Lini Masa Pembangunan Kesehatan Masyarakat di Indonesia

Ilham Akhsanu Ridlo
Buletin Risalah Kebijakan Kesehatan
6 min readNov 14, 2021

--

Setiap 12 November diperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) berbarengan dengan hari pahlawan beberapa hari sebelumnya. Namun belum banyak yang tahu bagaimana serpihan sejarah dan momentum kesehatan masyarakat di Indonesia. Hingga masuk pada periode post-millenial permasalahan kesehatan masyarakat makin kompleks. Kompleksitas itu buah dari akumulasi zaman. Maka ada baiknya kita menengok beberapa momentum sejarah yang menurut saya adalah fragmen sejarah.

Era Kolonial

Dimulai dari era kolonial, sejarah kesehatan masyarakat kita tidak terlepas dari munculnya beragam kasus penyakit dan masalah kesehatan yg terjadi di beberapa daerah. Berbagai program baik pemberantasan wabah penyakit (epidemi) maupun pelatihan praktik persalinan yang sehat telah dilakukan. Beberapa laporan dari RS Militer di Ambon, Surat pendirian RS Jiwa di Jalan Raya Pos, dan laporan adanya demam (belum jelas yg dimaksud chikungunya atau dengue fever) di daerah Wonosobo, memperlihatkan bagaimana respon pemerintah kolonial terhadap beberapa kasus kesehatan.

Surat dan laporan kesehatan dari beberapa daerah di Hindia Belanda.
Gb. 1 Laporan dari RS Militer di Ambon; Surat Pendirian RS Jiwa Pertama Hindia Belanda; Surat Residen Bagelen yang melaporkan keadaan kesehatan penduduk Wonoroto.

Dari beberapa dokumen yang disebutkan, dapat dipahami bahwa respon pemerintah kolonial Hindia Belanda cenderung reaktif terhadap kasus wabah. Respon ini boleh jadi karena sistem kesehatan masa itu dibentuk hanya untuk tujuan mengamankan distribusi dan produksi komoditi perkebunan dan hasil bumi. Namun yang patut “diapresiasi” adalah pembangunan beberapa fasilitas untuk melakukan rehabilitasi untuk merespon epidemi (wabah) di Sukabumi. Bahkan sampai saat ini gedung yang dipakai untuk rehabilitasi epidemi dan riset masih eksis hingga kini (red: Gedung Lembaga Pasteur yang sekarang berganti nama sebagai Biofarma).

Gb. 2 Besluit Institut Pasteur tahun 1915.
Gb. 3 Surat A. J. Nieuwenhuijs kepada Directeur van Binnenlands Bestuur Sumatera tentang pemberian wewenang atas anggaran daerah untuk vaksinasi dan obat-obatan.

Era Pasca Kemerdekaan

Dalam periode pasca kemerdekaan, penanganan kesehatan merupakan salahsatu yang diupayakan oleh pemerintah yang baru lahir. Beberapa arsip menceritakan tentang laporan perjalanan dinas Penasehat Dinas Kesehatan Rakyat (DKR).

Gb. 4 R. Laporan R. Tumbelaka Penasehat Dinas Kesehatan Rakyat (DKR). DKR kemudian merupakan cikal bakal lahirnya Dinas Kesehatan Kabupaten.

Dimasa pasca kemerdekaan dan usaha mempertahankan kemerdekaan. Urusan kesehatan juga menjadi ajang diplomasi dan penguatan ikatan antar negara koloni (pendudukan) untuk keluar dari kolonialisme. Posisi Indonesia dalam menggalang perjuangan melalui jalur diplomasi juga diikuti dengan menciptakan usaha-usaha dalam perdamaian dunia. Usaha ini misalnya berbuah pengiriman obat-obatan dari Palang Merah India kepada Palang Merah Indonesia (PMI).

Gb. 5 Bantuan PMI India untuk PMI Indonesia, 26 Agustus 1947
Gb. 5 Bantuan PMI India untuk PMI Indonesia, 26 Agustus 1947

Pada masa-masa awal kemerdekaan peran PMI dalam upaya mobilisasi kesehatan masyarakat juga penting, salahsatunya berupa penyuluhan kesehatan. Selain itu, Ambulan PMI juga sebagai tulang punggung bagi perjuangan untuk merawat para pejuang juga rakyat sebagai dampak dari agresi militer Belanda.

Gb. 6 Penyuluhan kesehatan oleh Palang Merah kepada rakyat dan pejuang kemerdekaan
Gb. 7 Mobil Ambulans PMI

Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda 27 Desember 1949, 10.17 pagi waktu setempat, yang berisi pengakuan kedaulatan Indonesia oleh pihak Belanda maka dimulailah babak baru pembangunan sistem kesehatan Indonesia. Kesehatan masyarakat mulai dirintis pemerintah. Beberapa fokus diantaranya pembangunan Sanatorium dan Rumah Sakit. Waktu itu kasus penyakit infeksi (TBC, Kolera, Malaria) menjadi masalah kesehatan. Usaha tersebut juga membuat Presiden Soekarno tidak jarang menyempatkan kunjungan ke daerah dengan membezuk pasien di RS setempat. Sebuah narasi keberpihakan pada kepentingan publik yakni kesehatan.

Gb. 8 Pembangunan Sanatorium di Dago, Bandung
Gb. 9 Presiden Soekarno, Bezuk pasien di RS Makassar

Bandung Plan

Tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dengan diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) tahun 1951 oleh Dr. J. Leimena & Dr. Abdoel Patah selanjutnya dikenal dengan istilah Patah -Leimena.

Gb. 10 J. Leimena (x) foto bersama dengan beberapa tokoh nasional

Bandung Plan kurang lebih berisi konsep bahwa pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan aspek preventif tidak boleh dipisahkan baik di Rumah Sakit (RS) maupun di Pos kesehatan (red: Puskesmas) di desa. Adanya sebuah integrasi pelayanan kesehatan. Konsep Patah-Leimena ini yang kemudian mulai tahun 1952 masuk dalam kurikulum pendidikan kedokteran di Indonesia. Bandung Plan hingga tahun 1968 belum masuk pada tataran operasional. Namun diantara tahun-tahun ini sudah banyak rintisan Puskesmas yg kita kenal sekarang. Cikal bakal itu terlihat dengan makin banyaknya balai pengobatan di daerah termasuk di luar jawa. Misalnya kunjungan Mohammad Hatta ke Balai Pengobatan Riau, peresmian Balai Pengobatan Kusta di Bekasi.

Gb.11 Kunjungan Hatta ke balai pengotana di kepulauan Riau
Gb.12 Kegiatan pembangunan dan peresmian balai pengobatan Kusta

Begitu juga Fasyankes rujukan di luar jawa mulai mendapatkan perhatian. Diantaranya keberadaan Rumah Sakit di Makassar, Minahasa dan Manokwari.

Gb.13 Beberapa Fasyankes di luar Jawa
Gb.14 Rumah Sakiy Manokwari, Papua Barat

Upaya preventif juga diupayakan sebagai respon dari kasus yg merebak di daerah. Seperti penyemprotan obat DDT untuk basmi nyamuk (DDT sekarang sudah tidak digunakan lagi) dan Vaksinasi BCG/TBC.

Gb.15 Aktivitas pembasmian sarang nyamuk dan Vaksinasi BCG.

Masa orde baru upaya kesehatan masyarakat mendapatkan momentum. Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 tahun 1982 Puskemas diresmikan sebagai sebuah sistem kesehatan dasar. Sebuah operasionalisasi dari konsep Patah-Leimena di Bandung Plan (1951).

Gb. 16 Puskesmas masa lalu. Puskesmas di Bali tahun 1971 dari koleksi Tropen Museum yang diunggah oleh @perfectlifeid di Instagram

Selain Puskesmas yg hingga kini kita kenal, pada saat itu kesehatan masyarakat lekat dgn pengendalian ledakan penduduk dan Kesehatan Ibu dan Anak. Program KB resmi di Propinsi Bali tanggal 21 Juni 1976 dan ditindaklanjuti dengan adanya kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

Gb. 16 Kegiatan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)

Puskesmas dan Posyandu hingga kini menjadi upaya nyata keberpihakan pemerintah dalam kesehatan masyarakat khususnya upaya preventif dan promotif. Sejak SKN tahun 1982 (Kepmenkes 99a/1982) kita bisa ketahui bagaimana arah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) kita.

Pasca Reformasi kelanjutan visi pembangunan kesehatan di Indonesia dituangkan dalam Visi Indonesia Sehat 2010 yang dirumuskan oleh Menkes ke-13, Faried Anfasa Moeloek. Era Kepemimpinan BJ. Habibie. Namun hingga selesai masuk 2010 tantangan persoalan kesehatan di Indonesia kian problematik. Hingga kemudian muncul Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Hingga kini kita menghadapi tiga masalah sistem kesehatan yaitu fasyankes/Infrastruktur kesehatan yang belum merata dan kurang memadai, distribusi SDM Kesehatan yang belum merata, khususnya tenaga kesehatan dan masalah alokasi anggaran/pendanaan.

Isu/tantangan Kesehatan Masyarakat saat ini meliputi masalah utama soal Stunting, AKI dan AKB, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penguatan pelayanan Kesehatan dan obat/alat kesehatan. Semoga kita semua jadikan 12 November (Hari Kesehatan Nasional) ini tidak hanya ajang selebrasi heroisme tenaga kesehata semata. Namun lebih dari itu semua ikut bergerak mendukung pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia. Karena sehat itu hak, menjaga kesehatan juga sebuah kewajiban bersama.

***

München 12 November 2021 ☕️ 17:31 CET

Artikel ini berkembang dengan artian bahwa memungkinkan disunting ulang atau menerima masukan, koreksi dan masukan lainnya.

--

--

Ilham Akhsanu Ridlo
Buletin Risalah Kebijakan Kesehatan

Science Watchdog. Research on Communicating Science: A Collaboration Between Scientists and Journalists Covering the COVID-19 Pandemic in Indonesia.