Alam Gaib? Jangan Takut, Ambil Positifnya!

Lalu Novan Satria Utama
Sagara Isme
Published in
5 min readApr 14, 2018

Mitos Onggoloco dan Hutan Wonosadi

Hutan Wonosadi yang terletak di Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan hutan yang disakralkan oleh masyarakat setempat. Setiap tahun dihari Senin atau Kamis Legi setelah panen sawah, masyarakat melakukan tradisi — tradisi adat atau biasa disebut dengan Sadranan sebagai ungkapan penghormatan terhadap Mitos Onggoloco yang melekat di Hutan Wonosadi.

Sumber : yogyakarta.panduanwisata.id

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sartini (2009:26–31), mitos yang sangat disakralkan tersebut diceritakan berawal dari seorang pemuda bernama Onggoloco dari Kerajaan Majapahit yang lari dan menetap di Hutan Wonosadi karena adanya tekanan dari Kerajaan Demak. Selama menetap di Hutan Wonosadi, Onggoloco berjuang melawan penguasa makhluk halus bernama Gadhung Mlathi hingga akhirnya menjadi penguasa di hutan tersebut.

Menjadi penguasa tidak membuat Onggoloco mengusir Gadhung Mlathi dari Hutan Wonosadi. Onggoloco bahkan menunjukkan sikap bijak berupa memperbolehkan Gadhung Mlati untuk tinggal di hutan dengan syarat membantu masyarakat sekitar dan tidak boleh mengganggu. Sehingga dari hal tersebut Onggoloco dan Gadhung Mlathi kemudian memanfaatkan Hutan Wonosadi untuk memberi pengetahuan — pengetahuan yang dimiliki kepada masyarakat sekitar. Selain itu pada masa tua, Onggoloco sering mengumpulkan para anak cucu keturunan dan mereka yang sudah berhasil dalam hidup. Para anak cucu diberi wejangan dan mereka melakukan makan bersama untuk membangun kebersamaan.

Singkat cerita Onggoloco bersemadi dan mengalami moksa. Sepeninggal Onggoloco berupa wasiat agar anak cucu menjaga hutan dan memelihara tanam — tanaman yang ada didalamnya, juga dihimbau untuk berkumpul setiap tahun untuk menyambung tali silaturahmi.

Atas dasar wasiat inilah masyarakat setempat setiap tahun melakukan tradisi adat Sadranan seperti yang telah dijelaskan diatas. Masyarakat mempercayai mitos-mitos terkait dengan kekuatan supranatural Onggoloco dan Gadhung Mlathi masih terasa hinga saat ini. Bahkan ketika dilakukan Sadranan, masyarakat sekitar Wonosadi mempercayai kedatangan roh Onggoloco dalam acara tersebut. Kekuatan para makhluk halus lain juga dipercayai menjaga hutan dengan adanya gangguan-gangguan bagi para warga masyarakat yang melakukan kegiatan di hutan tidak dengan cara yang baik, misalnya merusak, mengambil dan menebang pepohonan secara sembarangan.

Konstelasi Mitos Anggoloco dan Bencana Hidrometeorologi

Bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, puting beliung dll. yang kerap terjadi dalam beberapa bulan terakhir membuat Indonesia berduka. Berdasarkan data yang telah diolah dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia tahun 2017 jumlah korban meninggal mencapai 362 orang, korban luka-luka sebanyak 471 orang, korban mengungsi dan menderita sebanyak 2.367.831 orang dan kerusakan yang dihasilkan yakni 26.888 rumah rusak.

Banyak yang mengatakan bencana hidrometeorologi tersebut adalah takdir dari Tuhan Yang Maha Esa. Namun bagi saya takdir yang dimaksud merupakan takdir yang dipercepat, dan percepatan tersebut disebabkan oleh kelalaian dari manusia itu sendiri. Mengapa demikian? Karena jelas manusia kurang menghargai alam tempatnya bernaung, manusia hanya mengeksploitasi secara terus menerus tanpa mempertimbangkan keseimbangan alam sebagai sebuah sistem kehidupan dimuka Bumi.

Berbagai macam teknologi ditemukan untuk membuat manusia mampu menghadapi ketidakseimbangan alam yang telah dibuat, namun pada kenyataannya alam tetaplah alam. Tidak bisa diatur seluruhnya oleh manusia bahkan alamlah yang akhirnya mengatur manusia dengan berbagai cara, salah satunya dengan bencana. Akhirnya bila terjadi hal demikian, manusia perlu berpikir kembali tentang bagaimana sebaiknya mengelola alam sehingga supply and demand antara manusia dan alam terus seimbang.

Indonesia, sebagai bangsa dan negara dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa (katadata.co.id, 2018) tentu dalam pemenuhan hajat untuk hidup masyarakat dari eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) sangatlah besar. Namun bagaimana eksploitasi SDA dilapangan tidaklah begitu baik, karena Indonesia belum secara masif menginduksi teknologi yang telah banyak dikembangkan untuk mereduksi ketidakseimbangan alam dari eksploitasi SDA karena alasan finansial, luas wilayah, topografi dll. Akhirnya seiring berjalannya waktu, SDA Indonesia yang luar biasa melimpah lama kelamaan hanya tinggal kenangan dan menjadi dongeng sebelum tidur.

Pertanyaannya apakah hanya teknologi yang mampu menyeimbangkan kebutuhan manusia terhadap eksploitasi alam? Nyatanya tidak, karena sebelum adanya teknologi — teknologi yang dikembangkan dewasa ini, nenek moyang / leluhur Bangsa Indonesia merupakan orang — orang visioner. Mereka menciptakan suatu kebiasaan — kebiasaan untuk melindungi alam dari eksploitasi berlebihan sehingga menjadi mitos dan kepercayaan masyarakat setempat hingga saat ini.

Mitos Onggoloco yang dipercaya masyarakat Beji Ngawen Gunung Kidul dan sekitarnya adalah salah satu contoh yang sangat bermanfaat untuk mereduksi terjadinya bencana hidrometeorologi. Hal demikian terjadi karena fungsi Hutan Wonosadi sebagai penyedia jasa ekologis, jasa sosial, dan jasa ekonomi tercipta menjadi suatu sistem yang lestari juga berdampak langsung dalam kehidupan masyarakat.

Act Locally Think Globally

Indonesia mungkin merupakan bangsa dan negara yang sedang berkembang juga belum mampu menggunakan teknologi secara masif diseluruh penjuru wilayah untuk mereduksi berbagai macam bencana hidrometeorologi. Namun sebenarnya Indonesia tanpa bergantung pada teknologi mampu melakukan reduksi bencana dengan kearifan — kearifan lokal (mitos dan kepercayaan) yang ada. Bahkan ketika kita ingin menerapkan berbagai teknologi mutakhir yang telah dikembangkan (tentunya dengan harga yang tidak murah), negara — negara lain diluar sana takjub melihat Indonesia dalam melindungi alam dengan kearifan — kearifan lokal yang dimiliki, karena secara finansial tidak memberatkan namun dampaknya begitu masif.

Tulisan ini merupakan pengingat bahwa Indonesia adalah bangsa dan negara yang kaya, tindakan — tindakan masyarakat dengan segala mitos dan kepercayaan yang terkandung sebenarnya sudah sangat maju dan berdampak tidak hanya untuk diri sendiri bahkan sampai pada tingkatan global. Oleh karenanya kenali dan lestarikan segala bentuk kearifan lokal negeri ini, karena tidak semua harus diselesaikan dengan teknologi yang terkadang menjadikan kita manja, hedonis dan tidak bersyukur akan pemberian Tuhan Yang Maha Esa, yang mana pada akhirnya menghilangkan kebiasaan — kebiasan baik disekitar kita. Akhir kata sekian tulisan singkat ini, semoga bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

BNPB. (2017). 2.341 Kejadian Bencana, 377 Tewas dan 3,5 Juta Jiwa Mengungsi dan Menderita Akibat Bencana Tahun 2017. https://www.bnpb.go.id/2341-kejadian-bencana-377-tewas-dan-35-juta-jiwa-mengungsi-dan-menderita-akibat-bencana-tahun-2017.

Kata Data. (2018). Berapa Jumlah Penduduk Indonesia. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/12/berapa-jumlah-penduduk-indonesia.

Sartini. (2009). Kearifan Ekologis sebagai Implementasi Pandangan Organistik Holistik (Studi Kasus Masyarakat Hutan Adat Wonosadi Ngawen Gunung Kidul) Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.

--

--