Minggu Kesebelas: Barista Kedai Kopi

ilham rinaldi
Sandang Pangan Santai
4 min readSep 20, 2020

Senin yang nampak akan melelahkan itu perlu dilewati oleh kedua pemuda ini, Deka dan Bayu. Belum sempat beranjak dari sofa sambil menyantap roti paginya ditemani secangkir susu hangat, Deka meminta pendapat sahabatnya itu seperti biasa, tentang pekerjaan penggantinya. Entah ingin nostalgia atau memang sudah kepepet kelihatannya, Deka tetiba saja ingin mendaftarkan diri menjadi Barista. Tentu hal ini disambut baik oleh sahabatnya. Karena pria berbadan lebih kurus dari Bayu ini memang suka berlagak barista di tempat kopi teman semasa kuliahnya dulu.

Photo by Ali Yahya on Unsplash

“Wuiihh, nostalgia lo yee.. Dimana? Logo Duyung?” Sambut bahagia Bayu.

“Iyee.” Nampak Deka menjawab datar.

“Kenapa ga di tempatnya Dian aja?” Bayu bertanya dan mencoba memberikan opsi terbaiknya.

“Dian mantan gue pas ngampus dulu? Skip bray.” Jawab Deka sambil memaju mundutkan tangannya dan mengkerutkan bibirnya.

“Ya kan bisa lo lobby itu, pasti masuk.” Bayu mencoba menanggapi dengan menyenggolkan bahu sahabatnya itu.

“Lo gak tau aja orangnya gimana, bisa-bisa berantem gue tiap hari disono.” Deka menjawab dengan tangan yang menunjuk-nunjuk ke arah Bayu disertai gelengan kepalanya.

Mereka berdua pun bergegas menuju kantornya masing-masing yang memang tidak begitu jauh dari apartemennya. Hari pun berlalu diikuti dengan hari-hari berikutnya.

Minggu sore itu harusnya menjadi hari yang indah bagi Deka. Namun, semenjak dua hari lalu, pilek yang dihadapinya tak kian reda. Tak jarang, ia bisa menghabiskan dua hingga tiga bungkus tissue. Nampaknya, sifat malasnya terbawa sampai ke proses penyembuhan. Terbukti dari tidak rutinnya pria itu untuk minum obat, kadang sehari sekali, kadang dua kali, bahkan hari ini lupa. Padahal minggu ini adalah seleksi barista yang sebelumnya diajukannya senin lalu.

Took tokk. Bunyi ketukan pintu khas Bayu.

Bayu yang saat itu baru tiba di apartemennya setelah rutinitas setiap minggunya pulang ke Tangerang. Ia memergoki Deka yang sedang menalikan sepatunya dan siap bergegas menuju lokasi kedai.

“Bay, doain ya temen lo ini lolos jadi barista.” Sahut Deka sambil menepuk pundak sahabatnya itu.

Bayu yang nampak bingung tadinya, kini mulai mengerti tingkah pria bersetelan rapih itu. “Ohh yang pas itu lo daftar, ah lolos pasti, lo kan kuliah sering buat kopi di tempatnya Bryan ama si Andi.”

“Yodah gue cabut ya.” Deka pun berlari-lari kecil meningkalkan lorong apartemen.

“Ka, Deka! Bentar-bentar Ka!! Eh si bangs — ” Bayu yang saat itu nampak kesal karena disambut puluhan tissue bekas ingus nenumpuk di ranjang tidurnya.

Sesampainya di lokasi kedai, dengan ingus yang nampak meler dari hidungnya, Deka mencoba untuk tetap tampil profesional. Hingga sampailah antrian ke pria asal Bekasi ini.

“Deka Wisnu Dirgantara…” Ucap perempuan berbadan molek dengan setelan kemeja wanita yang kedua kancing atasnya tidak dicantolkan menambah kecantikan Q-Grader[1] satu ini.

Deka yang melihat paras cantik perempuan yang memanggil namanya tadi semakin semangat menunjukan kemampuannya sebagai barista handal. Kali ini, iya membuat latte, dengan bayangan gambar latte bunga wamar, berharap Q-Grader itu mampu diluluhkannya dan ia berhasil menjadi barista di kedai ini.

Dengan waktu lima menit, Deka perlu bergerak cepat. Setelah selesai dengan espresso, ia mencoba untuk mulai menuangkan lattenya, namun, kejadian yang tak diinginkan pun terjadi. Ingusnya meler dan masuk kedalam kopi. Nampaknya, waktu yang tersisa tidak akan cukup untuk membuat kopi baru. Pikirnya, tidak akan mungkin ingusnya akan tercicip oleh Q-Grader itu.

“Silahkan kopinya…” Tutur Deka lembut.

Q-Grader itu pun mencoba untuk mencici kopi buatan pria berkumis tipis itu, perlahan kopinya pun diseruput olehnya.

“Seperti ada yang beda, ya.” Ucap perempuan dengan dandanan lumayan seksi itu. Setidaknya, sudah seperlima gelas dicicipinya, nampaknya belum ada reaksi yang cukup berarti yang dinampakan perempuan berwajah luna maya itu.

Dilain sisi, Deka yang menunggu harap-harap cemas sambil memalingkan wajahnya dan mencoba menahan ingusnya dari perempuan itu, nampaknya sedikit reda karena belum ada tanggapan apapun sejauh ini.

Perempuan berkacamata dengan pena dan buku di tangan sebelah kirinya mulai mengambil tissue untuk mengelap bibirnya. Tissuenya pun mendadak bertekstur kenyal dan berwarna hijau, setelah diperhatikan, ada penampakan berwarna ingus ditas permukaan tissuenya.

Uweeeeeekkkkk…” Q-Grader itu pun muntah sejadinya diikuti bersin Deka yang tak tertahankan lagi.

Ingus Deka nampaknya juga telah mengotori rambut perempuan itu. Parasnya nampak dibuat runyam, beserta maskara yang luntur karena air mata yang menetes ketika muntah tadi.

Plaaaakkkk, terdengar bunyi tamparan yang cukup keras bersarang di pipi kiri Deka.

Haaaattcchhuuuu… Deka pun membalasnya dengan bersin.

Plaaaakkkk, tamparan kedua pun berhasil menemani merahnya pipi kiri pria berwajah tirus itu.

Deka pun kembali dengan wajah muram murja, namun, belum selesai ia mengobati memar di pipinya dan baru saja dua kakinya masuk kedapan apart, terdengar teriakan didepan wajahnya, ya, Bayu.

“Anak setan, makan nih tissue bekas ingus lo!! Bersihin bangsat!”

Deka pun hanya terdiam sembari memasang wajah kusutnya dan melanjutkan karirnya yang kian diujung tanduk.

[1] https://www.inibaru.id/coffreak/menilik-pekerjaan-dan-latihan-menjadi-q-grader

Bersambung. Nantikan kelanjutan ceritanya setiap Minggu, jam 7 malam!

--

--

Sandang Pangan Santai
Sandang Pangan Santai

Published in Sandang Pangan Santai

Membedah hal dari sudut pandang bisnis, tentunya dengan santai dan menarik. Bukan dari ahlinya, tapi boleh dibaca.

ilham rinaldi
ilham rinaldi

Written by ilham rinaldi

belajar apapun, menjadi apapun.