Ketika Orang Tua Dipaksa Memperhatikan Anak di Hari Pertama Sekolah

Christin Viesta Nonitehe
Relawan Maju Bersama
4 min readOct 18, 2016

Pendidikan adalah kemitraan antara orang tua dan guru. Kini orang tua tak lagi menjadi penonton di luar pagar sekolah. Kemendikbud membuat tradisi baru agar sekolah bisa lebih aktif bermitra dengan orang tua dan orang tua lebih aktif dalam proses pendidikan anak. Diambil dari buku Kilasan Kinerja Kemendikbud 2015 oleh Muhammad Husnil.

ORANG tua sebagai pelaku pendidikan jarang mendapat perhatian. Bahkan mungkin belum pernah disentuh. Padahal, peran orang tua dalam pendidikan sangat besar. Dalam sehari, seorang anak di sekolah paling banter 6–8 jam. Sisanya dia habiskan di rumah dan lingkungan sekitarnya.

Menyadari arti pentingnya orang tua dalam pendidikan anak, Kemendikbud mengeluarkan Permendikbud №23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Selain meminta orang tua untuk mendampingi anak belajar selama dua puluh menit setiap malam, aturan itu juga meminta agar orang tua mengantar anak-anak mereka ke sekolah. Tak sebatas sampai pagar dan gerbang sekolah, tapi masuk hingga ke ruang kelas untuk berkomunikasi dengan para guru, terutama wali kelas dan guru yang akan mengajar sang anak.

Berdasarkan aturan tersebut, Kemendikbud melahirkan Gerakan Hari Pertama Sekolah. Menurut Mendikbud, hari pertama masuk sekolah merupakan hari yang penting bagi siswa. Sebab, setiap siswa memiliki reaksi psikologis yang berbeda-beda ketika masuk sekolah di hari pertama. Ada siswa yang sudah merasa nyaman, tetapi ada pula siswa yang diliputi perasaan khawatir, kurang percaya diri, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. “Kehadiran orang tua menemani anaknya mengirimkan pesan yang jelas bagi si anak, bahwa orang tua memercayai sekolah itu untuk mendidik anak-anaknya beberapa jam setiap hari selama bertahun- tahun ke depan,” katanya.

Hal ini dirasakan sendiri oleh Made Andi, seorang dosen di Universitas Gajah Mada. Menjelang mandi pagi, Made Andi (37) tertegun setelah membaca kicauan Mendikbud dan para pengikutnya di Twitter tentang #HariPertamaSekolah. Pagi 27 Juli 2015 itu dia berencana terbang ke Singapura untuk menghadiri acara pendidikan tingkat Asia Tenggara. Pada hari itu juga Lita, putrinya, masuk hari pertama kelas lima SD. Tapi, malam sebelumnya dia memutuskan, “Biar Lita diantar ibunya saja.” Lita dan ibunya sudah berangkat ke sekolah ketika akhirnya Andi me- mutuskan untuk menyusul mereka.

“Saya mungkin terlambat karena Lita bisa jadi sudah masuk kelas ketika saya tiba di sekolahnya, tetapi saya tidak mengurungkan niat,” katanya. Betul saja, sekolah anaknya sudah agak sepi, cuma tinggal beberapa anak yang masih belum masuk kelas.

Penyesalan menyergapnya. “Saya telah melewatkan hal paling penting, memastikan bahwa seorang anak usia sepuluh tahun merasa didukung dalam menjalani perjuangannya.”

Dia sudah bersiap melangkah pulang ketika anaknya sambil berlari memanggil, “Ayah!” Andi memeluk erat putrinya itu. Dunianya berubah cerah. Dia merasakan bahwa energi semesta tumpah kepadanya dan rasa haru merampoknya.

Made Andi hanya satu dari sekian banyak orang tua yang tersadarkan tentang pentingnya hari pertama anak bersekolah. Setelah membaca kicauan Mendikbud, dia sadar bahwa mengantarkan anaknya ke sekolah tak kalah penting ketimbang menghadiri acara pendidikan internasional.

Selain itu, kehadiran pada hari pertama masuk sekolah menjadi kesempatan bagi para orang tua untuk melihat dan mengenali lebih dekat sekolah sebagai rumah kedua anaknya dalam menuntut ilmu selama bertahun-tahun. Orang tua seyogianya menemani masa transisi ini karena orang tua harus mengenali siapa saja yang diberi kepercayaan dalam membantu mempersiapkan masa depan si anak. Sebaliknya, bagi sekolah dan para guru, ini menjadi kesempatan untuk mengetahui lebih dekat latar belakang orang tua siswa.

Gerakan hari pertama masuk sekolah ini disambut baik oleh guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia. Menurut mereka, masuknya orang tua ke lingkungan sekolah membuat komunikasi antara pihak sekolah dengan para orang tua terjalin lebih baik. Komunikasi dan kerja sama seperti itu sangat bermanfaat untuk menyukseskan program pendidikan yang dikembangkan sekolah, termasuk pendidikan karakter siswa.

Kepala SMP Negeri 1 Depok, Jawa Barat, Ety Kuswandarini, memandang perlu Permendikbud №23/2015 ini karena mengajak orang tua memasang antena terhadap perkembangan anak-anak mereka. “Orang tua cenderung menganggap pendidikan urusan antara guru dan murid. Mereka tidak lagi mengindahkan perkembangan anak di sekolah,” katanya. Padahal, dalam sehari seorang anak tinggal di sekolah hanya sepertiga hari. Sisanya di rumah bersama keluarga. Permendikbud №23/2015 ini upaya aktif melibatkan orang tua ke sekolah.

Kegiatan ini didukung penuh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Menteri Yuddy Chrisnandi menganjurkan kepada seluruh

Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan aparatur pemerintah lainnya untuk meluangkan waktu mengantar anak-anak mereka berangkat sekolah pada hari pertama masuk. Pada hari itu mereka diberi kesempatan terlambat masuk kantor. “Masa depan Indonesia terletak pada budi pekerti anak. Untuk itu, ASN sebagai pemimpin di tengah-tengah masyarakat harus menjadi contoh dan teladan dalam melahirkan dan mendesain anak Indonesia yang berbudi pekerti dan berkarakter kuat,” kata Menteri Yuddy.

Akibat begitu antusiasnya masyarakat menyambut gerakan ini, tanda pagar #HariPertamaSekolah menjadi trending topic di Twitter pada hari itu.

--

--