Dan Semoga Ia Pulang ke Laut. Aamiin.

Radiva N. Nabila
Ruang Maya
Published in
3 min readJun 4, 2021

Pada suatu masa ketika pesawat terbang, balon udara, dan layang-layang belum ditemukan, hiduplah seorang laki-laki yang mendedikasikan hidupnya untuk memandangi langit. Siang dan malam ia habiskan untuk memandangi langit. Panasnya matahari dan dinginnya malam bukan halangan baginya. Pokoknya, apapun yang terjadi, dia terus memandangi langit. Titik.

Diantara semua jenis langit yang pernah ia amati, ada satu jenis langit yang paling ia sukai: langit cerah berawan.

"Aku ingin terjatuh diatas peluk kalian" ujarnya kepada para awan dilangit biru nan cerah itu. Namun para awan hanya diam, tidak ada satupun yang menghiraukan apa yang dikatakan laki-laki itu. Bagi laki-laki itu awan terlihat sangat lembut dan nyaman. Seperti kapas, seperti bulu kucing, atau seperti pelukan ibu. Rupanya sungguh memberi kesan sebuah kenyamanan yang dalam.

Suatu hari, laki-laki itu memutuskan untuk benar-benar mewujudkan mimpinya tersebut: terjatuh diatas pelukan para awan. Ia pun memutuskan untuk menaiki sebuah gunung tertinggi. Berhari-hari ia menaiki gunung tersebut. Dalam perjalanannya, beberapa kali ia bertemu dengan para awan yang terbang rendah. Ia kembali mengataka hal yang sama

"aku ingin terjatuh diatas pelukan kalian" ujarnya. Para awan tetap diam. Beberapa kali ia mencoba menyentuh para awan yang ia temui diperjalanan. Ia dapat merasakan bahwa awan menghilang ketika ia sentuh. Hal ini membuat ia sedikit ragu, namun ia tetap melanjutkan perjalanan.

Satu minggu kemudian ia sampai dipuncak gunung itu. Sekali lagi ia berkata: "aku ingin terjatuh diatas peluk kalian, apakah kalian akan menangkapku?" para awan tetap tidak menghiraukan laki-laki itu. Tidak satupun.

Namun niat laki-laki itu sudah bulat. Satu minggu ia habiskan untuk mendaki gunung. Akan sia-sia apabila niatnya tak tersampaikan. Bukankah ia telah satu langkah lagi dari mimpinya?

Maka laki-laki itu melompat dari atas puncak gunung tertinggi itu. Berharap ia terjatuh diatas pelukan para awan.

12....3!

Namun tidak ada satupun awan yang menangkapnya. Kelembutan dan kenyamanan yang ia damba-dambakan ternyata hanya dalam angannya belaka.

Ketika ia tersadar, yang ia temukan adalah sang laut. Laut menangkapnya dengan tangan terbuka. Walaupun ada sedikit sakit akibat hempasan, tapi laut menerimanya.

Laut yang ketika itu sedang tenang, terkejut dengan kehadiran laki-laki itu. Kemudian sang laut bertanya pada laki-laki itu.

"Mengapa kamu melompat dari atas gunung itu? Apa kau sudah gila?" Laki-laki itu menjawab sang laut "Tidak, ya, mungkin, aku hanya ingin terjatug diatas pelukan para awan." Katanya.

Kemudian laki-laki itu kembali bercerita kepada sang laut tentang kisahnya sembari menangis tersedu-sedu.

Kemudian sang laut marah kepada para awan.

"Kenapa kalian diam saja?! Bukankah kalian tahu bahwa kalian tidak bisa menangkap laki-laki ini?"

Para awan kembali diam. Kali ini karena tidak ada kata yang bisa mereka berikan. Para awan selalu-selalu-selalu tahu, mereka tidak bisa menangkapnya. Namun mereka membiarkannya jatuh, jatuh, dan jatuh. Hingga ia sampai ke laut.

"Awan-awan-awan. Kenapa kalian diam? Kenapa kalian biarkan dia jatuh?" Awan tetap diam. Hanya warna abu-abu yang bisa menggembarkan perasaan mereka sesungguhnya.

Malam itu untuk pertama kalinya hujan turun. Para awan menangis, menyesali perbuatannya. Kian waktu hujan turun makin kencang, kencang dan kencang. Para angin ikut bersedih lalu disusul dengan suara gemeruh dan kilatan cahaya. Kali ini sebuah petir menyambar. Sebuah petir yang turun pertama kalinya ke bumi. Sebuah peringatan dari para awan untuk laki-laki itu.

1 juta tahun kemudian, kadang kala para awan masih menyesali perbuatannya. Mereka menangis membawa hujan badai dan petir. Kali ini mereka selalu bising. Karena saat itu, diam mereka adalah yang membuat petaka. dan untuk itu mereka berjanji untuk tidak lagi tinggal diam.

Dan laki-laki itu? Kini sang laki-laki berada dipelukan sang laut. Menyatu dengannya, pulang dalam keabadian.

Semoga tenang dan damai.

Aamiin.

Tulisan ini adalah bagian dari tulisan rutinitas menulis bulanan bersama teman-teman Ruang Maya dengan tema Tempat Pulang.

--

--