Kenapa Bisnis Harus Memerhatikan 3 Aspek Penting Ini?

Elang Alfarez
Ribrick Tech
Published in
5 min readApr 18, 2022

Berbicara mengenai bisnis memang tidak akan pernah ada habisnya, bisnis silih berganti, bahkan bisnis terbesar saja bisa mengalami kebangkrutan bagaimana dengan bisnis yang baru dirintis (“startup”) ataupun bisnis skala kecil seperti UMKM? Tentu saja tidak ada salahnya kamu sebagai pebisnis memahami 3 aspek penting yang menjadi fundamental dalam menjalankan bisnis dan perkembangan bisnis.

(Fauxels/Pexels)

Orang-orang sangat kebingungan bagaimana caranya menghasilkan bisnis dengan perkembangan yang bisa diukur, hal tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah karena pebisnis tersebut terlalu memerhatikan penjualan dan tidak memerhatikan hal lainnya. Pentingnya bagi seorang pebisnis memahami 3 aspek fundamental ini adalah untuk perkembangan bisnis yang semakin terarah.

Fokus utama pengusaha atau pebisnis atau entrepreneur adalah mengembangkan bisnisnya agar bisa scale up dan dapat melebarkan sayap ke mancanegara. Itu adalah fokus utama mereka, tetapi pada dasarnya tujuan utama orang-orang ingin jadi pengusaha adalah agar mereka cepat jadi kaya raya. Orang-orang tidak akan bisa jadi kaya hanya dengan menjadi pegawai, mungkin kalau kamu jadi pegawai silicon valley dengan gaji hingga Rp 4 miliar per tahun dipotong pajak bisa saja jadi kaya. Tetapi kalau kamu hanya bergaji UMR atau pas-pasan di atasnya, jika ingin kaya memang harus berbisnis.

Dengan kebutuhan pokok manusia yang semakin mahal, gaya hidup yang semakin tinggi, tekanan sosial yang semakin signifikan, maka tidak heran bahwa orang-orang berkompetisi dan berlomba-lomba siapa yang bisnisnya paling bergerak pesat dan cepat maju. Dengan adanya kompetisi ini, kue untuk nilai kapitalisasi pasar korporat besar semakin berkurang seiring dengan meningkatnya UMKM di seluruh dunia. Tetapi hal tersbut justru menjadi dorongan positif karena dengan demikian dapat memberikan stimulus ekonomi dan meningkatkan ekonomi jauh lebih tinggi lagi.

1. Performa Finansial dan Profitabilitas

Sebuah bisnis apalagi dalam masa transisi dari rintisan menjadi bisnis yang memiliki putaran pendanaan harus memperhatikan performa finansial. Bukan tidak mungkin bahwa kian hari bisnis kamu akan surut dan kamu tidak tahu harus ngapain karena kamu tidak pernah melakukan monitoring terhadap kinerja bisnis secara keseluruhan. Kamu menganggap bahwa bisnis ini sudah berjalan autopilot tinggal terima uangnya, tetap saja, kamu harus cek progres.

Apalagi jika performa finansial yang kelihatannya banyak laba tapi setelah dihitung dengan hal lainnya seperti pengeluaran kamu bisa-bisa akan merugi tanpa kamu sadari hal itu. Kalau bisnis kamu punya investor siap-siap saja investor bakalan minggat dari bisnis kamu. Cek lagi model bisnis yang kamu aplikasikan dan ukur kalkulasi profitabilitas selama 3 tahun terakhir jika bisnis kamu sudah berjalan lama dan well-established. Atau ukur performa finansial selama 2 kuartal terakhir jika bisnis kamu terbilang baru dalam tahap rintisan.

Ada beberapa hal yang dapat kamu lakukan:

  1. Jangan apa-apa kamu yang kerjain. Orang bilang CEO itu adalah Chief EVERYTHING Officer sehingga ia adalah orang yang dapat mengerjakan segalanya. Kamu harus ubah pola pikir ini ke karyawan, karena kalau dibiarkan terus menerus perusahaan tidak akan bonafide. Kamu boleh terjun langsung ke lapangan apabila ada suatu permasalahan.
  2. Fokus pada hal-hal strategis. Kamu harus memikirkan bagaimana caranya produk terjual dengan baik, dari segi desain, pemasaran, dan semua strategi lainnya. Kamu juga harus meminta laporan pada karyawan setiap seminggu sekali terhadap apa saja yang dikerjakan dan apakah sudah sesuai target perusahaan atau bisnis?

2. Kesejahteraan Karyawan

Min Ribrick seringkali menemukan pebisnis atau pengusaha yang serakah. Apa yang terjadi ke depannya? Bisnisnya stagnan atau bahkan bangkrut, karena karyawan merasa beberapa hal seperti: ketidakpuasan terhadap kinerja atasan atau pemimpin; pemimpin perusahaan yang tidak mengetahui arah dan tidak bisa memberikan flow kerja kepada karyawan; lingkungan dan hubungan yang kurang baik antar sesama karyawan; ketidakpuasan terhadap gaji atau atasan yang menggaji sesukanya.

Karyawan itu adalah aset paling berharga dalam sebuah bisnis atau organisasi. Mereka adalah indikator penentu apakah suatu bisnis tersebut dapat berkembang atau bisnis tersebut hancur berkeping-keping. Sepengalaman min Ribrick, ada saja lho pengusaha licik yang menggaji karyawan semena-mena, seperti bonus atau benefit lain yang tak kunjung turun, menggaji berangsur, dan mengubah gaji seenaknya. Coba lebih hargai karyawan, kalau karyawan keluar, sebuah organisasi atau perusahaan bakalan rugi karena adanya performance gap, mis. tenaga ahli mesin yang setara eksekutif C-level keluar begitu saja, kamu bakalan sulit mencari penggantinya. Dan biaya training yang dikeluarkan akan jauh lebih besar.

Kalau kamu sebagai pengusaha atau pebisnis tidak melihat aspek ini sebagai hal yang penting, maka kamu bukan pengusaha sejati. Min Ribrick saja pernah bertanya mengenai gaji pada salah satu restoran yang gerainya tersebar di mana-mana tetapi gaji yang didapatkan hanyalah Rp 2 juta dengan kerja seminggu enam kali dan 10 jam. Betapa bengisnya pengusaha tersebut layaknya pemerintahan kolonial. Maka dari itu tidak heran mereka membuka lowongan terus karena karyawan yang silih berganti keluar, harus training lagi, harus kasih tahu a ke z dari awal. Yakin kalau restoran tersebut ramai pengunjung pasti bingung karena karyawan sisa sedikit dan harus melayani banyak orang, banyak yang tidak terhandle, tetapi pengusaha malah salahin karyawannya.

3. Pangsa Pasar

Jika kamu punya visi dalam tiga tahun ke depan ingin meningkatkan jumlah penjualan hingga 10x lipat, kamu harus lagi-lagi melihat peluang dan potensi pasar yang ada. Kalau kamu cepat tanggap terhadap masalah ini dan dapat melihat tren bisnis yang ada pada tahun-tahun yang akan datang, min Ribrick yakin bisnis kamu akan berkembang secara pesat.

Ada beberapa hal yang dapat kamu lakukan:

  1. Kenali valuasi pasar dan market share. Kamu dapat melihat data statistika gratis dari Statista tentang bisnis yang sedang kamu tekuni saat ini. Misalnya saja bisnis pada bidang edukasi saat ini bernilai hingga $2.3 triliun USD atau senilai Rp 30.000 triliun. Yep, tiga puluh ribu triliun rupiah. Itu pun di Amerika Serikat. Pangsa pasar global dan Indonesia pastinya berbeda tetapi niche kebutuhannya sama saja.
  2. Berpikir besar tanpa kendali. Stigma yang ada saat ini adalah kebanyakan bisnis yang sudah bernilai besar itu masuk ke dalam zona nyaman sehingga ‘malas’ untuk berpikir di luar zona nyaman tersebut. Contoh saja, disrupsi pasar teknologi untuk bidang asuransi itu kian hari semakin masif, dengan banyaknya perusahaan rintisan (“startup”) insurtech yang berkembang di seluruh dunia, siap-siap perusahaan asuransi ternama akan kalah saing.

Min Ribrick ingin mengingatkan bahwa bisnis yang tidak ada demand-nya itu sulit berkembang. Mungkin tujuan kamu mulia ingin memudahkan orang-orang dengan membuat produk seperti tongkat golf yang dapat terbang ke pemiliknya, ya kalau demandnya tidak ada atau sedikit, lebih baik pikir kembali. Karena fokus kamu ingin scale up. Bisa jadi demandnya ada di masa depan, tapi kamu harus fokus pada masa sekarang demi mempersiapkan masa depan. Kalau sudah ada demandnya barulah kamu terjun langsung ke ‘kue’ pasarnya.

--

--

Elang Alfarez
Ribrick Tech

Marketing Lead at Ribrick Tech. Love the magical view of the starry night, and a keen astronomy observer.