Minggu Kedelapan: Perias Mayat

ilham rinaldi
Sandang Pangan Santai
3 min readAug 30, 2020

Kamis itu adalah hari yang sungguh melelahkan baginya. Deka, lembur di kantornya. Banyaknya kerjaan pada waktu itu menyebabkannya perlu pulang hingga larut. Hanya ditemani satpam gedung yang berjaga pada malam itu nampaknya tidak menyurutkan suasana kantor yang mencekam. Bahkan, pria berziodiak Gemini ini tak jarang mencium bau busuk dari sudut ruang kerjanya.

Photo by Manu Camargo on Unsplash

Pukul 10 malam, nampaknya pekerjaan Deka tak kunjung usai, berlembar-lembar tugas kantor perlu ditanganinya, setidaknya tiga lembar lagi yang cukup untuk menyita waktu satu jam kedepan. Seperti lembur biasanya, ia meminta Pak Muklis, satpam gedung kantornya untuk membeli makanan, dan tentu membelikan Pak Muklis juga sebagai imbalannya.

“Pak, mau minta tolong beliin nasi goreng kayak biasa dong, bapak terserah mau dibeli apa kembaliannya, kerjaan saya masih agak banyak juga nih.” Minta Deka dengan nada sopan.

“Siap pak! Pedesnya kayak biasa kan?” Pak Muklis pun menjawab dilanjutkan dengan salam hormat khasnya.

Dibalas Deka dengan gestur jempol menandakan kedekatan yang cukup sering antara kedua pria ini.

Belum lama Pak Muklis meninggalkannya sendiri, Deka malam ini merasakan hawa yang tidak enak. Selain bau busuk, ia melihat sesuatu berwarna hitam yang bergerak sangat cepat dari sudut ruangan ke langit-langit plafon kantor. Malam ini semakin menyeramkan setelah sadar kamis ini adalah kliwon[1] dalam Pancawara Jawa. Tentu, ia langsung teringat beberapa cerita tentang angkernya malam jumat kliwon. Namun, demi menuntaskan pekerjaan sekaligus menghindari percepatan hari pemecatannya, ia mencoba untuk tetap fokus pada pekerjaannya saja, dan bergegas pulang setelah itu.

Sudah hampir setengah jam, Pak Muklis belum kembali ke kantor. Merasa tidak ada yang beres. Deka pun mencoba untuk menelepon bapak-bapak pecinta anime itu lewat WA namun tidak ada balasan. Pria dengan satu adik ini terus mencoba menghubungi satpam itu, kali ini melalui panggilan telpon biasa. Namun sayang sekali, pulsa untuk meneleponnya habis seperti anak muda biasanya yang banyak kuota, nihil pulsa.

Deka merasakan ada benda yang menjalar ke arah lehernya, merinding sekali dibuatnya. Namun, Deka tidaklah gentar, ia terus fokus dengan apa yang sedang dikerjakannya, walaupun ruangan saat itu mendadak berubah sedikit panas rasanya.

Pria yang sudah lama merantau ke Ibu kota ini memang tidak begitu takut dengan setan yang selama ini dilihatnya di film-film horror. Meskipun begitu, ia tak bisa bohong kalau suasa kantornya malam ini sungguh membuat bulu kuduk merinding. Karena hal itu juga, ingin rasanya bagi dia untuk merias para mayat yang ingin disemayamkan agar tampil lebih menarik ketika gentayangan.

Bahkan tak tanggung-tanggung, demi menghilangkan rasa takut yang muncul itu, Deka mencoba untuk searching bagaimana untuk menjadi perias mayat[2]. Ternyata, bayarannya pun cukup setara dengan rasa takutnya. Di tengah-tengah perselancaran dunia mayanya. Ia mendengar bunyi langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya.

Keringat dingin pun terkucur dari dahi pria yang sok berani dari tadi ini. Ia mulai menutup satu per satu browser untuk mencari informasi seputar pekerjaan yang tak bisa ia bayangkan akan seramnya. Dari arah kanannya ada sosok berbadan cukup besar dan mengarahkan tangannya ke pundak Deka. Ia langsung menjerit ketakutan.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!” Jeritan Deka pun sontak sampai mematikan laba-laba di lehernya. Tangannya pun sontak menggerakan meja disampingnya dan menjatuhkan bekal teman kantornya tadi siang yang basi dan menimbulkan bau busuk sejak tadi.

“Pak, ini saya Muklis pak!! Jangan pingsan paakk… Pak… Pak Deka…” Pak Muklis pun nampak panik dan merasa bersalah atas pingsannya Pak Deka. “Pak bangun pak…” Lanjut satpam muda itu.

Deka pun bangun dari pingsannya yang berlangsung hingga pukul 12 malam. Karena langsung teringat akan pekerjaannya yang tinggal sedikit, Deka tidak mengindahkan pusingnya. Tak lama setelah ia mendengar pengakuan Pak Muklis akan kuotanya yang kosong dan nasi goreng yang biasanya habis sehingga perlu berjalan sedikit lebih jauh, Deka hanya mengiyakannya dan langsung membuka kembali komputer untuk kembali menyelesaikan pekerjaannya.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!” Suara teriakan Deka pun tak kalah kencang dari sebelumnya.

Deka pun jatuh pingsan kembali, kali ini bukan karena hantu atau semacamnya, melainnya pekerjaannya yang ikut ia tutup bersamaan browsernya tadi.

Deka yang belum sadar itu terus melanjutkan karirnya yang kian diujung tanduk.

[1] https://bjn.wikipedia.org/wiki/Pancawara

[2] https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4716867/suka-duka-jadi-perias-jenazah

Bersambung. Nantikan kelanjutan ceritanya setiap Minggu, jam 7 malam!

--

--