City Branding 98 Kota di Indonesia?

Nadia Kartikasari
SADEVA SATYAGRAHA
Published in
4 min readAug 28, 2015

--

Pernahkan kalian mendengar taglineMalaysia, truly Asia” atau “Uniquely, Singapore”?

Ya, tagline-tagline tersebut merupakan sebuah citra yang dibuat oleh negara Malaysia dan Singapura sebagai usaha city branding. City branding merupakan identitas yang melekat pada suatu daerah. Hal tersebut merupakan usaha suatu wilayah atau kota dalam membangun positioning yang kuat di masyarakat agar dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. Tentunya untuk mendapatkan suatu posisi yang baik di masyarakat, hal yang ditonjolkan oleh suatu wilayah atau kota tersebut haruslah sesuatu yang unik dan baru. Unik dan baru di sini adalah sesuatu yang berbeda dari yang lainnya dan belum pernah diangkat sebelumnya atau tidak ada di tempat lain.

Suatu pemerintah daerah sangat dianjurkan untuk membangun brand akan daerahnya, tentunya yang sesuai dengan potensi atau sasaran positioning daerah tersebut.

Mengapa demikian?

Keuntungan yang didapatkan dari city branding ini sangatlah banyak. City branding merupakan salah satu alternatif pencarian pendapatan devisa suatu negara atau daerah karena ketidakstabilan pendapatan dari sektor ekspor-impor, sumber kekayaan alam, atau produktivitas penduduknya. Peningkatan pendapatan telah terbukti di berbagai daerah yang salah satunya terjadi di Kota Glasgow dengan “Scotland with style”. Negara tersebut telah menghasilkan keuntungan melalui hal ini sebesar £11.000.000. Untuk dapat menjadi alternatif pendapatan suatu wilayah, potensi yang harus ditonjolkan dalam city branding ini adalah potensi yang tidak termakan usia. Alternatif yang memungkinkan salah satunya adalah sektor pariwisata. Hal tersebut menyebabkan city branding di dunia mayoritas mengenai pariwisatanya. City branding juga merupakan salah satu upaya pemulihan nama baik suatu daerah dan dapat meningkatkan kredibilitas suatu wilayah.

City branding tidak hanya membentuk mindset masyarakat luar namun juga masyarakat daerahnya sendiri. Apabila berhasil, masyarakat luar akan memiliki ketertarikan yang lebih terhadap wilayah atau daerah tersebut sehingga dapat memajukan sektor pariwisatanya. Hal yang pertama akan muncul di benak turis adalah brand dan impresi yang diberikan oleh daerah tersebut sehingga daerah tersebut tidak perlu berusaha terlalu keras untuk menjelaskan mengenai dirinya. Di sisi lain, dengan berhasilnya suatu city branding, masyarakat setempat dipaksa untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya untuk menjaga brand tersebut. Dengan demikian, pola fikir dan mindset masyarakat setempat menuju ke arah yang positif secara perlahan, seperti semangat bekerja dan kehidupan berbudaya yang tentunya sesuai dari city branding mereka.

Apakah Indonesia telah menerapkan konsep city branding ini?

Ya, sudah.

Beberapa kota di Indonesia telah menerapkan konsep ini untuk mengembangkan sektor pariwisata daerahnya. Contoh city branding dari kota-kota di Indonesia adalah “Enjoy Jakarta” oleh Jakarta, “The Never Ending Asia” oleh Jogja, dan “The Spirit of Java” oleh Solo. City branding tersebut didapatkan melalui banyak cara dan tahapan seperti melalui penelitian empiris. Belum banyak kota di Indonesia yang memulai dan berhasil membangun brand untuk dirinya sendiri, padahal seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, city branding memiliki banyak kentungan. Dan akhirnya muncul pertanyaannya, yaitu

Perlukah seluruh kota di Indonesia melakukan city branding?

City branding memang memiliki banyak keuntungan. Namun, pembentukan brand ini bukanlah hal yang mudah. Mengingat harus ada potensi unik dan baru yang ditonjolkan, belum semua kota menyadari dan memiliki potensi-potensi tersendiri. Masih banyak kota-kota dengan potensi dan pengembangan yang sama atau mirip sehingga tidak cukup untuk menjadi sebuah brand. Apabila memaksakan suatu potensi untuk menjadi brand dari daerah atau kota tersebut, brand tersebut belum tentu efisien dalam mencapai tujuan dan harapan daerah tersebut atau bahkan gagal.

Gagal? Ya. Kegagalan dalam city branding sangat mungkin terjadi. Apa saja yang dapat menyebabkan kegagalan tersebut? Banyak. Kita ambil contoh kota Jogja. “The Never Ending Asia” ternyata belum dapat membawa nama Jogjakarta melambung, terbukti dari pendapatan daerahnya. Belajar dari kota Solo dengan “Spirit of Java”nya, kota ini merupakan salah satu kota yang berhasil melakukan city branding. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Ternyata, kota Solo ini telah memilih brand yang tepat untuk kotanya karena sesuai dan sinergis dengan program pemerintahannya. Pemerintah melakukan revitalisasi, mengadakan acara kebudayaan, dan berbagai kegiatan lainnya yang mendukung brand yang telah mereka buat dan tentukan. Akibat dari program pemerintahan yang sinergis dengan brand ini, masyarakat setempat dapat bergerak bersama-sama ke arah yang sama membuat impresi “Spirit of Java” kepada para turis.

Hal tersebut seharusnya membuat kita sadar, bahwa city branding bukan hal main-main sehingga harus difikirkan secara matang. Hal tersebut dimulai dari penggalian potensi daerah-daerah di Indonesia yang sekiranya dapat ‘lolos’ kualifikasi dunia. Indonesia masih belum siap dengan 98 city branding, maka dari itu sebaiknya difokuskan terlebih dahulu pada daerah-daerah yang berpotensi besar baru kemudian merambat ke yang lain. Selain itu, Indonesia juga kurang memungkinkan untuk brand bulding seluruh kotanya karena terlalu banyak sehingga kurang informatif dan efisien. Hal tersebut justru dapat membuat ketersampaian informasi rendah karena jumlah kota yang terlalu banyak dan masyarakat dunia justru dapat lebih mudah melupakan dan tidak akan menjadi mindset atau tertanam di benak mereka.

Nadia Kartikasari / 15414036

--

--