalam Penanganan coronavirus disease(COVID-19), masker disarankan untuk digunakan oleh orang yang sedang sakit, tenaga medis, dan orang yang memberikan perawatan kepada individu yang sedang mengalami gejala pernapasan. Hal ini ditujukan supaya seseorang yang sakit tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Lalu, apabila anda melihat seseorang dengan gejala-gejala yang ada, jauhi orang tersebut dengan radius sekitar 1–2 meter. Teruntuk orang-orang yang sudah menimbulkan gejala-gejala COVID-19, selain menggunakan masker, diharapkan mampu memperhatikan diri sendiri. Apabila gejala tersebut kian memburuk, hubungi rumah sakit yang dirujuk oleh pemerintah untuk memeriksa apakah anda terjangkit COVID-19 atau tidak. Tidak lupa tentunya untuk memperhatikan lingkungan sekitar, supaya orang-orang yang ada disekitar kita tidak terjangkit COVID-19 juga.

Di indonesia sendiri, presiden jokowi menyatakan kasus pertama di indonesia ada di depok pada tanggal 2 maret 2020, yakni seorang anak dan ibunya. Sang anak tertular setelah berkontak langsung dengan salah satu warga negara jepang yang sedang berada di indonesia. Dengan cepat, pemerintah langsung melakukan tracking dari riwayat aktivitas kedua pasien positif corona tersebut. Seiring berjalannya waktu, jumlah pasien positif corona yang ada di indonesia kian bertambah. Per tanggal 26 maret 2020, terdapat 893 orang positif corona, 35 orang sudah sembuh, dan 78 meninggal dunia.

Data COVID-19 di Indonesia Sejak Maret 2020

Dari grafik diatas, kita dapat melihat perbedaan jumlah yang cukup signifikan antar jumlah yang sembuh dengan yang meninggal. Ini menggambarkan bagaimana situasi COVID-19 yang sebenarnya terjadi di Indonesia.

Sumber: covid19.kemkes.go.id

Menanggapi pandemi ini, pemerintah menghimbau masyarakat untuk menerapkan social distancing, melakukan segala bentuk aktivitas dari rumah, dan tetap waspada akan COVID-19. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, juga menetapkan bahwa jakarta tanggap darurat corona 14 hari terhitung dari 20 maret 2020. Pada Seruan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 6 tahun 2020, Ia juga menegaskan untuk menghentikan sementara kegiatan perkantoran dalam rangka mencegah penyebaran wabah coronavirus disease. Tidak hanya perkantoran saja, pendidikan untuk sementara waktu pun tidak dilaksanakan secara tatap muka, tetapi dialihkan menjadi secara pembelajaran jarak jauh(PJJ), belajar dari rumah, atau diliburkan. Juru Bicara penanganan COVID-19, Ahmad Yurianto, mengatakan bahwa kelompok usia muda dengan imunitas yang bagus pun juga rawan terjangkit dan bahkan menimbulkan gejala yang minim apabila terjangkit. Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap bahwa orang-orang yang bisa dibilang terjangkit tanpa menunjukkan gejala tidak menularkan virus corona ke orang lain.

Selain itu, jokowi juga menyatakan akan menjalankan tes massal pengecekan COVID-19 dengan rapid test. Melalui rapid test, kita dapat mengetahui hasil pemeriksaan melalui tes medis yang dilakukan dalam waktu yang singkat. Rapid test ini sudah dilaksanakan pada sore hari per 20 maret 2020 di wilayah Jakarta Selatan. Setelah dianalisis oleh pemerintah, daerah Jakarta Selatan menjadi prioritas karena merupakan wilayah yang rentan akan virus corona. Selain wilayah yang menjadi prioritas, pemerintah juga memprioritaskan orang-orang yang sekiranya pernah berkontak langsung dengan pasien positif corona. Cara pemerintah menjalankan rapid test ini adalah dengan mendatangi rumah warga yang sudah diprioritaskan sebelumnya.

Rapid test bukan untuk mendiagnosa bahwa seseorang terindikasi COVID-19 atau tidak. Pertama, rapid test ini tidak sama dengan real time polymerase chain reaction (RT-PCR). Rapid test merupakan tes yang menentukan kita akan lanjut ke tahap RT-PCR atau tidak. Apabila hasil screening test positif maka orang tersebut akan lanjut ke tahap RT-PCR dan sebaliknya. Selain itu, hasil dari rapid test dapat bernilai false-negative. Hal ini disampaikan oleh Ahmad Rusdan Handoyo Utomo PhD salah satu Principal Investigator di Stem-cell and Cancer Research Institute. Ia menambahkan bahwa ketika menguji imunoglobulin(protein yang direaksikan dari sel plasma yang mengikat antigen sebagai efektor sistem imun) seseorang, dibutuhkan reaksi imunoglobulin dari seseorang yang telah terinfeksi paling tidak seminggu. Apabila belum seminggu, pembacaan imunoglobulin bisa saja menghasilkan hasil negatif. Oleh karena itu, positif atau tidak positifnya seseorang belum dapat ditentukan oleh hasil rapid test.

Dari hal tersebut, rapid test haruslah diiringi dengan penerapan social distancing, self isolation, dan kesadaran dari masing-masing individu. Mengapa? ambil contoh begini, pemerintah melakukan tes massal sebanyak 1 juta orang. Diantara 1 juta orang tersebut, terdapat x%(x merupakan konstanta) orang yang baru terpapar corona selama 1–3 hari sehingga hasil screening test bernilai negatif. Ketika x% orang tersebut tidak lanjut ke tahap RT-PCR, orang-orang ini bisa saja kembali menularkan orang-orang lainnya tanpa mereka sadari. Maka dari itu penerapan self isolation/self quarantine selama 1–2 minggu memegang peranan penting ditambah dengan pembatasan sosial(social distancing). Mungkin akan sangat bagus ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan lockdown total selama 1–2 minggu, lalu melakukan test massal guna mencari tahu siapa saja yang terjangkit COVID-19 dan menghentikan penyebarannya. Akan tetapi, perlu dikaji lebih dalam mengenai opsi lockdown, karena terdapat banyak sektor yang nanti akan terlibat dalam opsi tersebut.

Lantas, kita sebagai masyarakat harus apa? pertama, kita dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan kita terkait COVID-19. Dengan menambah wawasan dan pengetahuan kita, kita dapat mengambil keputusan yang tepat seperti tidak panik namun tetap waspada akan COVID-19, tidak panic buying dan menimbun masker, serta peduli dan membantu para tenaga medis serta kaum kelas ekonomi menengah kebawah melalui donasi. Kemudian, menaati kebijakan pemerintah dengan baik. Selain untuk meredam penyebaran pandemi, secara tidak langsung kita menghargai upaya pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19. Jangan lupa untuk tetap #DirumahAja apabila tidak ada kepentingan yang mendesak. Saling mengingatkan antar sesama merupakan hal kecil namun memiliki dampak yang besar, karena ini bukan masalah yang dihadapi pemerintah saja melainkan masalah yang dihadapi kita semua. Bersama kita bisa melawan pandemi COVID-19!

Sumber Referensi

--

--