Uang Kontan adalah Raja — Peran Supply Chain Financing pada Industri Logistik

FRANSISKA NATA
Ritase
Published in
9 min readMar 15, 2021

Article in English version can be accessed here.

Pada artikel ini kami membahas dampak pengelolaan arus kas yang baik terutama pada industri logistik dan angkutan barang sehingga dapat memberikan efek positif bagi semua pihak; shipper mendapatkan kepastian angkutan tepat waktu dengan harga yang optimal, transporter mendapatkan muatan kontinyu dan pembayaran lancar, dan institusi finansial dapat melakukan pendanaan dengan struktur risiko minimal, sehingga akhirnya dapat menopang kemajuan industri logistik sebuah negara.

Apakah bisnis logistik terutama angkutan barang adalah zero-sum game?

  • Shipper / pemilik barang selalu berusaha membayar transporter semurah mungkin dan menerapkan termin pembayaran selama mungkin
  • Transporter selalu mencari muatan yang ongkosnya setinggi mungkin dan berusaha mendapatkan uang jalan kontan.
  • Institusi finansial / bank konvensional hanya memberikan pendanaan (financing) kepada perusahaan-perusahaan transportasi yang besar-besar saja.

Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat tantangan yang dihadapi oleh masing-masing pihak.

Tantangan

Shipper Enterprise/Pemilik Muatan

  • Kompleksitas pengelolaan transportasi barang
Proses bisnis dari divisi procurement/logistik sebuah perusahaan

Divisi logistik atau procurement sebuah perusahaan menghadapi tantangan tersendiri dalam menjalankan tugas sehari-hari. Mengelola puluhan hingga ratusan supplier/transporter, mulai dari proses sourcing, contracting, procurement, invoicing, sampai approval invoicing, harus melibatkan multi divisi (manajemen vendor, operasional, keuangan, account, dll) dan memerlukan orkestrasi dengan kompleksitas tinggi, terlebih jika masih menggunakan sistem konvensional/jadul (email, spreadsheet, ERP standar — tanpa modul pendukung, telpon, fax?).

  • Sistem konvensional yang rigid menyulitkan pengelolaan transporter/supplier secara berkelanjutan

Mengingat kompleksitas manajemen tinggi seperti yang dijelaskan di atas, shipper pada umumnya menerapkan standar sistem yang kaku pula, dengan harapkan memudahkan pengelolaan transporter. Contohnya dengan penerapan standar tempo pembayaran (term of payment) selama 30, 45, 60, atau bahkan 90 hari, sehingga hanya sebagian kecil transporter yang mampu untuk melayani perusahaan tersebut. Hal ini menjadi bumerang karena pada akhirnya menyulitkan divisi logistik / procurement perusahaan itu sendiri dalam pengelolaan vendor transporter secara berkelanjutan.

Transporter

  • Transporter membutuhkan modal kerja (working capital) yang fleksibel
50.5% transaksi B2B di Indonesia merupakan transaksi dengan pembayaran bertempo, sehingga cash gap period pasti dialami sebagian besar perusahaan B2B

Logistik transportasi barang adalah salah satu industri yang tidak lepas dari praktek cash gap. Cash gap adalah periode di mana terdapat jangka waktu antara pemasukan dan pengeluaran kas dalam sebuah transaksi. Contoh riil-nya, transporter harus menyediakan uang jalan (bahan bakar, biaya tol, biaya penyeberangan, tenaga kerja bongkar muat) secara kontan setiap harinya, sedangkan pembayaran dari shipper umumnya menggunakan tempo (30, 45, 60 hari) semenjak invoice di-submit oleh transporter.

Rata-rata jatuh tempo pembayaran transaksi kredit di Indonesia adalah 23 hari, namun pada kenyataannya pengunduran hingga 30 hari sering terjadi, mengakibatkan total menjadi 53 hari

Hal di atas dapat diperparah apabila pengelolaan invoice submission oleh shipper masih menggunakan metode konvensional, sehingga sering mengakibatkan penundaan pembayaran. Rata-rata penundaan pembayaran di Indonesia mencapai 30 hari (1 bulan!), yang disebabkan berbagai faktor; invoice salah format, bukti pengiriman pendukung tidak lengkap, berita acara lupa ditandatangani, dan lain sebagainya.

Setiap pengunduran 15 hari berdampak meningkatnya total cost logistik sebesar 20%. Penerapan Supply Chain Financing Program dapat mengurangi cost total hingga 50%

Ini menjadi tantangan berat bagi transporter/supplier manapun. Seperti yang terlihat pada gambar di atas, setiap penundaan pembayaran selama 15 hari akan berdampak peningkatan ~20% pada total ongkos logistik secara keseluruhan!

Bank / Institusi Finansial

  • Sulitnya melakukan risk assessment
Penyebab institusi finansial/bank enggan melakukan pembiayaan kepada vendor skala kecil — medium

Institusi finansial /bank konvensional juga enggan untuk masuk ke dalam pembiayaan transportasi barang. Ada beberapa alasan valid yang menyebabkannya, namun penyebab umum alasan penolakan institusi finansial / bank adalah:

Know Your Customers (KYC) pada perusahaan trucking yang sangat terfragmentasi

Know Your Customers adalah proses standar yang harus dilakukan institusi finansial/bank guna mengenal, mengukur resiko, dan pada akhirnya memberikan kepercayaan dalam bentuk kredit ataupun modal kerja. Berdasar data Aptrindo tahun 2020, ada 1.900 perusahaan truk di seluruh Indonesia yang rata-rata memiliki kurang dari 20 unit truk. 80% perusahaan truk di Indonesia adalah perusahaan skala kecil ~ menengah dan dijalankan secara konvensional. Fragmentasi pasar logistik yang sangat tinggi ini menyebabkan kesulitan dalam proses KYC. Ada 74% transporter skala kecil-menengah pada umumnya mengalami penolakan karena institusi finansial/bank menganggap manfaat melakukan pendanaan kepada mereka tidak sebanding dengan mudaratnya; biaya untuk onboarding, compliance, dan servicing, serta kelengkapan data pendukung untuk credit assessment.

Peluang Supply Chain Financing Program

Supply chain financing (pembiayaan rantai pasok)adalah jenis pembiayaan modal kerja kepada mata rantai bisnis dalam rangka penyediaan pasokan/jasa dari pihak transporter/vendor kepada shipper/buyer.

Supply chain financing dapat memberi manfaat dengan menutup cash gap yang dialami baik shipper maupun transporter dalam operasional bisnisnya. Program supply chain financing sejatinya sudah ada sejak lama dan menjadi salah satu jasa yang ditawarkan institusi finansial/bank. Namun pada prakteknya, problem yang telah dipaparkan di awal artikel ini membuat implementasi antar ketiga belah pihak; shipper, transporter, dan institusi keuangan/bank menjadi sulit dilaksanakan.

Kehadiran teknologi platform sebagai pihak keempat berpotensi membawa perubahan positif dan mengeliminasi tantangan-tantangan di atas.

Terdapat 3 tahap maturity level bagaimana teknologi platform dapat membantu menyukseskan penyelenggaraan program Supply Chain Financing yang berkelanjutan.

Tiga tahap maturity level penyelenggaraan program supply chain financing yang berkelanjutan
  • Tahap 1 — Proses bisnis yang terstruktur

Tahap pertama merupakan fondasi dasar dalam upaya penerapan program Supply Chain Financing yang berkelanjutan. Perusahaan harus mulai merapikan proses bisnis dari awal (sourcing) hingga procurement. Mengadopsi sistem berbasis digital akan memegang peran sentral dalam implementasi tahap 1.

Pada artikel ini, kami telah mengulas bagaimana strategi penerapan sistem berbasis digital.

  • Tahap 2 — Menjalankan otomasi pada proses invoicing hingga pembayaran

Sistem invoicing dan pembayaran harus mulai dipindahkan dari proses paper based ke sistem berbasis digital. E-invoice diterapkan untuk dapat meningkatkan kecepatan dan ketepatan siklus proses persetujuan hingga pembayaran. Selanjutnya data ini dapat diolah untuk menjadi informasi yang lebih akurat terkait biaya yang harus dibayarkan serta kemampuan perusahaan dalam membayar. Dengan kemampuan melihat dan mengolah data ini, perusahaan dapat mengatur strategi finansialnya dengan lebih baik.

  • Tahapan 3 — Supply Chain Financing dan Dynamic Discounting

Ketika perusahaan telah menjalankan otomasi pada proses invoicing dan pembayaran, maka teknologi platform dapat menyediakan solusi yang melibatkan peran institusi finansial/bank, yaitu supply chain financing dan dynamic discounting.

Program supply chain financing mengajak institusi finansial/bank untuk terlibat dalam pemberian modal kerja. Vendor transporter dapat mengajukan percepatan pembayaran pada pihak ketiga menggunakan e-invoice yang telah disetujui. Perusahaan akan mendapatkan keuntungan berupa fleksibilitas termin pembayaran, transporter skala kecil sampai menengah mendapatkan modal kerja yang diperlukan, serta institusi finansial/bank dapat memberikan modal kerja dengan resiko minimal setelah mempertimbangkan history track record hubungan kerjasama perusahaan dan transporter yang tersimpan rapi dalam platform teknologi.

Dynamic discounting cocok diterapkan pada perusahaan yang memiliki arus kas yang sehat. Perusahaan dapat meminta diskon pembayaran dari vendor yang menginginkan pembayaran lebih cepat. Dalam hal ini, transporter mendapatkan modal kerja yang lebih fleksibel, sedangkan perusahaan dapat secara tidak langsung “berinvestasi” pada relasi baik dengan transporter-transporter berkualitas dan menjaga ketersediaan unit angkutan.

Ritase Enterprise SaaS Solution — SCF Platform

Alur kerja Ritase SCF Platform; teknologi yang menghubungkan transporter, shipper, dan institusi finansial dalam satu platform digital

Sebagai pelopor digitalisasi logistik, Ritase terus mengembangkan platform teknologinya agar menjadi one stop solution for all logistics requirements. Salah satunya adalah dengan mengembangkan Ritase Supply Chain Financing (SCF) Platform. Ritase SCF Platform hadir untuk melengkapi platform teknologi ritase yang saat ini telah banyak dipakai oleh baik perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional di Indonesia.

Ketika anda mengadopsi platform teknologi Ritase, Anda telah memiliki fondasi dasar tahap pertama untuk bisa menerapkan strategi finansial seperti supply chain financing dan dynamic discounting. Hal ini dapat dilakukan dengan mudah karena saat ini marketplace Ritase dan Ritase Enterprise SaaS Solution telah mengimplementasikan sistem digital proof of delivery dan e-invoice.

Pembuatan dan pengajuan e-Invoice di platform Ritase menyederhanakan proses penagihan dari transporter (sebagai vendor) kepada shipper (sebagai buyer)

Sistem pengajuan dan persetujuan invoice transporter secara digital telah tersedia di Ritase Enterprise SaaS Solution. Seluruh stakeholder di multi divisi dapat dengan mudah menjalankan proses verifikasi, persetujuan, hingga menerima laporan outstanding untuk masing-masing vendor dengan dashboard Ritase.

Proses approval invoice telah disediakan secara digital di Ritase SaaS. Seluruh tahapan dapat terpantau dengan mudah dan transparan. Fitur approval ini meliputi approval pengecekan dokumen proof of delivery, pengecekan biaya tambahan, perhitungan pajak dan finalisasi approval invoice

Selain itu, kita juga dapat memantau rekapitulasi batas waktu pembayaran berdasarkan terms of payment yang telah disepakati bersama vendor transporter. Kalkulasi ini dilakukan secara otomatis berdasarkan kontrak e-quotation yang telah disepakati sebelumnya (fitur e-quotation pernah dijelaskan pada artikel ini). Berdasarkan data-data yang ada, perusahaan dapat memperoleh insight terkait outstanding yang harus dibayarkan kepada vendor, sehingga dapat mengatur pengelolaan pembayaran perusahaan untuk menjaga arus kas perusahaan.

Monitoring term of payment untuk mengetahui jadwal pembayaran. Perhitungan term of payment ini sudah terintegrasi dengan kontrak pada fitur E-quotation.

Selanjutnya kita dapat menentukan metode pembayaran apa yang akan diterapkan pada perusahaan; apakah akan menerapkan dynamic discounting atau memerlukan kerjasama pihak ketiga untuk mendapatkan keuntungan dari program supply chain financing.

Vendor transporter dapat mengajukan pencairan modal kerja langsung dari Transport Management System (TMS) Dashboard Ritase. Mereka cukup membuat dan mengirimkan dokumen penagihan (e-invoice) secara digital. Transporter bisa memilih mengajukan bantuan pembiayaan ke mitra-mitra P2P lending atau pembiayaan langsung percepatan dari perusahaan (dynamic discounting).

Ritase SCF Platform merupakan salah satu cara bagi shipper untuk melakukan investasi pada percepatan pembayaran biaya logistik. Sistem yang telah terintegrasi dari proses assignment, delivery sampai invoicing dalam platform yang sama akan mempermudah proses manajemen pembiayaan percepatan pembayaran terhadap vendor-vendor pengiriman.

Ritase juga telah bekerjasama dengan beberapa fintech P2P dan Bank yang telah terhubung melalui Ritase SCF Platform. Dalam hal ini, platform teknologi kami memudahkan institusi finansial untuk dapat melakukan KYC melalui platform; data perusahaan (akta pendirian, SK Kemenkumham, dan data-data pendukung) sudah tersedia dan dapat di-download, juga history pekerjaan yang telah diterima vendor transporter, reputasi/rating dalam mengerjakan pengiriman, dan profil pendukung lain bisa didapatkan langsung melalui platform ini.

Pengajuan percepatan pembayaran invoice selain bisa didanai sendiri oleh shipper, juga langsung terhubung dengan institusi finansial/bank mitra Ritase. Sehingga perusahaan bisa memilih strategi finansial dengan mudah sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Transporter juga mendapat fleksibilitas dengan dapat memilih durasi percepatan pembayaran tagihan yang ingin mereka ajukan. Ini merupakan salah satu fitur yang memberikan kebebasan kepada transporter untuk memilih opsi jatuh tempo pembayaran sesuai dengan kondisi finansial mereka. Proses pengajuan ini dapat dilakukan langsung secara seamless dari TMS Dashboard Ritase.

Pengajuan pembiayaan Ritase SCF platform bisa dilakukan dengan mudah dari TMS Dashboard Ritase. Transporter bisa dengan fleksibel mengajukan percepatan pembayaran sesuai jangka waktu yang dibutuhkan.

Semua proses digitalisasi dan strategi finansial tersebut telah siap dan dapat Anda manfaatkan dengan mengimplementasikan Ritase SaaS Enterprise Solution dan SCF Platform di organisasi perusahaan Anda!

Manfaat yang didapatkan oleh masing-masing pihak ketika menggunakan Ritase SCF platform adalah:

  • Manfaat buat shipper

Memelihara hubungan supplier — vendor transporter yang sehat dan berkelanjutan. Dengan menyediakan opsi untuk mendapatkan pembayaran dalam tempo yang fleksibel, ada sebuah reward nyata bagi vendor transporter untuk tetap bergabung dan melayani perusahaan, tanpa membebani stabilitas finansial perusahaan.

  • Manfaat buat transporter

Mencapat modal kerja berbasiskan invoice. Ketika pekerjaan telah selesai dilakukan, dan invoice telah diverifikasi oleh perusahaan shipper, maka transporter dapat memilih waktu pencairan sesuai dengan kondisi arus kas perusahaan, sehingga transporter tidak perlu menunggu pencairan invoice terlalu lama.

  • Manfaat buat institusi finansial/bank

Menjadi salah satu jasa finansial yang berpotensi untuk dikembangkan dengan profil resiko yang minimal. Ritase sebagai platform teknologi dapat menampilkan data-data historis (jumlah order yang sukses diselesaikan, durasi kerjasama shipper-transporter, performa transporter dan shipper, rata-rata tempo pembayaran tanpa SCF, dan data-data pendukung lain) yang bermanfaat untuk mempercepat keputusan KYC.

Ritase berisi kumpulan orang-orang yang memiliki passion dan komitmen untuk memberikan solusi yang komplit dan tepat guna, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan di industri logistik yang sangat kompleks.

Keseriusan ini kami buktikan dengan tidak hanya menghadirkan solusi setengah jadi. Itulah kenapa kami tidak berhenti dengan marketplace for trucking ataupun SaaS enterprise solution saja, namun dengan adanya Ritase SCF Platform ini mampu menjawab tantangan era digital dan mengurai benang kusut industri logistik terutama di Indonesia.

Rarely do we find men who willingly engage in hard, solid thinking. There is an almost universal quest for easy answers and half baked solutions. Nothing pains some people more than having to think. Martin Luther King, Jr.

Jarang ada orang yang rela terlibat dalam pemikiran yang keras dan solid. Ada pencarian universal untuk jawaban mudah dan solusi setengah jadi. Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi sebagian orang daripada harus berpikir. Martin Luther King, Jr.

Anda bisa mempelajari lebih lanjut fitur-fitur ritase yang lain dengan dengan meninggalkan email dan nomor telpon Anda di halaman web kami, atau dengan mengirim email ke SaaS@ritase.com.

--

--