Minggu Kesepuluh: Polisi Cepek Batavia

ilham rinaldi
Sandang Pangan Santai
4 min readSep 13, 2020

Karena berlarut lembur tadi malam, Bayu memutuskan untuk tidak pulang ke Tangerang akhir pekan ini. Momen sabtu kali ini sekaligus dimanfaatkan oleh kedua sahabat ini untuk membelanjakan uangnya demi nafas satu bulan kedepan.

Disisi lain, hampir setiap bulan, Deka dan Bayu membelanjakan uangnya untuk keperluan bulanan mereka. Tidak seperti kebutuhan bulanan yang biasa para ibu beli, bukan itu, melainkan indomie, perlengkapan mandi, pomade dan parfume sekadarnya, dan beberapa cemilan untuk teman nge-game atau nonton film.

Supermarket yang mereka tuju pun berbeda dengan supermarket di lantai dasar apartemennya. Ini lebih murah dan lebih lengkap, cukup dengan dua tikungan terhitung dari gerbang pos apartemennya. Ditengah perjalanan, ada suara peluit dari arah depan, tepatnya sekarang berada di samping kaca supir yang dikendarai Bayu. “Ka, ada duit receh ga? Kasian nih masnya.” Bayu mencoba untuk memberikan polisi cepek itu saat hendak berbelok.

“Gak ada gue, nih kasih aja dua rebu.” Deka menjawab sembari memberikan uang dua ribunya ke tangan Bayu.

Bayu pun menyodorkan uang dua ribu itu ke tangan polisi cepek berbadan kurus itu. Nampak pria itu berterimakasih atas uang yang baru saja diterimanya dari tangan Bayu.

“Tumben amat ada polisi cepek ya.” Bayu pun sedikit penasaran dan mencoba membicarakan dengan sahabatnya itu.

“Iya, kayaknya baru deh.” Deka pun menjawab dengan raut wajah yang nampak biasa saja. “Eh itu kok ada lagi sih.” Lanjut Deka.

“Kayaknya mereka satu geng deh, gue cuekin aja.” Kali ini Bayu sedikit mencurigai polisi cepek berpakaian mirip dengan yang sebelumnya ia temui.

Prriiitttt priiiitt” Suara peluit yang ditiupkan oleh polisi cepek itu sambil menampakan gestur meminta dan sedikit mengetuk pintu kaca mobil Bayu. Namun, Bayu nampak menghiraukan itu dan terus melaju.

Sesampainya di Supermarket langganan mereka, Bayu menyadari bahwa ada sedikit goresan di kaca kursi penumpang belakang.

“Wahhh si bangsat! Liat nih Ka… kaca mobil gue dibaret dong.” Bayu berbicara nampak kesal sambil meletakan kedua tangan di pinggangnya.

Deka yang menggelengkan kepalanya itu pun turut kesal akan kejadian yang menimpa mereka. “Anjinglah, kalo semua mobil ngasih gegara takut diginiin repot juga sih, bisa tajir mendadak tuh orang, apa gue jadi polisi cepek aja ya…” Pria Bekasi itu pun berbicara dengan nada kesal.

“Tapi lo jaga disono aja, biar gue lewat gratis.” Sahut Bayu memecah kekesalan yang baru dialaminya.

“Babi, malah diaminin.” Jawab Deka diikuti langkah kakinya yang perlahan masuk kedalam supermarket dengan sahabatnya itu.

Mereka pun masuk kedalam Supermarket dan mulai mencari barang-barang yang dibutuhkan, mulai dari parfum Kapak, sabun Kapak, sampo Kapak, dan beberapa perlengkapan mandi lain bermerek Kapak. Itu dilakukan demi menjaga gengsi sebagai seorang pria sejati, begitu tutur sahabat baik semasa kuliah Bayu itu.

Berbeda dengan Deka, Bayu cenderung memilih kebutuhan yang seperlunya saja karena dipikir akan jauh lebih hemat, tak kadang urusan penampilan jadi nomor kesekian baginya, namun, alih-alih menghemat, nampaknya struk belanja Deka selalu lebih besar dengan beberapa cemilannya. Walaupun tidak memiliki kesamaan dalam hal itu, mereka tetap sepakat untuk membelanjakan indomie sebanyak mungkin untuk satu bulan kedepan, walaupun tak jarang harus dibeli kembali di tanggal belasan.

Tiba waktunya membayar, sayangnya atau justru beruntung bagi Bayu, ia lupa membawa dompetnya. “Ka, gue lupa bawa dompet, pinjem duit lo dulu ya… nanti gue ganti.” Tutur pria Tangerang ini dengan nada sopan.

“Bangsat! Nanti gue ganti, nanti gue ganti… kata-kata mutiara apaantuh!” Jawab Deka yang nampak kesal tak terima dengan raut wajah muram karena mendengar kata-kata bijak yang tak jarang disampaikan oleh banyak pemuda kota-kota besar dalam meminjam, atau lebih tepatnya, merampas kantung temannya.

“Lo emang sahabat gue paling de best! Gue yang angkut belanjaan ke mobil, lo santai aja…” Tangkas Bayu yang mulai cari muka dan menampakan senyum pepsodentnya.

Setibanya di parkiran dengan barang-barang yang sudah rapih disusun oleh Bayu. Tak lama berselang, terdapat suara yang datang dari arah belakang mobil “Teruus teruuuss teruuss…” Deka pun terlhiat kebingungan dan berkata kepada Bayu: “Lah, sejak kapan ada tukang parkir disini?”

Bayu yang saat itu menyetir pun mencoba menanggapi. “Mana gue tau, ada dua rebuan ga?”

“Gak ada dua rebu, nih gocengan aja ntar lo minta kembalian.” Jawab Deka sambil menyodorkan uang lima ribu miliknya.

“Bang kembaliannya yak.” Ucap Bayu setelah memberikan uang lima ribunya.

“Ini mas.” Jawab pria bertopi itu sambil memberikan selembar uang dua ribu rupiah.

“Gak tiga rebu bang?” Nada Bayu mulai meninggi.

“Parkirnya tiga rebu bang kalo mobil.” Abang itu mencoba menjelaskan dengan nada sedikit nyolot.

Bayu nampak tak menghiraukannya dan buru-buru tancap gas dari sana. Pria berdada bidang itu terus mengumpat didalam mobil lantaran beberapa kejadian yang menimpanya. Ia langsung meminta Deka untuk menjadi kepala polisi cepek dan juragan parkir daerah sini supaya perjalannya gratis, juga sahabatnya itu dapat menyangdang pekerjaan pengganti. Penghasilannya pun rasanya cukup banyak kalau begini cara mainnya.

Belum selesai dengan umpatannya tadi, kesialan lainnya adalah perjalan pulangnya mendadak terhambat lantaran macet karena penyebab yang belum diketahuinya.

“Wah anjir, kok macet sih…” Bicara Bayu dengan nada tingginya.

“Itu didepan kayaknya ada operasi Zebra deh, bray.” Deka mencoba menjawab sambil menunjuk kearah depan. “Tapi bay, lo kan gabawa dompet.” Deka menoleh kearah Bayu yang sudah terlihat keringat dingin karena tahu persoalan yang akan mereka hadapi.

Nampaknya, Deka pun tidak mampu menggantikan posisi supir lantaran SIM-nya yang belum diperpanjang dan ketika itu menyebabkanya gagal jadi driver ojol.

Photo by Matt Popovich on Unsplash

Kepanikan mereka berdua nampaknya tidak menyurutkan pemeriksaan dari bapak ibu polisi yang bertugas. Alhasil, penilangan pun terjadi, Bayu hanya mampu menunjukan STNK yang digantung di kunci mobilnya, sambil mencoba menoleh ke arah Deka. “Eh Ka, Gu — ”

“Paham gue, nih duitnya…” Singkat Deka yang lebih memahami situasi saat itu dan menyodorkan seluruh isi dompetnya kala itu yang tersisa seratus ribu rupiah.

Deka pun hanya sedikit meneteskan air mata yang jatuh ke dompetnya dan melanjutkan karirnya yang kian diujung tanduk.

Bersambung. Nantikan kelanjutan ceritanya setiap Minggu, jam 7 malam!

--

--