Minggu Kelima: Fotografer

ilham rinaldi
Sandang Pangan Santai
4 min readAug 9, 2020

Deka dan Bayu memang sudah saling mengenal semasa satu kampus dulu. Tapi bukan berarti, setiap kondangan mereka datang berdua. Melihat banyak diantara teman semasa kuliahnya ditiap kondangan, Deka hanya mampu datang dan mendoakan satu per satu dari temannya. Sering kali dapat pertanyaan umum seputar kapan, bagaimana, dan konsep pertanyaan lainnya seputar menikah dari temannya yang lain.

Bayu tentu datang dengan pacarnya di Tangerang, sedangkan Deka, tentu sendiri, walaupun beberapa kali datang bergerombol dengan teman kuliah lainnya yang masing single.

Akhir pekan ini mereka berdua baru saja mendapatkan undangan pernikahan dari salah satu teman kampusnya, Putri.

“Bay, lo berangkat sama Indri besok?” Deka bertanya kepada Bayu yang sedang duduk di sofa.

“Ke acara nikahan si Putri? Kayaknya si Indri ga bisa deh besok, soalnya si Indri juga dari kemaren sibuk sama kerjaannya, makanya gue gak balik ke Tangerang.” Bayu menjawab sambil tidak meningkalkan matanya dari film yang sedang ia tonton.

Mendengar hal itu, muncul ide dari Deka. “Yaudah ama gue aja kita berangkatnya. Mobil lo aman kan?”

“He-eh,” Jawab singkat Bayu. “Oh iya, kamera lo jangan lupa dibawa ya.” Lanjutnya.

Photo by Hanson Lu on Unsplash

Terlintas cepat dipikiran Deka. “Apa gue jadi fotografer aja ya?” Sontak pria penyuka sneakers ini bertanya ke sahabatnya dengan mata yang menyala-nyala.

“Mantep tuh!” Bayu langsung menoleh kearah Deka dan menjulurkan jempolnya.

Memang, pekerjaan fotografer adalah hal modis dalam mencari gengsi, selain fee yang cukup untuk uang jajan sebulan, pekerjaan ini juga mampu meningkatkan percaya diri dan taraf hidup, khususnya bagi Deka, karyawan diujung tanduk.

Pria yang hobi memakai kaos ini mencoba mulai membersihkan kembali kamera dan lensanya yang sedikit berdebu karena memang jarang digunakan. Tidak pernah terpikir olehnya untuk kembali memegang kamera, bahkan kalaupu teringat, rasanya ingin dijual saja, untuk beli game tripple A atau ambil cuti dan berlibur pergi ke Bali dua sampai tiga hari.

Treng teng teng treneng teng teng

“Telpon nih Bay, dari Indri.” Deka mencoba memanggil Bayu karena melihat telpon pintarnya yang berdering diatas meja dapur.

Bayu pun beranjak dari sofanya dan mengambil telpon dari genggaman Deka. “hallo yang, kenapa?” Tanya Bayu dari dalam telpon.

“Besok kayaknya aku ikut deh ke nikahannya si Putri, ay” Indri langsung to the point.

“Ohh oke sayang, besok aku jemput kamu di rumah ya.” Bayu menjawab Indri dengan nada sayang.

“Oke, makasih sayang.” Jawab Indri senang.

Deka yang mendengar itu mendadak kesal dan teriak dari arah kamar. “Emang anjing! Gue jadi obat nyamuk dong?”

“Yaudah gapapalah Ka, sesekali biar kondangan bertiga kita, gue juga sekalian balik ke Tangerang gitu, minggu lalu kan ga sempet…” Bayu sedikit berkelakar sambil menaikan alisnya.

“Taiii… Yodah pas lo jemput Indri, gue tunggu disini aja.” Jawab Deka dengan nada sebal.

Bayu pun membalas dengan anggukan dan jempol.

Hari pesta pernikahan Putri pun tiba, Bayu pun menjemput Indri terlebih dulu ke Tangerang paginya. Malamnya pun ia datang ke apartemen menjembut sahabatnya itu. Deka pun datang berpakaian setelan jas dengan kaos didalamnya, nampaknya sudah cocok untuk jadi fotografer ternama, kurang lebih begitu ujarnya dalam hati.

Disusul Bayu yang tak kalah keren, pria dengan postur lebih tinggi lima senti dari sahabatnya itu tampil tak kalah modis, dengan baju kemeja batiknya yang dibeli di Pekalongan. Cocok sekali berpasangan dengan Indri yang saat itu memakai kebaya khas perempuan kondangan bergandengkan tas coach andalannya.

“Eh udah sampe nih.” Ujar Bayu. Mereka bertiga pun turun dan perlahan memasuki area gedung.

“Lo liat nih, bray… hasil fotonya ntar, kagum pasti lo!” Deka berkata dengan nada sombongnya sambil terus berjalan ke arah gedung.

“Eh coba fotoin kita dong, Ka” Indri mencoba meminta Deka yang saat itu sedang jumawa.

Dengan tanggapnya Deka mengatur posisi mereka berdua yang persis didepan tulisan selamat menikah “Oke sini, satu… dua… tiga… cekrek

Indri yang layaknya perempuan pada umumnya berkata. “lagi dong lagi,” “lagii sekali lagi,” “terakhir terakhir,” “Eh sumpaahh terakhir nihhh abis itu udah,” “liat dong, eh anjiirr kok gue agak gendutan, yang ini apus aja, sekali lagi dehhh Ka, beneraann nanti gue traktir deh lo kalo bagus hasilnya.” Indri terus mengoceh ke arah Deka.

“Udahh yeee… low bat ntar, ndri.” Deka yang nampak kesal mencoba merendahkan nada bicaranya.

“Oke, makasih Deka sahabat terbaiknya sayangku.” Perempuan berambut bondol itu pun senyum kearah pria ber-jas itu. Dibalas oleh raut muka datar Deka.

Sesampainya didalam gedung, dengan percaya diri, Deka mulai memotret setiap momen pernikahan salah satu teman terpintar seangkatan. Satu per satu teman kampus lainnya meminta untuk difoto oleh Deka, hampir seluruh temannya, khususnya mereka yang datang berpasangan.

“sekali lagi…”

“sekali lagi…”

“ehh gue agak gendutan, sumpahhh sekali lagi…”

Kurang lebih seperti itu tanggapan teman kampus perempuannya saat diabadikan foto.

kayaknya gue inget deh kenapa ga lanjutin hobi ini.” Dalam hati Deka.

Panggilan kepada angkatannya pun tiba untuk bersalam-salamnya dengan kedua mempelai. Putri pun berkata. “Ka, coba lo ikutan motoin kayak abang-abang fotografernya, kalo emang hasilnya bagus, gue bayar deh, tapi cetakin ya…”

Sambil tersenyum sembari bersyukur Deka pun mulai menuruni tangga pelaminan, dan mulai membuka kameranya.

Battery Low~

Deka kesal ingin membanting kamera dan melanjutkan karirnya yang kian diujung tanduk.

Bersambung. Nantikan kelanjutan ceritanya setiap Minggu, jam 7 malam!

--

--