Surat dari Puisi

Radiva N. Nabila
Ruang Maya
Published in
1 min readApr 20, 2021
https://pin.it/4Sqh2BS

Malam itu satu lagi air mata terjatuh di atas selembar kertas. Mengutuk sebuah nama yang sama tiap malam. Nama yang…aduh lagi-lagi menyakitinya. Tiap perempuan itu mencipta suatu rangkaian kata-kata indah berima (atau tidak), satu dari kamipun terlahir.

Jumlah kami naik pesat ketika si laki-laki sialan itu hadir di hidupnya. Hampir tiap malam ia menangis sembari menulis puisi. Sekarang dinding-dindingnya telah dipenuhi kata-kata menyedihkan nan indah itu. Andai ibu kos memperbolehkan laki-laki itu bertamu ke kamar perempuan malang ini barang sekali saja. Hanya untuk menyaksikan pameran naas ini, mungkin mereka akan berhenti tersakiti dan saling menyakiti.

Tapi entahlah, mungkin perempuan ini juga sudah kurang waras. Lupa kalau kamarnya ini hanya berukuran 3x3. Di mana lagi ia akan memajang kami? Dilangit-langit? Dilantai? Dan sampai kapan ia memberi kami nyawa dengan menyakiti dirinya sendiri?

Tulisan ini adalah bagian dari tulisan rutinitas menulis bulanan bersama teman-teman Ruang Maya dengan tema Puisi.

--

--