Planner dan Jack of All Trades

Chintya Jasmine Gunarso
SADEVA SATYAGRAHA
Published in
2 min readJun 26, 2015

I think if you have ability and talent in one way, you have it in all ways. I’m not a jack of all trades; I’m a master of many. I don’t feel there is anything I can’t do if I want to.”

Evel Knievel

Jack of All Trades, sebuah idiom yang menggambarkan seseorang yang menguasai all trades, semua keahlian, namun hanya pada tahap Jack, bukan Queen atau bahkan King.

Apakah baik menjadi seorang Jack of All Trades di masyarakat?

Terdapat banyak pandangan mengenai hal tersebut. Orang barat cenderung menghargai keberadaan Jack of All Trades di antara mereka. Mereka cenderung meyakini dengan menjadi Jack of All Trades, mereka dapat melihat suatu hal dari berbagai persepektif dan menjadikan lebih kreatif. Salah satu tokoh Jack of All Trades adalah Leonardo Da Vinci. Entah kalian sadari atau tidak, sebenarnya Leonardo Da Vinci adalah seorang pelukis, pematung, arsitek, ilmuwan, musisi, matematikawan, insinyur, penemu, ahli anatomi, ahli geologi, ahli astronomi, kartografer, ahli botani, sejarawan, dan penulis di saat yang bersamaan.

Berbeda dengan orang barat, orang timur cenderung menegatifkan Jack of All Trades dengan menjadikan idiom “Jack of All Trades, Master of None” yang artinya tahu sedikit tentang banyak hal namun tidak dapat diandalkan. Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland menulis buku yang berjudul Why Asians Are Less Creative Than Westerners dan menyebutkan salah satu penyebab terbatasnya kreativitas orang Asia adalah sistem pendidikan yang menuntut orang Asia mempelajari banyak hal dan menjadi Jack of All Trades.

Lalu, Apakah baik menjadi Planner yang Jack of All Trades?

Sudah kita ketahui bahwa planner mempelajari berbagai bidang. Mempelajari berbagai bidang secara tidak langsung membentuk seseorang menjadi Jack of All Trades. Selain itu, untuk menjalankan peran planner sebagai team leader, planner dituntut untuk mengerti keilmuan lainnya dan hal tersebut akan sangat membantu jika seorang planner adalah seorang Jack of All Trades. Lantas bagaimana dengan pendapat bahwa sistem pendidikan di Asia (terlebih Indonesia) yang justru menekan kreativitas karena menuntut siswanya menjadi Jack of All Trades? Di sinilah kita dituntut untuk mengubah kelemahan kita menjadi sebuah kelebihan. Mungkin di bidang atau jurusan lain, menjadi Jack of All Trades adalah hal yang tidak dianjurkan karena hal tersebut akan mempersulit diri mereka untuk fokus dan menguasai apa yang berada di bidang tersebut, namun di planologi, Jack of All Trades justru membantu kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang ada.

Namun pada akhirnya, saya mengatakan bukanlah hal yang mutlak jika seorang planner adalah seorang Jack of All Trades. Seorang planner jauh lebih bernilai jika ia seorang Jack of All Trades namun tetap Master of One, paling tidak master dari berpikir kritis dan solutif.

Sumber:

Sanicki, Adam. http://www.healthguidance.org/entry/17320/1/Should-You-Be-a-Jack-of-All-Trades-Da-Vinci-Would-Say-Yes.html

Ng, Aik Kwang. 2001. Why Asians are less creative than Westerners. Singapore:Prentice Hall.

https://en.wikipedia.org/wiki/Leonardo_da_Vinci

Chintya Jasmine Gunarso- 15414018

--

--