Mengapa Vaksin COVID-19 Harus Gratis?

--

Photo by Markus Winkler on Unsplash

Penyusun :
Athiya Adibatul Wasi, Putri Retno Asih, Ayuc Shinta Indah Sari, Amalia Safira Perdana Qohar

Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga

Korespondensi :
Athiya Adibatul Wasi
Athiya.adibatul.wasi-2017@fkm.unair.ac.id

RINGKASAN EKSEKUTIF

Simpang-siur informasi vaksin COVID-19 telah terjadi sejak awal vaksinasi COVID-19 diagendakan. Berubah-ubahnya kebijakan dan tidak sinkronnya informasi yang disampaikan oleh pejabat publik yang terlibat langsung dalam pengadaan dan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 membuat pro kontra di kalangan publik. Terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai respon pemerintah dalam menyikapi pandemi COVID-19 yang berstatus sebagai bencana non alam nasional menjadi payung hukum pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Vaksinasi COVID-19 ditargetkan akan didistribusikan dan diaplikasikan pada penduduk Indonesia pada awal Januari tahun 2021. Kendati vaksinasi COVID-19 menjadi salah satu pencegahan guna penanggulangan COVID-19 yang merupakan bencana nasional tidak membuat membuat semua penduduk Indonesia akan mendapat suntikan vaksinasi COVID-19 secara gratis.

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor H.K 01.0/Menkes/9860/2020 pada point lima sasaran penerima vaksin covid-19 terbagi menjadi dua, yaitu sasaran penerima yang dibiayai oleh pemerintah dan juga penerima peserta mandiri yang dilakukan oleh BUMN. Setelah menerima banyak masukan kontra dari masyarakat yang menanggapi perihal biaya vaksin tersebut pemerintah kembali menegaskan bahwa vaksin gratis bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa dipungut biaya sepeserpun. Akan tetapi masih belum ada hukum yang dapat membawahi pernyataan tersebut, dan dapat menimbulkan banyak kekhawatiran lainnya. Oleh karena itu, maka dalam hal ini perlu adanya perbaikan lagi terhadap peraturan kebijakan yang telah ada untuk mempertegas bagaimana pelaksanaan vaksin COVID akan dijalankan semestinya.

terdapat tiga prasyarat yang harus dipenuhi agar strategi herd immunity bisa tercapai, yaitu:Vaksin harus aman dan punya efektivitas yang memadai. Angka reproduksi Covid-19 harus ditekan serendah mungkin, setidaknya Cakupan dari vaksinasinya mendekati 100 persen. Selain itu, jika menilik lagi pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 tahun 2017 tentang penyelenggaraan Imunisasi, vaksin Covid-19 ini termasuk ke dalam imunisasi program khusus, yang sudah semestinya segala biaya penyelenggara dan pengadaan ditanggung oleh pemerintah.

Menurut Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, dan epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, berpendapat, seharusnya tak ada komersialisasi vaksin Covid-19. Dalam situasi pandemi Covid-19 yang sudah ditetapkan sebagai bencana nasional, seharusnya tak ada dasar bagi pemerintah untuk mengkomersilkan vaksin.Vaksin Covid-19 ini sangat erat kaitannya dengan strategi herd immunity atau kekebalan komunitas untuk mengendalikan pandemi virus tersebut. Sehingga apabila vaksin ini berbayar, maka sedikit kemungkinan untuk bisa menjadikan herd immunity. Karena tentunya masyarakat akan merasa terbebani dengan adanya biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan vaksin tersebut dan memilih untuk tidak mendapatkannya.

A. PENDAHULUAN

Kebijakan tentang pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 menjadi angin segar untuk menyelesaikan permasalahan COVID-19 di Indonesia yang tak kunjung menemukan titik terang. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan Pandemi COVID-19 yang masih berkembang di Indonesia sampai saat ini. Namun dalam implementasinya, kebijakan ini menimbulkan kesimpangsiuran. Masalah tersebut diperkuat dengan adanya ketidaksinkronan informasi yang disampaikan oleh masing-masing stakeholder yang terkait. Kurangnya koordinasi ataupun pelimpahan kekuasan yang kurang sesuai sehingga menimbulkan miss informasi di masyarakat mengenai vaksin COVID-19. Hal ini menimbulkan tanda tanya masyarakat terkait kebijakan Vaksin COVID-19 tersebut. Akhirnya solusi yang ditawarkan pemerintah dengan adanya kebijakan ini kurang bisa tersampaikan kepada masyarakat dan juga menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemangku kebijakan dalam penanganan COVID-19.

Selain itu, kebijakan pengadaan vaksin COVID-19 di Indonesia dinilai terlalu terburu-buru. Hal ini dikarenakan vaksin memiliki hubungan yang erat dengan nyawa manusia. Keberhasilan dan kegagalan vaksinasi akan berpengaruh secara langsung dalam kehidupan manusia, yang apabila gagal akan dapat menyebabkan kematian. Masalah ini sangatlah penting bagi pemerintah maupun masyarakat, karena pemerintah sebagai pengambil keputusan, dan masyarakat yang akan berdampak dari keputusan yang diambil oleh pemerintah. Kebijakan tersebut mungkin bisa berjalan dengan baik apabila pemerintah benar-benar diperhitungkan dan dipersiapkan secara jelas termasuk penegasan mengenai kehalalan, keamanan, pendistribusian dan biaya yang yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mendapatkan vaksinasi. Selain itu pemerintah juga harus memiliki strategi pengkomunikasian yang baik kepada masyarakat untuk menimbulkan tingkat kepercayaan, sehingga tidak lagi ada kebingungan masyarakat dan tidak terjadi penolakan masyarakat terkait vaksinasi COVID-19.

B. METODE

Metode yang digunakan dalam penulisan ini yaitu telaah peraturan tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), selain itu juga menganalisis informasi-informasi yang didapatkan dari media berita terkait Peraturan presiden mengenai pengadaan dan pelaksanaan vaksin serta penelitian mengenai covid-19. hasil dari telaah peraturan dan berita. Setelah menelaah peraturan dan informasi berita lalu didiskusikan bersama dan diolah menjadi poin argumentasi sebagai rekomendasi bagi pemerintah untuk memperbaiki peraturan yang telah ditetapkan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), dilaporkan sebagai kasus pneumonia jenis baru yang ditemukan pertama kali di Kota Wuhan, China pada tanggal 31 Desember 2019. Penyebaran COVID-19 yang sangat singkat di berbagai negara dan peningkatan jumlah kasus yang cepat membuat WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020. Indonesia melaporkan kasus COVID-19 pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020 dengan ditemukannya dua kasus pasien positif COVID-19 di Indonesia. Kasus COVID-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan dan menyebar dengan cepat keseluruh wilayah Indonesia yang akhirnya berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Melihat kondisi tersebut, pemerintah Indonesia menetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dan menetapkan KKM COVID-19 di Indonesia wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Jumlah kasus tersebut hingga kini terus mengalami peningkatan mencapai 587 ribu jiwa dengan kasus kematian 18 ribu jiwa per tanggal 9 Desember 2020. Selain itu, atas pertimbangan penyebaran COVID-19 yang berdampak pada meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah terdampak, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas, Pemerintah Indonesia menetapkan COVID-19 menjadi bencana nasional non-alam berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional (KEMENKES, 2020).

Dalam rangka mencegah dan menanggulangi COVID-19, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya yang salah satunya adalah mengeluarkan peraturan terkait Pengadaan Vaksin yang tertuang pada Perpres Nomor 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Dalam isi Peraturan Presiden Nomor 99 tahun 2020 tersebut mengatur 4 cakupan kegiatan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi yang meliputi, pengadaan vaksin COVID-19, pelaksanaan vaksinasi COVID-19, pendanaan pengadaan dan pelaksanaan COVID-19, serta dukungan dan fasilitas kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.

  1. Pengadaan Vaksin

Kegiatan pengadaan vaksin COVID-19 meliputi penyediaan vaksin COVID-19 dan peralatan pendukung dan logistik yang diperlukan. Selain itu juga ada kegiatan distribusi vaksin COVID-19 yang telah disediakan sampai pada titik serah yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tersebut, Menteri Kesehatan menugaskan kepada Badan Usaha milik negara di bidang farmasi yaitu PT Bio Farma (Persero) dalam hal pengadaan vaksin. Bio farma dapat melibatkan anak usahanya dana juga dapat bekerjasama dengan badan usaha atau lembaga baik didalam maupun luar negeri serta meneta[kan ketentuan kerjasama pelaksanaan COVID-19.

Menteri kesehatan bertanggung jawab untuk menunjuk langsung badan usaha penyedia (badan usaha nasional/asing) yang memenuhi persyaratan dan yang menentukan jenis dan jumlah pengadaan vaksin COVID-19, dengan memperhatikan pertimbangan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Menteri Kesehatan juga yang akan menetapkan besaran harga pembelian vaksin COVID-19 dengan mempertimbangkan kedaruratan dan keterbatasan tersedianya vaksin COVID-19.

2. Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19

Kegiatan pelaksanaan vaksinasi dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam melaksanakan vaksinasi Kementerian Kesehatan menetapkan:

a. kriteria dan prioritas penerima vaksin;

b. prioritas wilayah penerima vaksin

c. jadwal dan tahapan pemberian vaksin

d. standar pelayanan vaksinasi

melihat kriteria yang ditetapkan tersebut bahwa vaksinasi COVID-19 akan dilakukan hanya kepada kriteria atau orang tertentu saja, dan tidak bisa diakses oleh semua orang. Padahal menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, disebutkan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses dan sumber daya kesehatan, apalagi dengan permasalahan kesehatan yang sama.

3. Pendanaan pengadaan vaksin COVID-19 dan pelaksanaan vaksinasi COVID-19

Pendanaan pengadaan vaksin COVID-19 dan pelaksanaan vaksinasi COVId-19 oleh Pemerintah bersumber pada anggaran pendapatan dan belanja negara, dan atau sumber lain yang sah tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. semestinya Kegiatan pendanaan pengadaan vaksin covid ini vaksin diusulkan gratis bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa dipungut biaya sepeserpun. Akan tetapi masih belum ada hukum yang dapat membawahi pernyataan tersebut dan dapat menimbulkan banyak kekhawatiran lainnya. Oleh karena itu, maka dalam hal ini perlu adanya perbaikan lagi terhadap peraturan kebijakan yang telah ada untuk mempertegas bagaimana pelaksanaan vaksin COVID akan dijalankan.

4. Dukungan dan fasilitas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

Dalam rangka mendukung percepatan dan kelancaran pelaksanaan pengadaan vaksin COVID-19 dan vaksinasi COVID-19, kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota memberikan dukungan sesuai dengan ketentuan yang telah disebutkan di peraturan perundang-undangan.

Dari 4 cakupan diatas yang telah dijelaskan, sama sekali tidak membahas apakah vaksin akan diberikan secara gratis ke masyarakat atau tidak. Namun hanya menjelaskan kriteria dan prioritas, hal tersebutlah yang akhirnya menjadi kekeliruan di masyarakat dan bermunculan berita hoax sebelum adanya pengumuman Presiden bahwa vaksin COVID-19 diberikan kepada seluruh masyarakat secara gratis. hal tersebut memang seharusnya vaksin COVID-19 diberikan secara gratis ke seluruh masyarakat tanpa adanya kriteria atau prioritas-prioritas tertentu, karena semua masyarakat mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan akses layanan kesehatan sesuai dengan Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Apabila vaksin diberikan secara gratis maka akan mempercepat pengendalian COVID-19 karena semua lapisan masyarakat menjadi terlindungi.

Menurut Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, dan epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, berpendapat, seharusnya tak ada komersialisasi vaksin Covid-19. Dalam situasi pandemi Covid-19 yang sudah ditetapkan sebagai bencana nasional, seharusnya tak ada dasar bagi pemerintah untuk mengkomersilkan vaksin.

Vaksin Covid-19 ini sangat erat kaitannya dengan strategi herd immunity atau kekebalan komunitas untuk mengendalikan pandemi virus tersebut. Sehingga apabila vaksin ini berbayar, maka sedikit kemungkinan untuk bisa menjadikan herd immunity. Karena tentunya masyarakat akan merasa terbebani dengan adanya biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan vaksin tersebut dan memilih untuk tidak mendapatkannya.

Selain itu, jika menilik lagi pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 tahun 2017 tentang penyelenggaraan Imunisasi, vaksin Covid-19 ini termasuk ke dalam imunisasi program khusus, yang sudah semestinya segala biaya penyelenggaraan dan pengadaan ditanggung oleh pemerintah.

D. IMPLIKASI KEBIJAKAN

Peraturan Presiden republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

E. REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan analisis di atas maka rekomendasi yang dapat diberikan untuk perbaikan yaitu: pemerintah harus membuat regulasi yang jelas terkait vaksin COVID-19 diberikan secara gratis kepada seluruh masyarakat

F. REFERENSI

Menteri Kesehatan. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19) Revisi ke-5. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Peraturan Presiden republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 tahun 2017 tentang penyelenggaraan Imunisasi

--

--