Kematian Ibu dan Anak di Indonesia: Refleksi Kualitas Layanan Puskesmas dan Kompetensi Bidan

Aisyah Rahvy
Buletin Risalah Kebijakan Kesehatan
10 min readDec 21, 2020

--

Photo by Zach Lucero on Unsplash

Penyusun:
Aisyah P Rahvy, Della T A Tumangger, Risma A Shafira

Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga

Korespondensi:
Aisyah P Rahvy
aisyah.putri.rahvy-2017@fkm.unair.ac.id

RINGKASAN EKSEKUTIF

Permasalahan kematian ibu dan anak masih menjadi salah satu problem utama di Indonesia. Jumlah angka kematian ibu dan anak di Indonesia masih tergolong tinggi, dengan Indonesia masuk ke jajaran 10 negara dengan angka kematian ibu dan bayi tertinggi di dunia. Kurangnya kompetensi bidn dan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal menjadi penyebab missed opportunities penanganan kasus kompliksi ibu, yang kemudian meningkatkan risiko kematian ibu dan anak.

Pendahuluan

Kesehatan Ibu dan Anak masih menyisakan problem tersendiri di Indonesia. Beberapa portal berita nasional sudah seringkali menjadikan topik ini sebagai headline, sekaligus menegaskan bahwa isu KIA adalah problem krusial yang harus diselesaikan. Jumlah angka kematian ibu dan anak di Indonesia tergolong masih tinggi dan Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan jumlah kematian ibu dan neonatal atau bayi baru lahir tertinggi di dunia. Setidaknya setiap 1 jam 2 ibu dan 8 neonatal meninggal di Indonesia.

Berdasarkan evaluasi Millennium Development Goals (MDGs) pada 2015, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian neonatal pada 2017 mencapai 15 per 1000 kelahiran hidup. Dikutip dari Kompas.com, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Terawan Agus Putranto menyatakan bahwa KIA masih menjadi masalah kesehatan yang perlu diberi perhatian lebih di Indonesia.

Masalah ini juga ternyata tidak luput dari perhatian pemerintah daerah. Dalam berita dari Kompas.com, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana membuat kebijakan yang dapat menekan angka kematian ibu dan anak saat melahirkan di Jakarta. Hal tersebut diungkapkan oleh Anies Baswedan sebagai bentuk refleksi diri dan harapan agar semua ibu yang melahirkan di Jakarta dapat berjalan lancar dan dapat hidup layak di Jakarta. Tidak hanya Jakarta, Bupati Semarang mengatakan bahwa kasus kematian ibu dan bayi melahirkan Kabupaten Semarang masih urutan kedelapan tertinggi sehingga pemerintah daerah harus proaktif untuk melakukan pencegahan dini (Kompas.com). Permasalahan tingginya angka kematian ibu dan bayi di Semarang pun menjadi salah satu masalah utama yang harus dibereskan di Semarang.

Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia tergolong tinggi, bahkan Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan jumlah kematian ibu dan bayi tertinggi di dunia. Presiden Indonesia Joko Widodo juga memberikan berbagai arahan di bidang kesehatan, salah satunya adalah penurunan angka kematian ibu dan anak yang selanjutnya terlihat dari kebijakan maupun upaya pencegahan dini yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan pihak-pihak lain sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia merupakan manifestasi beberapa faktor penyebab. Kurangnya kompetensi bidan dan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal menjadi penyebab missed opportunities penanganan kasus komplikasi ibu, yang kemudian meningkatkan risiko kematian ibu dan anak.

Berbagai data tersebut menjadi indikasi bahwa masalah kematian ibu dan bayi masih menjadi masalah utama yang ada di Indonesia dan belum bisa diselesaikan. Penelitian kebijakan ini akan berfokus kajian kualitas pelayanan kesehatan di tingkat primer yang diberikan oleh bidan dan Puskesmas dalam upaya pencegahan kematian ibu dan anak di Indonesia.

Metode

Penelitian ini adalah penelitian kebijakan menggunakan metode telaah literatur terhadap kebijakan kesehatan ibu dan anak di Indonesia, terutama Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Kebijakan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak juga ditelaah lebih lanjut, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), regulasi dan kebijakan terkait Puskesmas, serta meta-indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nomor 3 yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. Penelitian ini berfokus pada topik kematian ibu dan anak di Indonesia, serta kualitas pelayanan kesehatan primer untuk mencegah kematian ibu dan anak.

Hasil dan Pembahasan

Dijelaskan dalam RPJMN 2020–2024, pemerintah menargetkan angka 183 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, dengan selisih jauh dari AKI di tahun 2015 sebanyak 305. Untuk AKB, pemerintah menargetkan angka 16 kematian per 1.000 kematian hidup dari 24 kematian di tahun 2017. Target ini harus dicapai pada tahun 2024 mendatang, dimana sebenarnya target tersebut masih jauh dibawah standar MDGs di tahun 2015 yaitu sebesar 102 kematian per 100.000 per kelahiran hidup. Selain itu, pada meta-indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs yang dibuat oleh Bappenas, kematian ibu dan anak menjadi target pertama dan kedua tujuan ketiga SDGs yaitu good health and well-being. Target pemerintah pada angka kematian ibu adalah pengurangan rasio kematian ibu hingga kurang dari 70 kematian per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2030. Adanya indikator dan target yang ditetapkan dalam berbagai kebijakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah menganggap masalah ini sebagai masalah serius. Kebijakan-kebijakan yang ada tersebut menjadi dasar dan target yang dapat mendukung penurunan angka kematian ibu dan bayi.

Menurut Achadi (2019), sekitar 75% kematian ibu terjadi akibat pendarahan, infeksi pasca persalinan, pre-eklampsia, eklampsia, partus yang lama, hingga aborsi yang tidak aman. Pre-eklampsia, eklampsia, dan partus yang lama juga mempertinggi risiko kematian neonatal akibat asfiksia atau kesulitan bernapas saat lahir. Faktor-faktor ini kemudian disimpulkan sebagai unpredictable factors (Achidi, 2019) yang menyebabkan semua kehamilan berisiko, akan tetapi jika ditangani dengan tepat akan memperbesar kemungkinan ibu dan bayi selamat. Jika menelisik lebih jauh tentang Permenkes No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual, kebijakan tersebut mengatur tentang adanya pelayanan kesehatan yang harus diberikan pada ibu sebelum hamil, saat hamil, melahirkan, hingga setelah melahirkan. Pelayanan antenatal terpadu mencakup deteksi dini masalah termasuk komplikasi/penyulit, hingga rencana antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi/penyulit. Hal ini menunjukkan bahwa Permenkes Nomor 97 Tahun 2014 melandasi upaya pencegahan komplikasi pada ibu sehingga kematian maternal maupun neonatal dapat dicegah.

Komplikasi pada ibu sebenarnya adalah masalah yang cukup sering terjadi dalam proses persalinan. Resiko tinggi dari masalah komplikasi ini biasanya terjadi di daerah pedesaan atau wilayah terpencil. Pelaksanaan proses persalinan di daerah pedesaan maupun di wilayah terpencil banyak dilakukan di rumah ataupun di Puskesmas yang tidak memiliki pelayanan obstetri neonatus esensial dasar (basic emergency obstetric and newborn care) (National Research Council, 2013). Pelayanan yang dijelaskan disini menyangkut beberapa hal mulai dari kemampuan petugas kesehatan (bidan dan kader), fasilitas yang tersedia, dan ketersediaan obat generik sesuai standar yang ditetapkan. Menurut laporan dari WHO dalam buku yang berjudul The Republic of Indonesia Health System Review menunjukkan bahwa kurang dari 5% jumlah puskesmas yang memberikan fasilitas pelayanan dengan sistem basic emergency obstetric and newborn care di Indonesia masih menyediakan obat generic kurang 40% dari jumlah standar daftar obat yang wajib tersedia (National List of Essential Medicines) (WHO, 2017). Adapun penanganan dasar saat emergency yang perlu dikuasai bidan meliputi pemberian oksitosin parenteral, antibiotik parenteral, sedativa parenteral, pengeluaran plasenta manual/ kuret, dan partus vakum ekstraksi/ fetal ekstraksi. Sedangkan pelayanan neonatal meliputi resusitasi bayi asfiksia, antibiotik parenteral, antikonvulsan parenteral, dan penanggulangan gangguan pemberian nutrisi (Sari et al., 2019).

Menurut jurnal yang ditulis oleh Sari et al. (2019), ada 2 metode yang digunakan dalam dalam memberikan pelatihan pada bidan di Puskesmas di Surakarta mengenai ilmu obstetri dan neonatal dasar yaitu dengan menggunakan metode ceramah dan demonstrasi. Metode ini terbukti berhasil meningkatkan pengetahuan bidan mengenai pemberian pelayanan obstetri dan neonatal dasar. Hal lain dijelaskan dari jurnal ini bahwa kegiatan pelatihan seperti demonstrasi dan ceramah bukan satu-satunya faktor dalam mempengaruhi pengetahuan bidan. Namun, minat yang dimiliki bidan dalam mencari informasi juga mempengaruhi keterampilan bidan dalam memberikan pelayanan (Sari et al., 2019)

Pada kenyataannya, permasalahan yang berkaitan dengan kompetensi bidan dan kualitas layanan di Puskesmas masih ditemukan. Harus diakui bahwa bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat, dan ketersediaan serta distribusinya adalah yang paling merata dibandingkan tenaga kesehatan lainnya. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan di tingkat primer, berdasarkan Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 juga menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak melalui UKM dan UKP. Kompetensi bidan dan tenaga medis lain seperti dokter umum ataupun dokter spesialis kandungan sangat mempengaruhi dalam pelaksanaan pelayanan basic emergency obstetric and newborn care di puskesmas. Sistem pelayanan ini masih sangat sulit diterapkan pada puskesmas di pedesaan ataupun wilayah terpencil karena pelaksanaan pelatihan (training) pada bidan menggunakan sistem ini sangat terbatas serta keterbatasan tenaga medis yang memiliki kompetensi khusus seperti dokter Obstetri Ginekologi (National Research Council, 2013). Adapun sistem pelayanan ‘rujukan’ yang dianjurkan dalam menangani persoalan tersebut, ternyata juga sulit diimplementasikan. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai hal mulai sedikit hingga tidak adanya fasilitas kesehatan tingkat lanjut (Puskesmas yang memiliki fasilitas lebih lengkap, RS, klinik) hingga hambatan aksesibilitas (transportasi, jarak yang sangat jauh) (Gustina & Rahmi, 2019).

Berbagai hambatan terkait pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak kemudian bermanifestasi menjadi tingginya angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia. Hambatan ini memperbesar missed opportunity penanganan ibu ketika mengalami komplikasi sehingga ibu tidak dapat terselamatkan. Adanya kebijakan terkait pencegahan dan penanganan komplikasi maternal dan neonatal tidak serta merta menjadi jaminan bahwa pelaksanaan kebijakan tersebut akan sesuai dengan nilai normatif kebijakan yang dibuat. Faktor-faktor penyebab yang kompleks saling mempengaruhi satu dan lainnya, sehingga intervensi yang dibutuhkan untuk menangani permasalahan ini tidak bisa hanya ditinjau dari satu dimensi perspektif saja, misalnya ketersediaan bidan maupun program yang berkaitan dengan KIA dan pencegahan komplikasi. Semestinya, pertanyaan yang diajukan tidak selesai pada ketersediaan namun justru mempertanyakan keselarasan ketersediaan dengan kualitas sumber daya yang tersedia tersebut.

Adanya Permenkes Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual harus disokong oleh peningkatan kualitas bidan dan Puskesmas dalam memberikan pelayanan KIA, sehingga angka kematian maternal dan neonatal dapat ditekan. Kualitas pelayanan yang tidak sesuai dengan target, yang terefleksikan dari tingginya kasus kematian ibu dan bayi, harus ditelaah lebih jauh faktor-faktor penyebabnya sehingga urgensi peningkatan kualitas tidak hanya berhenti sebagai kalimat pemanis saja. Pemerintah melalui Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 sudah mengatur adanya standar pelayanan minimal atau yang biasa disingkat menjadi SPM, sebagai salah satu upaya standarisasi layanan kesehatan yang diberikan pada masyarakat. Permenkes tersebut sejatinya memiliki penjelasan yang rinci terkait pelayanan kesehatan ibu dan anak, hingga kegiatan yang dilakukan jika terdapat kasus komplikasi maternal dan neonatal

Peningkatan kualitas bidan dan layanan faskes primer harus didasari pada kebijakan tersebut. Ketika berbicara tentang target penurunan kematian ibu dan bayi, maka kualitas tidak akan dapat dipisahkan oleh ketersediaan sumber daya pendukung faskes maupun bidan. Oleh karena itu, tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia harus dilihat sebagai suatu permasalahan kompleks yang membutuhkan peranan bidan dan Puskesmas secara krusial. Kualitas tidak sesuai standar harusnya menimbulkan pertanyaan besar yang berkaitan dengan faktor penyebab ketidaksesuaian tersebut. Bidan yang tidak tersedia selama 24 jam bisa jadi dikarenakan tidak adanya fasilitas yang menunjang bidan bisa memberikan layanan selama 24 jam jika sewaktu-waktu terjadi kasus komplikasi. Begitu pula dengan Puskesmas yang bisa jadi menyediakan layanan 24 jam, akan tetapi bidan di daerah tersebut tidak bisa dengan mudah mengakses daerah yang memiliki kasus komplikasi maternal atau neonatal karena ambulans yang tidak tersedia atau jalan yang sulit dilewati kendaraan tertentu misalnya.

Masalah-masalah tersebut sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai kalangan, mengingat angka kematian ibu dan anak di Indonesia yang masih jauh dari harapan. Baik pemerintah, lembaga swasta, maupun masyarakat harus bahu-membahu untuk menyelesaikan permasalahan kematian ibu dan anak. Pemerintah dan lembaga swasta dapat bekerja sama untuk menyediakan sumber daya pendukung yang memungkinkan bidan dan Puskesmas memberikan layanan sesuai standar. Selain itu, ibu juga diharapkan dapat berperan aktif untuk melakukan kunjungan antenatal care sehingga risiko komplikasi dapat diantisipasi sedini mungkin. Kelompok masyarakat lain juga dapat membantu menyediakan adanya rumah singgah misalnya, sebagai tempat yang paling mudah diakses oleh ibu maupun bidan di daerah tertentu apabila sewaktu-waktu ibu membutuhkan layanan layanan persalinan, ataupun ibu harus dirujuk ke faskes lain sehingga tindak lanjut dapat diberikan secara cepat.

Implikasi Kebijakan

Apabila permasalahan yang berkaitan dengan kompetensi bidan dan kualitas pelayananan di Puskesmas tidak diperbaiki, maka permasalahan tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia sulit mengalami penurunan.

Rekomendasi Kebijakan

Permasalahan AKI dan AKB sudah seharusnya menjadi perhatian seluruh kalangan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga swasta, maupun lembaga swadaya masyarakat lainnya. Target-target untuk menyelesaikan permasalahan ini sudah banyak dicanangkan di dalam beberapa kebijakan. Rekomendasi yang diberikan adalah perlunya program atau kegiatan yang dapat merealisasikan target-target yang telah disusun dalam kebijakan-kebijakan yang ada di indonesia sehingga dapat menjadi upaya yang efektif dalam menurunkan permasalahan tersebut. Perlu adanya perbaikan dari kompetensi bidan yang ada di seluruh Indonesia dan perbaikan kualitas pelayanan di puskesmas seluruh Indonesia khususnya puskesmas-puskesmas yang berada di daerah pedesaan atau daerah-daerah yang terpencil dan sulit dijangkau.

Daftar Pustaka

Achidi, Echadi. (2019) Kematian Maternal dan Neonatal di Indonesia. Universitas Indonesia.

1-Kematian-Maternal-dan-Neonatal-di-Indonesia.pdf. (n.d.). Retrieved November 4, 2020, from https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/rakerkesnas-2019/SESI%20I/Kelompok%201/1-Kematian-Maternal-dan-Neonatal-di-Indonesia.pdf

Amalia Hasanah, N. (2016). Pelaksanaan Hubungan Kerja Antara Rumah Sakit dengan BPJS Kesehatan Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

BUKU I RPJMN 2015–2019.pdf. (n.d.). Retrieved November 4, 2020, from http://djsn.go.id/storage/app/media/RPJM/BUKU%20I%20RPJMN%202015-2019.pdf

Buku_Ringkasan_Metadata_Indikator_TPB.pdf. (n.d.). Retrieved November 4, 2020, from http://sdgs.bappenas.go.id/wp-content/uploads/2017/09/Buku_Ringkasan_Metadata_Indikator_TPB.pdf

Gloria Setyavania Putri. (2019, March 13). Rapor Indonesia untuk Kematian Ibu dan Bayi Jeblok, Ini 7 Faktanya Halaman all. KOMPAS.com. https://sains.kompas.com/read/2019/03/13/190200023/rapor-indonesia-untuk-kematian-ibu-dan-bayi-jeblok-ini-7-faktanya

Gustina, E., & Rahmi, S. A. (2019). Evaluation of Basic Emergency Obstetric and Newborn Care (BEMONC) Implementation. Unnes Journal of Public Health, 8(1), 23–28. https://doi.org/10.15294/ujph.v8i1.22753

Kusumaningtyas, S., & Wangsa Wibawa, S. (2018, March 20). Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia Tinggi, Riset Ungkap Sebabnya. KOMPAS.com. https://sains.kompas.com/read/2018/03/28/203300723/angka-kematian-ibu-dan-bayi-di-indonesia-tinggi-riset-ungkap-sebabnya

Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia Tinggi, Ini Penyebab Utamanya | Lifestyle. (2018, December 25). Bisnis.Com. https://lifestyle.bisnis.com/read/20181225/106/872683/kematian-ibu-dan-bayi-di-indonesia-tinggi-ini-penyebab-utamanya

Media, K. C. (n.d.-a). Anies Bertekad Tekan Angka Kematian Ibu dan Anak di Jakarta. KOMPAS.com. Retrieved November 4, 2020, from https://megapolitan.kompas.com/read/2017/05/07/16164481/anies.bertekad.tekan.angka.kematian.ibu.dan.anak.di.jakarta

Media, K. C. (n.d.-b). Bupati Semarang Janji Pro Aktif Turunkan Angka Kematian Ibu dan Anak. KOMPAS.com. Retrieved November 4, 2020, from https://regional.kompas.com/read/2016/02/17/22012561/Bupati.Semarang.Janji.Pro.Aktif.Turunkan.Angka.Kematian.Ibu.dan.Anak

Media, K. C. (n.d.-c). Tingkat Kematian Ibu Melahirkan di Indonesia Masih Mengkhawatirkan. KOMPAS.com. Retrieved November 4, 2020, from https://regional.kompas.com/read/2019/09/30/11435771/tingkat-kematian-ibu-melahirkan-di-indonesia-masih-mengkhawatirkan

Menkes: Masalah Kesehatan Indonesia adalah Stunting dan Kematian Ibu-Anak. (n.d.). Retrieved November 4, 2020, from https://nasional.kompas.com/read/2020/06/30/13000751/menkes-masalah-kesehatan-indonesia-adalah-stunting-dan-kematian-ibu-anak

Narasi RPJMN IV 2020–2024_Revisi 28 Juni 2019.pdf. (n.d.-a). Retrieved November 4, 2020, from https://www.bappenas.go.id/files/rpjmn/Narasi%20RPJMN%20IV%202020-2024_Revisi%2028%20Juni%202019.pdf

National Research Council. (2013). Reducing maternal and neonatal mortality in Indonesia: Saving lives, saving the future. The National Academies Press. https://doi.org/10.17226/18437

Rapor Indonesia untuk Kematian Ibu dan Bayi Jeblok, Ini 7 Faktanya. (n.d.). Retrieved November 4, 2020, from https://sains.kompas.com/read/2019/03/13/190200023/rapor-indonesia-untuk-kematian-ibu-dan-bayi-jeblok-ini-7-faktanya

Sari, R., Musfiroh, M., & Pratiwi, D. K. S. (2019). IMPROVING THE KNOWLEDGE MANAGEMENT WITH TRAINING BASIC EMERGENCY OBSTETRIC NEONATAL TO MIDWIFE IN SURAKARTA HEALTH CENTER. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 10(2), 431–437. https://doi.org/10.26751/jikk.v10i2.670

Soal Stunting dan Kematian Ibu di Indonesia, Ini Solusi Para Cawapres. (n.d.). Retrieved November 4, 2020, from https://sains.kompas.com/read/2019/03/17/211610823/soal-stunting-dan-kematian-ibu-di-indonesia-ini-solusi-para-cawapres

Taftazani, B. (2017). MASALAH SOSIAL DAN WIRAUSAHA SOSIAL. Share Social Work Journal, 7. https://doi.org/10.24198/share.v7i1.13822

WHO. (2007). Dibalik Angka Pengkajian Kematian Maternal dan Komplikasi Untuk Mendapatkan Kehamilan yang Lebih Aman. World Health Organization.

WHO. (2017). The Republic of Indonesia Health System Review (Vol. 7). WHO Regional Office for South-East Asia. https://apps.who.int/iris/handle/10665/254716

--

--

Aisyah Rahvy
Buletin Risalah Kebijakan Kesehatan

Health Economics enthusiast. A master-degree student in Universitas Indonesia. A research assistant of ACeHAP (the Airlangga Centre for Health Policy)