Slum Upgrading: Pembenahan Komponen Fisik dan Non Fisik

Dina Oktavia
SADEVA SATYAGRAHA
Published in
3 min readJul 15, 2015

Suatu kota dengan segala kompleksitas di dalamnya tidak pernah lepas dari komponen-komponen pendukungnya terutama yang berkaitan dengan hunian dan permukiman. Jumlah masyarakat perkotaan yang semakin hari semakin bertambah membuat kebutuhan akan tempat tinggal juga meningkat. Sayangnya, ketika keadaan kota semakin padat, mulailah bermunculan permukiman informal di tanah yang tidak seharusnya sebagai wujud keterdesakan masyarakat akan tempat tinggal. Permukiman seperti inilah yang sering disebut sebagai slum area.

Slum area dapat dijumpai di berbagai kota di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang yang mungkin taraf hidup masyarakatnya masih rendah, tak terkecuali di Indonesia. Semakin pesatnya keberadaan slum area menjadi salah satu indikator tersendatnya pelaksanaan program pembangunan perumahan dan tata kota yang berkelanjutan. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa permasalahan slum area yang mungkin telah berlarut-larut di tengah masyarakat dapat diatasi dan ditemukan jalan keluarnya, misalnya seperti yang terjadi di Alagados, Kota Salvador, Brasil.

Alagados merupakan suatu daerah di Kota Salvador, ibukota dari negara bagian Bahia, Brasil. Ribuan orang di daerah itu hidup miskin dalam rumah panggung yang bertengger di atas air berbau busuk. Situasi ini telah membuat Alagados menjadi salah satu slum area paling terkenal di Brasil.

Kemudian, untuk mengatasi keadaan tersebut, Cities Alliance ― koalisi global kota dan mitra pembangunan ― menjalankan sebuah proyek slum upgrading yang disebut dengan PATS (Technical and Social Support Project). Tujuan utama dari proyek ini adalah penghapusan slum area yang difokuskan pada peningkatan kualitas dengan konsep single-family homes (rumah keluarga tunggal).

Hal tersebut dilakukan dengan cara memindahkan masyarakat dari permukiman informal mereka ke rumah keluarga tunggal di daerah baru yang telah dikembangkan. Rumah keluarga tunggal ini dibuat sedemikian rupa untuk menampung satu kepala keluarga beserta anggota keluarganya dengan harapan setiap keluarga dapat bermukim dengan layak.

Selain itu, dilakukan juga peningkatan akses, fasilitas, dan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Beberapa diantaranya adalah pembangunan akses jalanan baru, pengaspalan jalan sepanjang 17 km, penyediaan fasilitas pengumpulan sampah dan TPA, perbaikan infrastruktur drainase, dan pengelolaan air limbah.

Tujuan lain dari proyek ini adalah adanya keterlibatan masyarakat dan peningkatan mutu masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya 73 organisasi masyarakat yang dipererat; 50 proyek-proyek sosial yang dilakukan di bidang pendidikan, kesejahteraan keluarga, dan kesehatan; 7 koperasi didirikan dan adanya pelatihan yang diberikan; 68 orang muda menemukan pekerjaan di pasar kerja; program untuk menanggulangi gizi buruk anak; dan masih banyak lainnya.

Program ini direncanakan agar dapat mencakup pendidikan atau penyuluhan yang akan mengajarkan masyarakat bagaimana meningkatkan kesehatan, edukasi, kualitas hidup, dan status ekonomi mereka. Harapannya, penerapan konsep single-family homes dalam mengatasi slum area di daerah Alagados dapat dirasakan manfaatnya baik secara teknis maupun secara sosial.

Jika dikaitkan dengan keadaan slum area di Indonesia, penghapusan slum area yang difokuskan pada peningkatan kualitas dengan konsep single-family homes mungkin saja diterapkan. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tantangan yang mungkin masih belum dapat diatasi oleh masyarakat di Indonesia.

Pertama, dibutuhkannya kerjasama yang sinergis di dalam komunitas. Partisipasi dari semua pihak yang terlibat dalam penerapan rencana menjadi salah satu kunci keberhasilan. Kenyataannya, di Indonesia, kebanyakan masyarakat cenderung masih menolak rencana slum upgrading yang dicanangkan oleh Pemerintah.

Kedua, diperlukan adanya keberlangsungan pengelolaan, pemantauan, dan evaluasi. Ketika sebuah rencana telah diterapkan, bukan berarti rencana tersebut telah selesai sampai disitu. Misalnya dalam sebuah proyek slum upgrading, diperlukan pengelolaan, pemantauan, dan evaluasi yang berlangsung terus-menerus agar pengaplikasian rencana dapat terlaksana dengan baik.

Dan yang terakhir, diperlukan kemitraan berskala internasional. Penanggulangan slum area menjadi suatu permasalahan yang memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Tidak dapat dipungkuri, adanya kerjasama berskala internasional akan mempermudah penanggulangan slum area baik dari segi pendanaan, inovasi, maupun tenaga ahli. Namun, hingga saat ini, kemitraan berskala internasional dalam memecahkan permasalahan slum area di Indonesia masih kurang dirasakan keberadaannya.

Secara kesimpulan, konsep single-family homes dapat menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah slum area di Indonesia. Namun yang terutama, penyelesaian masalah slum area tersebut tidak cukup sebatas pembenahan pada komponen fisik, tetapi juga diperlukan pembenahan komponen non fisik yang ada.

Dina Oktavia-15414087

Referensi:

http://documents.worldbank.org/curated/en/2008/10/10148357/alagados-story-integrated-slum-upgrading-salvador-bahia-brazil diakses 13 Juli 2015

http://www.citiesalliance.org/ca_projects/detail/9763 diakses 13 Juli 2015

--

--