Frank Zappa — Kucing Kecil yang Kesepian*

Bukan musik biasa, bukan nyinyir biasa,

Sambodo Sondang
ROCK dut

--

Mengonsumsi musik yang berbau Avant-garde menurut saya mirip dengan ‘menghisap’ produk Gudang Garam yang kurang lazim, semisal Surya Slim (yang sudah discontinued).

Ada perasaan ‘bangga’ ketika mengonsumsi Surya Slim. Alasannya Surya Slim terdengar ‘eksklusif’. Terlebih bila teman-kolega-rekan-atau siapapun yang ada disekitar anda- adalah Gudang Garam Filter maniac yang sama sekali tidak bisa memahami ‘kenikmatan’ Surya Slim.

‘Kenikmatan’ karya-karya Frank Zappa dengan efek ekslusif saat ‘menghisap’ Surya Slim tentu saja tidak relevan bila dibandingkan disini.

Kekuatan analogi saya dibatasi oleh hal-hal berbau teknis — matematis — keakuratan data — anal_logika — pkoe kui lah, sing urusane karo kerangka berpikir —.

Membubuhkan sebuah analisis historis komparatif yang tidak dibarengi dengan catatan kaki (hei kau itu nyomot darimana seh? sok tau banget anjir!) juga tentu saja melemahkan ini — ya ini — tulisan ini.

shut up! and just do your shit!

What’s new in Baltimore — repertoar Frank Zappa yang saya temukan ketika mencari asal usul weird music-nya Steve Vai — punya beberapa tawaran penjelasan yang (mungkin) bisa menjadi tuntunan anda ketika harus menjawab pertanyaan klise: mengapa karya Frank Zappa eksklusif’?

Repertoar What’s New In Baltimore bisa membunuh ‘nafsu makan’ anda pada popular music (seperti yang terjadi pada saya). Repertoar tersebut punya struktur yang sudah alamak ya ampyun ruwetnya — ini repertoar musik ato apa sih?

Sebagai seorang mediumer yang sok-sokan menyarankan serta rela berbagi pengetahuan dengan anda (yang besar kemungkinan lebih luas pengetahuannya dari saya), saya tidak kurang stock repertoar milik Frank Zappa untuk dibagi. Senada-seirama dengan medium yang punya tugas mulia ‘mencerahkan’, saya pun dengan segenap jiwa-raga berusaha menjadi Sang Pencerah. :D

Nih ada repertoar lain yang nggak terlalu alamak musiknya. Repertoar/lagu ini tidaklah se-porno prejudice yang muncul ketika melihat judulnya.

Lagu (atau repertoar — anggep aje same) ini merupakan komedi satir yang agresif, provokatif, gelap, bahkan tergolong lagu yang ‘buruk’.

Ketika hanyut dalam hujaman lagu yang berlirik alamak tersebut, saya malah terjebak wilayah sentimentil (seperti biasanya).

Dakwah berbentuk dialog dramatis semi improvisasi-nya bersama Terry Bozzio (drummer) ibarat menyaksikan pertarungan tanpa henti Frank Zappa the lonely and free man versus (dogma) agama, politik dan pemerintahan, monster-label industri musik, serta kotak-kotak lain yang Frank Zappa lawan.

Menurutnya agama punya sifat alay, arogan, mengkerdilkan kebebasan, serta mematikan otak manusia secara permanen. Coteh — — tak bisa kuterima!! Kau kafirr Zappa!!!!

Setan yang lapar, Chrissy si pemilik ‘payudara besar’, dan berbagai guyonan yang ia hadirkan dalam teatrikal singkatnya bersama Terry Bozzio dalam video tersebut, cukup menggambarkan apa yang Frank Zappa yakini.

Sementara, hukum (yang ada) baginya, dibuat oleh orang yang tidak kompeten, sehingga hasilnya juga buruk. Kalok semua ceramahnya dikumpulin udah kayak ceramah Budha Gautama kalik ya?

Sayangnya, sebagian orang tak mau kritis menyikapi alamak indah(dan lucu)nya karya Frank Zappa, termasuk sekelompok orang dari gedung putih yang mencoba mensterilkan pasar musik rock dari musisi-musisi yang sukak bikin lirik ngaco. Sikap ini mirip sikap teman — kolega saya yang menafikkan nikmatnya Surya Slim, dan susah move on dari Gudang Garam Filter.

Nih situasi yang termaksud.

Om Frank— kamyu cute abiz deh kalok lagi ngelawak…..

Frank Zappa memang cerewet dan sukak menebar fitnah. Mosok hukum-hukum (itu) dibuat samak mereka yang tidak kompeten… Set dah ni orang……

‘Pengupasan’ sosok Frank Zappa telah dilakukan selama bertahun-tahun (terutama setelah kematiannya). Hasilnya selalu dipengaruhi oleh sisi mana yang dipilih oleh si pengupas. Musikalitas ya kayak gitu — kalok kritis-kritis ya yang itu-itu lah (mangkat nyetel titties n beer, ahahaha)

Sebagai penutup (bagi tulisan yang tergolong belum apa-apa ini) saya akan kembali pada judul yang saya buat, “kucing kecil yang kesepian”.

Alkisah, Iggy Pop (salah satu pionir musik Punk) mampir di sebuah tempat ngopi yang legendaris di LA. Ia melihat sesosok manusia gondrong dengan kumis dan jenggotnya yang super-aneh, duduk sendiri, ngopi, setengah melamun, tanpa ekspresi. Segera, ia menyadari bahwa itu orang adalah Frank Zappa, temannya. Momen ‘segera’ yang hanya terjadi sepersekian detik tersebut menurut Iggy Pop, baginya berkesan ‘luar biasa’. Kesan luar biasa tersebut ia abadikan dalam essay singkatnya yang dimuat musicradar.com. “What a vision. I might as well have seen Aristotle. I was very impressed.”

--

--