Kesurupan, Roh Halus ataukah Gejala Psikologis?
Kesurupan atau dalam KBBI dikenal dengan istilah selok adalah orang yang dapat berhubungan langsung dengan roh yang bersayang bersangkutan, berbicara, meminta nasihat dan sebagainya dengan roh yang datang kepadanya. Kesurupan di Indonesia identik dengan proses dimana makhluk halus datang dan masuk kedalam tubuh orang yang kesurupan. Fenomena ini sering kali kita lihat baik di layar kaca maupun kita saksikan secara langsung, di layar kaca seringkali ada beberapa acara yang menyajikanya seperti Karma dan Uji Nyali sedangkan fenomena ini juga sering kali kita lihat ketika saat anak sekolah akan Ujian Nasional.
Kesurupan sendiri d Indonesia sangat lekat dengan kehidupan masyrakat kita. Saya sendiri pernah melihat bagaimana terjadinya kesurupan pada teman saya. Bagi saya ketika itu saya masih SMP saya menganggap orang yang kesurupam adala benar dimasuki roh halus. Hal itu berlanjut ketika saya SMA, di Malang ada salah satu budaya yang bernama bantengan, ya hampir mirip dengan kuda lumping Cuma bedanya ini manusia masuk kedalam kain yang menyerupai banteng. Mereka akan mulai mengikuti alunan musik dan seolah-olah seperti kesurupan bahkan ada yang pingsan. Sewaktu saya kuliah, kebetulan saya mengambil jurusan psikologi dan disitu saya mempelajari mengenai proses mental dan mengapa manusia melakukan sesuatu. Ternyata fenomena kesurupan pun dapat dijelaskan oleh ilmu psikologi. Awalnya saya kaget, mungkin karena dari kecil dalam hampir semua budaya, kita mengenal adanya makhluk halus bahkan ada juga ritual-ritual yang ditujukan bagi roh halus itu.
Fenomena kesurupan sendiri dapat dijelaskan oleh psikologi sebagai sebuaj gejala gangguan, namun dalam konteks kesurupan massal dimana seolah-olah kesurupan dapat menular, disitu bisa dijelaskan dengan istilah hysteria. Dalam dua paragraf berikutnya saya akan coba menjelaskan bagaimana kesurupan itu bisa dijelaskan oleh bidang keilmuan psikologi.
Menurut Triandis dan Draguns (1980) menyatakan secara umum biasanya manifestasi yang terjadi dari kesuurupan adalah terjangkitnya hysteria, sehingga orang disekitarnya akan mengalami hal serupa keadaan tersebut merefleksikan adanya gejala sugestif. Menurut bidang ilmu Psikiatri kesurupan adalah keadaany yang menunjukkan adanya kehilangan sementara tentang penghayatan akan identitas dan kesadaran lingkungan (Suryani, 2006). Salah satu penyebab kesurupan yang dapat dijelaskan oleh ilmu psikologi adalah adanya depresi dan kecemasan. Hal ini dapat dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Dian Mayang Sari dan Augustine Sukarlan Basri (2007), penelitian ini dilakukan pada empat siswi remaja SMU yang menjadi Subjek pemicu dan Subjek tertular dalam kesurupan masal. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi dalam intensitas kecemasan dan depresi yang dirasakan tiap subjek. Pada subjek pemicu, kecemasan dan depresi telah intens dirasakan sebelum kesurupan. Satu subjek tertular merasakan kecemasan dan depresi yang intens setelah kesurupan. Sedangkan satu subjek tertular yang lain merasakan kecemasan dan depresi dalam intensitas yang rendah. Penyebab perbedaan tersebut adalah karena faktor eksternal dari setiap subjek. Interaksi yang khas antara faktor eksternal dan internal dad tiap subjek mempengaruhi kesurupan yang mereka alami.
Fenomena kesurupan dalam keilmuan psikologi biasanya dijelaskan dengan gangguan trans disosiatif, sebelum kita membahas apa itu gangguan trans disosiatif mari kita membahas mengenai gangguan disosiatif . Menurut Davidson, dkk (dalam Liftiah 2009: 84) gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan perasaan individu tentang identitas, memori atau kesadarannya. Individu memperoleh kesulitan dalam mengingat peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi dalam dirinya, melupakan identitasnya bahkan membentuk identitas baru. Gangguan disosiatif sendiri sudah diatur dalam DSM IV-TR yang merupakan salah satu pedoman psikolog maupun psikiater dalam menegakkan diagnosis. Salah satu gangguan disosiatif adalah trans disosiatif yang sudah dijelaskan dalam DSM IV-TR. Kriteria diagnostik gangguan trans disosiatif adalah sebagai berikut:
a) Salah satu (1) atau (2):
1. Trance, yaitu perubahan keadaan kesadaran atau hilangnya rasa identitas pribadi yang biasanya terjadi secara sementara dan jelas tanpa penggantian oleh identitas pengganti, disertai dengan sekurangnya satu dari berikut:
a. Penyempitan kesadaran tentang sekeliling, atau penyempitan dan pemusatan perhatian selektif yang tidak biasanya terhadap stimuli lingkungan.
b. Perilaku atau gerakan stereotipik yang dirasakan di luar kendali orang tersebut.
2. Trance kesurupan (possession trance), suatu perubahan tunggal atau episodik dalam keadaan kesadaran yang ditandai oleh penggantian rasa identitas pribadi yang lain dengan identitas pribadi. Hal ini dipengaruhi oleh suatu roh, kekuatan, dewa, atau orang lain, seperti yang dibuktikan oleh satu (atau lebih) berikut ini:
a. Perilaku atau gerakan stereotipik dan ditentukan secara kultural yang dirasakan sebagai pengendalian oleh makhluk lain yang memasuki (possessing agent).
b. Amnesia penuh atau sebagian terhadap kejadian.
b) Keadaan trance atau trance kesurupan adalah tidak diterima sebagai bagian normal dari praktek cultural atau religius kolektif.
c) Keadaan trance atau trance kesurupan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
d) Keadaan trance atau trance kesurupan tidak terjadi semata-mata perjalanan suatu gangguan psikotik (termasuk gangguan mood dengan ciri psikotik dan gangguan psikotik singkat) atau gangguan identitas disosiatif dan tidak karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu kondisi medis umum
Berdasarkan pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa tidak selamanya fenomena kesurupan dijelaskan dengan berbagai hal ghaib dan mistis,. Fenomena kesurupan juga bisa dijelaskan dalam bidang keilmuan psikologi dengan melihat beberapa penelitian dan buku DSM IV-TR, namun sebagai masyarakat Indonesia kita tidak bisa menafikkan ada kearifan lokal di beberapa suku yang berkaitan dengan fenomena kesurupan. Sebagai kalimat penutup saya ingin menyampaikan kepada pembaca satu kalimat berikut ini:
“Jadilah orang yang melihat sebuah fenomena dengan berbagai perspektif karena belum tentu perspektif kita adalah yang paling benar”
Daftar Pustaka:
Liftiah. 2009. Psikologi Abnormal. Semarang: Widya Karya
Triandis, H. C & Dragus, J. G (Ed). (1980). Handbook of cross cultural psychology : psychopatology. (Vol 6). Boston : Allyn & Bacon.
Sari, M. D & Basri, A. S. (02 Mei 2017). Gambaran kecemasan dan depresi pada siswi yang pernah mengalami kesurupan massal. JPS Vol 13.