Minggu Ketiga: Manusia Silver
Minggu pagi itu sangatlah cerah, karena ada pertemuan kantor kemarin, Bayu memutuskan untuk tidak pulang ke Tangerang. Mereka berdua nampak antusias untuk berangkat Car Free Day. Walaupun jam telah menunjukan pukul 8 pagi, hal itu tidak menyurutkan niat kedua sahabat ini.
Bayu yang saat itu sudah siap, sedikit terhambat dengan gerakan Deka yang lambat. “Ka! Ayo buruan… keburu makin panas.”
“Iyeeee… ayo!” Deka menjawab sebal sambil mengikat tali sepatunya.
Setiba di lokasi CFD, mereka memilih berpisah dan olahraga sendiri-sendiri. Bayu dengan joggingnya, dan Deka dengan matanya yang fokus melihat tante-tante aerobik pagi.
Deka yang saat itu tengah fokus melihat gerakan tante-tante gemas itu, pandangannya sedikit tergangu dengan beberapa manusia silver yang melintas didepannya. Bukan sekali dua kali, mungkin sesering jumlah gelas yang diminumnya setiap hari seusai mendengar rekomendasi dokter di kanal youtube yang ia tonton sebelum CFD tadi. Pria kantoran ini pun menghampiri salah satu diantara mereka dan mulai mengajak diskusi. Bukan soal kehidupan yang biasa anak muda lakukan ketika pukul satu pagi, atau pembicaraan agama dan tuhan pada topik setelahnya, bukan itu.
Deka mulai dengan beberapa pertanyaan mempersoal dari bagaimana cat ini tidak luntur oleh keringat adek?, siapa yang bertanggungjawab melukis badan adek?, atau mempersoal apakah ketika pipis, catnya luntur dan membekas di titit, atau memang titit adek sudah dicat?
Sederet pertanyaan yang tak penting terus ditanyakan kepada adik kecil ini. Tentu tak lupa Deka menanyakan hal-hal yang syarat nilai kepada si adik yang barusan saja diberikan lima ribu untuk bekal sarapan olehnya.
“Kenapa mau jadi begini dek?” Tanya singkat Deka.
“Gak ada pilihan laen bang, biar bisa makan hari-hari.” Jawab lesu adik kecil ini.
“Terus kalo ada peserta baru, gimana daftarnya?” Deka bertanya dengan nada penasaran.
Anak itu pun menoleh kehadapan Deka dan mulai menjelaskan. “Anak baru gitu bang? Kagak tau dah, kita sih kelompokan aja gitu, yaudah ada aja gitu.”
“Emang dapet berapa kira-kira sehari?” Pria berzodiak gemini ini terus menanyakan maksud dan tujuannya.
“Gak nentu sih… Kalo lagi rame banget mah bisa kali 100rb sehari, kalo sepi mahh yaa lumayan lah buat makan dua kali.” Jawab si adik dengan nada sedikit cemas dan mulai menaruh curiga.
“Oke, makasih ya dek…” Ucap Deka dengan menyelipkan uang lima ribu ke tangan si adik.
Otak Deka pun mulai menjalankan fungsinya, dengan menghitung berapa banyak pundi uang yang mampu diperoleh dalam sebulan dengan menjadi manusia silver[1]. Toh, pikirnya, menjadi manusia silver tidak akan membuatnya mudah dikenali. Karena yang terpenting adalah menjaga status dan gengsi khususnya kepada teman-teman semasa kampusnya dulu yang terkenal cukup trendy.
Tiba waktu menjelang jam makan siang, belum ada keringat yang berarti dari Deka, hanya keringat dari panasnya matahari saja. Berbeda dengan Bayu yang berkeringat lumayan dari hasil larinya memutari satu area CFD. Mereka kembali bertemu di titik awal mereka berpisah.
“Eh Ka, kok lo belum ada keringet samsek sih?” Tanya Bayu sambil mengatur nafasnya.
“Oh, gue terpukau sama body mama muda pas tadi aerobik, jadi ga sempet lari,” Deka pun nyengir dan memberikan dua jempolnya ke arah Bayu. “Terus gue ketemu manusia silver, abis itu gue kepikiran buat jadi manusia silver, makanya nih gue lagi coba itung-itung penghasilan gue nanti.” Lanjut Deka dengan nada yang menggebu-gebu.
Bayu pun nampak kesal dengan kelakuan aneh sahabatnya ini. “Ah elo yang bener aje, sarjana kayak lo jadi manusia silver!” Tangkas Bayu sambil menggelengkan kepalanya kebingungan.
Mendengar tidak ada dukungan dari sahabatnya, Deka pun sedikit beralasan. “Emang lo pikir anak putus sekolah aja yang boleh jadi manusia silver. Lagian juga gak akan ada yang sadar kalo gue jadi manusia silver, jadi bisalaahh…”
“Serah lo dah! Ayo cari makan, Ka.” Bayu menjawab dengan setuju-setuju saja dengan pilihan hidup yang akan ditempuh Deka.
“Bentar, gue moto tante-tante abis aerobik ini dulu…” Deka dengan gesit mengambil ponsel pintar dari sakunya dan mulai mengambil beberapa gambar para tante itu.
“BANGSATT!!” Bayu mempersiapkan tangan yang sudah mengepal untuk memukul wajah Deka.
Sesampainya di apartemen, Deka mulai mencari-cari cat silver hasil rekomendasi anak kecil tadi. Melalui aplikasi hijau dan merah di ponselnya, ia pun dengan cekatan meng-klik seluruh barang yang dibutuhkan dan melakukan checkout, total harganya lumayan untuk beli satu slop rokok.
Saking antusiasnya, Deka tak lupa untuk mengajak sahabatnya itu. “Bay, lo mau ikut gue gak jadi manusia silver, mulai mingdep paling…”
“Lo gak liat berita LINE Today apa…? Manusia silver udah mau dirazia sama satpol PP.” Jawab Bayu sambil menunjukan berita dari ponsel pintar miliknya.
“Eh, cara cancel barang yang udah dibayar gimana?” Sontak, Deka yang mendengar pernyataan itu mendadak kepanikan dan bingung sendiri.
Deka nampak bingung dan melanjutkan karirnya yang kian diujung tanduk.
[1] https://news.detik.com/berita/d-5034751/cerita-manusia-silver-di-kota-tua-bertahan-meski-minim-pendapatan/2
Minggu pagi itu sangatlah cerah, karena ada pertemuan kantor kemarin, Bayu memutuskan untuk tidak pulang ke Tangerang. Mereka berdua nampak antusias untuk berangkat Car Free Day. Walaupun jam telah menunjukan pukul 8 pagi, hal itu tidak menyurutkan niat kedua sahabat ini.
Bayu yang saat itu sudah siap, sedikit terhambat dengan gerakan Deka yang lambat. “Ka! Ayo buruan… keburu makin panas.”
“Iyeeee… ayo!” Deka menjawab sebal sambil mengikat tali sepatunya.
Setiba di lokasi CFD, mereka memilih berpisah dan olahraga sendiri-sendiri. Bayu dengan joggingnya, dan Deka dengan matanya yang fokus melihat tante-tante aerobik pagi.
Deka yang saat itu tengah fokus melihat gerakan tante-tante gemas itu, pandangannya sedikit tergangu dengan beberapa manusia silver yang melintas didepannya. Bukan sekali dua kali, mungkin sesering jumlah gelas yang diminumnya setiap hari seusai mendengar rekomendasi dokter di kanal youtube yang ia tonton sebelum CFD tadi. Pria kantoran ini pun menghampiri salah satu diantara mereka dan mulai mengajak diskusi. Bukan soal kehidupan yang biasa anak muda lakukan ketika pukul satu pagi, atau pembicaraan agama dan tuhan pada topik setelahnya, bukan itu.
Deka mulai dengan beberapa pertanyaan mempersoal dari bagaimana cat ini tidak luntur oleh keringat adek?, siapa yang bertanggungjawab melukis badan adek?, atau mempersoal apakah ketika pipis, catnya luntur dan membekas di titit, atau memang titit adek sudah dicat?
Sederet pertanyaan yang tak penting terus ditanyakan kepada adik kecil ini. Tentu tak lupa Deka menanyakan hal-hal yang syarat nilai kepada si adik yang barusan saja diberikan lima ribu untuk bekal sarapan olehnya.
“Kenapa mau jadi begini dek?” Tanya singkat Deka.
“Gak ada pilihan laen bang, biar bisa makan hari-hari.” Jawab lesu adik kecil ini.
“Terus kalo ada peserta baru, gimana daftarnya?” Deka bertanya dengan nada penasaran.
Anak itu pun menoleh kehadapan Deka dan mulai menjelaskan. “Anak baru gitu bang? Kagak tau dah, kita sih kelompokan aja gitu, yaudah ada aja gitu.”
“Emang dapet berapa kira-kira sehari?” Pria berzodiak gemini ini terus menanyakan maksud dan tujuannya.
“Gak nentu sih… Kalo lagi rame banget mah bisa kali 100rb sehari, kalo sepi mahh yaa lumayan lah buat makan dua kali.” Jawab si adik dengan nada sedikit cemas dan mulai menaruh curiga.
“Oke, makasih ya dek…” Ucap Deka dengan menyelipkan uang lima ribu ke tangan si adik.
Otak Deka pun mulai menjalankan fungsinya, dengan menghitung berapa banyak pundi uang yang mampu diperoleh dalam sebulan dengan menjadi manusia silver[1]. Toh, pikirnya, menjadi manusia silver tidak akan membuatnya mudah dikenali. Karena yang terpenting adalah menjaga status dan gengsi khususnya kepada teman-teman semasa kampusnya dulu yang terkenal cukup trendy.
Tiba waktu menjelang jam makan siang, belum ada keringat yang berarti dari Deka, hanya keringat dari panasnya matahari saja. Berbeda dengan Bayu yang berkeringat lumayan dari hasil larinya memutari satu area CFD. Mereka kembali bertemu di titik awal mereka berpisah.
“Eh Ka, kok lo belum ada keringet samsek sih?” Tanya Bayu sambil mengatur nafasnya.
“Oh, gue terpukau sama body mama muda pas tadi aerobik, jadi ga sempet lari,” Deka pun nyengir dan memberikan dua jempolnya ke arah Bayu. “Terus gue ketemu manusia silver, abis itu gue kepikiran buat jadi manusia silver, makanya nih gue lagi coba itung-itung penghasilan gue nanti.” Lanjut Deka dengan nada yang menggebu-gebu.
Bayu pun nampak kesal dengan kelakuan aneh sahabatnya ini. “Ah elo yang bener aje, sarjana kayak lo jadi manusia silver!” Tangkas Bayu sambil menggelengkan kepalanya kebingungan.
Mendengar tidak ada dukungan dari sahabatnya, Deka pun sedikit beralasan. “Emang lo pikir anak putus sekolah aja yang boleh jadi manusia silver. Lagian juga gak akan ada yang sadar kalo gue jadi manusia silver, jadi bisalaahh…”
“Serah lo dah! Ayo cari makan, Ka.” Bayu menjawab dengan setuju-setuju saja dengan pilihan hidup yang akan ditempuh Deka.
“Bentar, gue moto tante-tante abis aerobik ini dulu…” Deka dengan gesit mengambil ponsel pintar dari sakunya dan mulai mengambil beberapa gambar para tante itu.
“BANGSATT!!” Bayu mempersiapkan tangan yang sudah mengepal untuk memukul wajah Deka.
Sesampainya di apartemen, Deka mulai mencari-cari cat silver hasil rekomendasi anak kecil tadi. Melalui aplikasi hijau dan merah di ponselnya, ia pun dengan cekatan meng-klik seluruh barang yang dibutuhkan dan melakukan checkout, total harganya lumayan untuk beli satu slop rokok.
Saking antusiasnya, Deka tak lupa untuk mengajak sahabatnya itu. “Bay, lo mau ikut gue gak jadi manusia silver, mulai mingdep paling…”
“Lo gak liat berita LINE Today apa…? Manusia silver udah mau dirazia sama satpol PP.” Jawab Bayu sambil menunjukan berita dari ponsel pintar miliknya.
“Eh, cara cancel barang yang udah dibayar gimana?” Sontak, Deka yang mendengar pernyataan itu mendadak kepanikan dan bingung sendiri.
Deka nampak bingung dan melanjutkan karirnya yang kian diujung tanduk.
[1] https://news.detik.com/berita/d-5034751/cerita-manusia-silver-di-kota-tua-bertahan-meski-minim-pendapatan/2
Bersambung. Nantikan kelanjutan ceritanya setiap Minggu, jam 7 malam!