Uji Kompetensi Guru, Potret Individu Guru

Christin Viesta Nonitehe
Relawan Maju Bersama
4 min readOct 18, 2016

Menakar elemen kompetensi guru, meningkatkan profesionalitas tenaga pendidik. Diambil dari buku Kilasan Kinerja Kemendikbud 2015 oleh Muhammad Husnil.

PENGEMBANGAN potensi, kompetensi, dan peningkatan kinerja guru menjadi agenda utama pelaksanaan pendidikan berkualitas. Kemendikbud menyediakan sarananya melalui Uji Kompetensi Guru (UKG). Berbeda dengan UKG sebelumnya yang hanya menyasar guru bersertifikat, kini seluruh guru bisa mengikutinya, baik swasta maupun negeri. Kemendikbud ingin semua guru bisa mengikuti UKG.

Diperkirakan hampir 3 juta guru yang mengikuti UKG ini. Dengan catatan, mereka terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Dilaksanakan dua gelombang, UKG kali ini diselenggarakan di 4035 Tempat Uji Kompetensi (TUK) di semua provinsi se-Indonesia. Pertama pada 9–27 November 2015, dan gelombang kedua akan dilaksanakan pada Desember 2015.

Peserta UKG menjalani ujian sesuai dengan kompetensi dan jenjang pendidikan tempatnya bertugas. Mendikbud mengumpamakan UKG itu sebagai alat bercermin bagi para guru. “Alat bercermin itu maksudnya, nanti hasil UKG bisa untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas guru. Kemendikbud bertugas menyiapkan alat untuk bercermin, dan guru-guru menyiapkan kompetensinya untuk diukur. Setiap guru akan berbeda pelatihannya, tergantung masing-masing hasilnya nanti,” kata Mendikbud.

Kemendikbud merancang UKG sebagai langkah untuk memetakan kompetensi mendetail yang menggambarkan kondisi objektif guru. Hasilnya per individu. Dengan begitu, seorang guru bisa mengetahui kekuatan dan kelemahannya; bagi Kemendikbud, hasil UKG ini akan dijadikan pijakan untuk meningkatkan kompetensi guru per individu. Dengan begitu, penanganannya tepat guna. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, memberi gambaran ikhwal UKG ini.

“Biasanya, jika ada pelatihan peningkatan maka kopral, letnan, dan jenderal dimasukkan dalam satu kelas. Padahal masalah mereka berbeda-beda. Nah, UKG ini akan memasukkan mereka sesuai dengan kapasitas dan kompetensi masing-masing individu dan kemampuannya. Kalau kopral, ya dengan kopral, bukan dengan jenderal,” katanya.

UKG ini mengukur dua kompetensi, profesional dan pedagogis. Profesional berkait dengan kompetensi materi ajar yang diampu, sedangkan pedagogis adalah metode pengajaran. Dua kompetensi lainnya, sosial dan kepribadian memang tak menja- di acuan dalam UKG. Kedua kompetensi itu diukur melalui Penilaian Kinerja Guru (PKG) di masing-masing sekolah. Hasil UKG akan menjadi acuan program pelatihan lanjutan. Karena itu, tak ada sanksi apa pun atas hasil UKG ini.

Perhatian khusus terhadap potensi dan peningkatan kinerja guru tak bisa dianggap hal sepele. “Kerjaan guru lebih berisiko. Kalau salah diagnosa bisa mati satu generasi,” kata Tagor Alamsyah, Kepala Seksi Penyusunan Program Pembinaan Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan. “Kalau kita tidak profesional, maka akan ada guru jago mengajar yang salah. Cara penyampaiannya andal, bersimulasi dengan infogra s, tapi apa yang guru itu sampaikan keliru. Siswa menangkap dengan cepat, tapi salah. Karena itu substansi kompetensi pedagogis dan profesionalnya diukur melalui UKG.”

Mengenai sistem, UKG ini dikembangkan tim Kemendikbud sendiri. Tim yang dikomandani Muhammad Rae Pawellangi ini membuat sistem ujian yang sangat mudah digunakan dan aman. Hanya perlu kemampuan dasar dalam mengoperasikan komputer, seperti mengetik dan menggerakkan tetikus. “Para peserta ujian tak perlu khawatir salah pencet, karena kami hanya menghidupkan tombol-tombol dalam papan ketik yang dipakai dalam ujian,” kata Rae. Dia juga menjamin bahwa soal- soal dalam UKG ini tak bocor karena timnya sudah membuat pengamanan tersendiri. Dan, sistem ini sudah diakui banyak lembaga, seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Selain itu, telah pula dimanfaatkan berbagai lembaga lain, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk seleksi calon pegawai negeri sipil.

Para peserta menyambut baik penyelenggaraan UKG tahun ini. “Proses menjelang UKG, seperti sosialisasi, dan ada praktik pengerjaan sebelum dimulai sangat membantu. Sangat baik,” kata Warno Ekariyanto, guru olahraga, SMAN 74. Namun, dia cukup kepayahan berpacu dengan waktu yang tersedia. “Kalau bisa pesertanya dibagi ke dalam kategori usia. Seperti saya, sudah sepuh (tua), mengerjakan soal cerita yang panjang, butuh konsentrasi dan waktu pengerjaan yang lebih,” katanya.

Berbeda dengan Warno, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia SLTP Bina Nusantara, Vivi Trenggono, menganggap UKG sebagai sesuatu tantangan. “Saya harus bertanggung jawab dengan profesi saya sebagai guru. Menjalani ujian itu tantangan,” katanya. Ujian kompetensi ini merupakan ajang kali keduanya.

Dia berharap agar UKG bisa meniru Ujian Nasional (UN) yang tak lagi jadi penentu tunggal kelulusan. “Semoga ke depan UKG tak lagi jadi penentu tunggal evaluasi guru. Seperti UN saat ini misalnya, kan sudah tak lagi jadi satu-satunya penentu kelulusan. Kegiatan mengajar para guru juga tak kalah penting menjadi bagian evaluasi,” katanya.

Harapan lain datang dari peserta UKG asal SLTP Al-azhar Bintaro, pengajar matematika, Musa Abdilah. “Semoga ada tindak lanjut setelah UKG. Jangan cuma selesai pada ujian, tapi bagaimana selanjutnya bagi guru yang mendapat nilai di bawah standar, apakah ada pembinaan atau lokakarya? Agar ada peningkatan mutu dan kualitas kompetensi guru,” kata Musa Abdilah.

Tindak lanjut pasca-UKG memang kerja yang musti dipikul bersama. “Tugas kita yang paling berat sebenarnya paska-UKG. Bagaimana meningkatkan kompetensi guru sesuai potretnya. Tantangannya adalah kemauan dari tenaga pendidik, kesiapan pemerintah yaitu sarana-prasarana, bahan diklat, dan dukungan pemerintah daerah,” kata Tagor Alamsyah. Setelah mengetahui secara konkret peta sesungguhnya kondisi para guru, Kemendikbud akan bersegera untuk meningkatkan kompetensi mereka. Skema peningkatannya pun sudah ada. Karena, pendidikan berkualitas adalah hak semua anak Indonesia.

--

--