“Wajah Ceria di Usiamu yang ke-100 Tahun”

Sebuah Impian tuk Ibu Pertiwi

Bernardus Andre
SADEVA SATYAGRAHA
4 min readJul 26, 2015

--

Senyum kegembiraan tak berhenti menyertai, mengingat ini adalah perjalan pulang saya setelah sekian lama tidak menginjakan kaki di negeri ini. Ya, bulan Juli kali ini memang merupakan waktu liburan yang cukup lama dibanding jadwal liburan saya yang lain di tahun 2045 ini. Setelah tiba di Bandar Udara Internasional Abdul Rachman Saleh, saya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkutan umum berupa bus tingkat dua menuju rumah tercinta. Di dalam bus, saya mencoba membuka tab dan mulai membaca Headline News berjudul,

“Wajah Ceria di Usiamu yang ke-100 Tahun”.

Topik pertama pada berita tersebut berisi mengenai kondisi politik. Politik Indonesia di tahun yang ke-100 ini berjalan sangat dinamis. Antara masyarakat dan pemerintah tak ada lagi sekat-sekat yang membatasi. Indonesia kini sungguh menjadi negara yang demokratis. Negara yang benar-benar mengijinkan setiap warganya untuk memberikan aspirasi dalam berbagai bidang demi kemajuan. Dalam hal ini Indonesia sungguh mewujudkan cita atas konsep Trisakti 1963 yang pertama yakni “berdaulat secara politik”. Tak ada lagi tekanan sana-sini, Indonesia kini mulai dapat menentukan kebijakan politiknya dengan mandiri.

Sejenak perhatian saya teralihkan dengan indahnya bangunan di sepanjang jalan. Gedung-gedung skyscraper yang mengkilap membuat negeri ini bersinar. Sontak melihat situasi ini saya tak lagi hanya tersenyum, namun ketika melihat kedua tangan saya, bulu halus yang terdapat mulai berdiri. Saya merinding, membayangkan bahwa kini ibu pertiwi sedang berlenggak-lenggok anggun dengan penampilan yang sangat memukau. Kembali saya mengarahkan pandangan saya ke topik berita di tab yang saya pegang.

Tautan yang kedua ini berbicara mengenai kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi Indonesia yang kian meningkat selama 30 tahun ini mulai melahirkan senyuman baru bagi seluruh anggota negeri. Predikat yang dulu pernah diberi oleh Goldman Sachs Asset Management yang menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi negara poros pembangunan ekonomi bersama Meksiko, Korea Selatan, dan Turki (MIST) mulai benar terjadi. Bahkan perkembangan ekonomi Indonesia kini mulai sejajar dan menggeser peran negara yang pernah menjadi sorotan dunia karena perkembangannya : Brasil, Rusia, India, dan China (BRIC).

Kerja keras yang dinamis antara pemerintah dan masyarakat di sektor ekonomi, membuat dunia tak lagi memandang Indonesia sebagai “negara krisis”. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebesar 6% (2012), menjadi semangat bahwa Indonesia memang benar bisa untuk terus maju. Menurunnya angka kemiskinan, menaiknya investment grade, dan meluasnya lapangan pekerjaan menambah koleksi rapor biru bagi Indonesia, dan juga menjadi saksi bisu tidak adanya lagi pedagang asongan, pengamen, serta pengemis yang dapat saya jumpai di pemberhentian lampu merah.

Kembali saya melihat pemandangan di tepi jalan. Bangunan-bangunan sekolah berdiri begitu indah dan megah. Tampak juga keceriaan anak-anak putih merah, putih biru, dan putih abu-abu yang mempercantik pesona negeri ini. Anak-anak tersebut berjalan, bertawa ria, dan bermain gembira tanpa memandang kulit teman mereka yang lebih hitam, lebih putih, berambut ikal, bermata sipit, dan berbeda satu sama lain. Senyuman gembira yang saya pasang dari awal kini ditambah juga dengan mata yang berkaca-kaca, terharu melihat kegembiraan negeri ini.

Saya kembali membaca tautan yang terakhir dalam berita di tab saya ini. Tautan yang ketiga ini berbicara mengenai kondisi pendidikan dan sosial budaya. Tak ada lagi pendidikan yang lebih mengutamakan gelar dibanding prestasi. Kini Indonesia sungguh maju dalam dunia pendidikan dan penelitian. Terjadi ledakan kualitas SDM di Indonesia yang luar biasa. Negeri ini menjadi negeri penelitian dengan manusia-manusianya yang highly motivated dan commited. Memang dari dulu, masyarakat lulusan pendidikan di Indonesia tidak diragukan di kancah internasional. Seperti bidang ekonomi, pendidikan yang dulunya memusat kini mulai tersebar merata di seluruh pelosok negeri. Dengan kemajuan ekonomi dan pendidikan, manusia-manusia terampil ini mulai mengembangkan penelitian serta teknologi pribadi buatan negeri.

Bidang budaya, Indonesia yang pluralis ini justru menjadi magnet bagi warga dunia. Masing-masing ragam budaya tiap daerah ini semakin cemerlang dikolaborasikan dengan budaya modern yang ada. Dunia tak lagi mengenal Indonesia sebagai “Bali” saja, namun mulai terdengar Indonesia “Batak, Dayak, Osing, Ambon, Amsat” dan lain-lain. Budaya-budaya tersebut mulai didokumentasikan penduduk dunia di situs www.budaya-indonesia.org.

Tanpa disadari akhirnya berita tersebut telah selesai saya baca. Tujuan perjalanan saya juga telah usai. Bus berhenti, dan saya turun di halte terdekat dari rumah saya. Sebelum menyeberang jalan, saya menatap ke arah bendera berwarna merah dan putih yang ada di samping halte sambil tersenyum.

“Kerinduan yang luar biasa akan kampung halaman membuat saya mencurahkan impian bukan hanya untuk kampung halaman, namun juga untuk Ibu Pertiwi. Melihat kampung halaman yang kian maju, menumbuhkan sikap optimis dan keinginan untuk merealisasikan impian. Tak ada yang tak mungkin untuk hal yang lebih baik. Percayalah dengan diri sendiri, dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dibandingkan kemarin, maka secara kolektif Indonesia juga akan menjadi lebih baik dibanding kemarin.”

Sumber & inspirasi : Sudjatmiko Budiman, dkk.2015.Cerita Cita Indonesia.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama

Bernardus Andre | 15414094

--

--