BTEX Berbasis Biomassa Lignoselulosa,

Muth Syaqoful Fikri
Rubrik Pabrik
Published in
4 min readFeb 4, 2018

Peluang Industri Petrokimia Generasi Dua

Industeel’s cryogenic steel in the future Shell petrochemical complex (sumber: industeel.arcelormittal.com/news-events/news/)

Industri petrokimia adalah salah satu industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian negara. Industri petrokimia terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu petrokimia hulu, antara, dan hilir. Industri petrokimia hulu menjadi yang terpenting, karena berperan dalam penyediaan bahan baku untuk kedua industri petrokimia yang lain. Produk petrokimia hulu yang memegang peranan penting dalam industri petrokimia adalah BTEX (benzene, toluene, etilen, dan xilen). Permintaan produk BTEX di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, seperti yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Permintaan produk BTEX di Indonesia (Kemenperin, 2014)

Peningkatan permintaan akan BTEX tak lepas dari kegunaannya sebagai senyawa building blocks yang sangat penting untuk industri petrokimia intermediet maupun petrokimia hilir. Pohon industri hilir dari BTEX dapat dilihat pada Gambar 2. Permintaan akan produk BTEX dan turunannya semakin tinggi tidak sejalan dengan kondisi bahan baku yang berupa minyak bumi. Saat ini, lifting minyak bumi Indonesia berada di angka 750 barel per hari, dan jumlah tersebut semakin menurun seiring bertambahnya waktu.

Gambar 2. Produk turunan BTEX (Aromatics Producers Association, 2014)

Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi biomassa lignoselulosa yang sangat besar. Biomassa lignoselulosa memiliki tiga kandungan utama, yaitu lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Komponen lignin sangat berpotensi menjadi bahan baku untuk memproduksi senyawa aromatik, seperti BTX dan turunannya. Sedangkan komponen selulosa dan hemiselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etilen.

Empat biomassa lignoselulosik yang ketersediaanya paling besar di Indonesia adalah tandan kosong sawit, bagasse, bonggol jagung dan jerami padi, yang pada tahun 2015 berturut-turut sebesar 7 juta ton, 0.9 juta ton, 6 juta ton, dan 94 juta ton. Namun, meski memiliki potensi yang sangat besar, belum ada industri produk petrokimia berbasis biomassa lignoselulosa. Hal ini disebabkan belum adanya teknologi proses yang ekonomis.

Pengolahan biomassa lignoselulosa dengan teknologi proses terintegrasi adalah hal mutlak yang harus dikembangkan oleh sarjana proses Indonesia. Skema teknologi proses tersebut disajikan pada Gambar 3. Konsep dari proses terintegrasi tersebut adalah dengan memisahkan lignin, selulosa, dan hemiselulosa, kemudian dilakukan pemrosesan lebih lanjut untuk masing-masing komponen.

Pemisahan hemiselulosa dilakukan dengan merebus biomassa di dalam liquid hot water pada temperatur 150°C dan tekanan 1.5 bar. Hemiselulosa yang sudah terpisah kemudian dihidrolisis dengan menggunakan larutan asam encer (H2SO4 1%) sehingga dihasilkan ksilosa. Ksilosa kemudian didetoksifikasi dan difermentasi untuk menghasilkan bioetanol. Proses fermentasi dilakukan dengan bantuan mikroba P.stipitis pada temperatur 28–30°C, dengan range pH 4.5–5.5. Perolehan bioetanol dari proses tersebut adalah sebesar 0.4g/g.

Gambar 3. Diagram alir proses konversi biomassa lignoselulosa

Sedangkan lignin dan selulosa dipisahkan dengan cara merebusnya menggunakan larutan NaOH-etanol. Lignin kemudian diproses lebih lanjut untuk memproduksi bio-BTX melalui dua proses utama, yaitu solvolisis dan hidrogenasi katalitik. Solvolisis dilakukan dengan menggunakan pelarut NaOH 3% di dalam plug flow reactor hingga diperoleh produk berupa monomer fenolik. Produk solvolisis kemudian dihidrogenasi dengan menggunakan katalis padat kombinasi antara Cobalt-Molibdenum (CoMo) dan Nikel-Molibdenum (NiMo) dengan support zeolit dan γ-alumina. Zeolit CoMo/NiMo berperan sebagai cracking catalyst, sedangkan γ-alumina CoMo/NiMo berperan sebagai katalis reduksi/hidrodeoksigenasi. Rasio cracking catalyst dan katalis reduksi adalah 7/3. Perolehan produk bio-BTX dari proses ini adalah sebesar 84% w/w. Perolehan bio-BTX dari rangkaian proses di atas adalah sebesar 71% w/w, dan masih dalam bentuk crude BTX. Diperlukan proses pemurnian lebih lanjut untuk memisahkan komponen benzene, toluene, dan xylene (o,m,p) dengan komponen lain sehingga diperoleh produk benzene, toluene, dan xylene (o,m,p) dengan kemurnian yang tinggi.

Komponen tersisa, yaitu selulosa diproses lebih lanjut dengan sakarifikasi dan fermentasi serempak (SSF). Bioetanol yang diperoleh dari fermentasi ksilosa dicampur dengan selulosa. Pada campuran tersebut ditambahkan enzim selulase yang diperoleh dengan menumbuhkan Penicillium funiculosum. Sedangkan ragi yang digunakan untuk proses fermentasi adalah Saccharomyces uvarum. Proses sakarifikasi dan fermentasi serempak ini dilakukan pada rentang pH 5.5–6.5 dengan temperatur dijaga tetap pada 37°C. Proses di atas dapat memberikan konversi selulosa ke bioetanol sebesar 90% w/w. Bioetanol hasil dari proses SSF kemudian dijadikan bahan baku untuk memproduksi bio-etilen. Bioetanol didehidrasi dengan bantuan katalis padat alumina aktif dan asam fosfat pada temperatur 300–400°C. Perolehan bio-etilen dari proses di atas mencapai 94–99%, dengan pengotor berupa eter.

Selain menggunakan rangkaian proses pengolahan tersebut, sistem yang terintegrasi juga perlu diterapkan pada proses pembangunan industrinya. Terdapat beberapa daerah yang memiliki potensi biomassa yang berbeda. Penerapan sistem integrasi dilakukan dengan menyesuaikan potensi biomassa yang ada di setiap daerah. Sebagai contoh, industri bio-BTEX di Riau menggunakan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan baku, sedangkan di Jawa Timur menggunakan bonggol jagung dan bagas tebu sebagai bahan bakunya.

Sumber:

Kementerian Perindustrian Indonesia. 2014. Profil Industri Petrokimia Indonesia 2014.

BPPT. 2016. Outlook Energi Indonesia 2016.

BPS. 2016. Produksi Tanaman Pangan Angka Tetap Tahun 2015.

Girio F.M., Carvalheiro F., Duarte L.C., Bogel-Lukasik R. 2012. Deconstruction of the Hemicellulose Fraction from Lignocellulosic Materials into Simple Sugars. In: da Silva S., Chandel A. (eds) D-Xylitol. Springer, Berlin, Heidelberg.

Cheng, C. 2017. Catalytic Oxidation of Lignin in Solvent System for Production of Renewable Chemicals: A Review. MDPI Journals.

Jongerius, A.L. 2013. Catalytic Conversion of Lignin for the production of aromatics. FSC.

Tsai, Y. (2012). Dilute Acid Hydrolysis of Oligomers in Hydrothermal Pretreatment Hydrolyzate into Monomers with High Yields. Master of Science. University of California Riverside.

--

--