Minggu Ketujuh: Desainer Digital

ilham rinaldi
Sandang Pangan Santai
5 min readAug 23, 2020

Desain menjadi kebutuhan bagi sebagian orang. Salah satu representasi dari bagaimana kita membagikan sudut pandang ke hadapan banyak orang. Tentu, didukung oleh perlengkapan yang memadai, melakukannya akan semakin menyenangkan dan tentunya lebih mudah dari hanya menggambar sketsa di kertas dan mewarnainya. Tibalah, Deka, seorang sarjana lulusan ilmu komunikasi ini tak jarang mendapatkan beberapa pekerjaan desain untuk tugas teman-temannya semasa kuliah dulu, hasil desainnya pun lumayan untuk sebuah powerpoint, dan cover laporan.

Photo by Carl Heyerdahl on Unsplash

“Bay, sore ini lo balik ke Tangerang?” Tanya Deka yang tau kalau setiap jumat adalah waktunya Bayu pulang ke Tangerang untuk menemui keluarga dan sanak kekasihnya, oke kebalik.

“Iya, kenape?” Bayu mencoba bertanya.

“Ngerti lah lo, mau ke club gue…” Deka mencoba menjelaskan dengan mengangkat-angkat alisnya.

“Yodeh, awas aja sampe lo kagak bersihin najis-najis lo!” Bayu mencoba mengingat-ngingat beberapa kejadian kondom berserakan yang terjadi.

“Aman bos!” Deka langsung hormat mendengar restu dari sahabatnya itu.

Pergilah Deka ke club, seperti biasa, ia pergi bertiga dengan dua sahabatnya sedari SMA dulu. Meskipun berpisah kampus, mereka bertiga masih berada dalam satu kota yang sama. Salah satunya jer, seorang sarjana lulusan desain yang saat ini sudah punya beberapa klien. Atau Bryan, seorang sarjana lulusan hukum yang saat ini lebih memilih melanjutkan usaha restauran ayahnya.

Perbincangan pun mulai terjadi antara mereka bertiga didalam mobil dengan nostalgia-nostalgia kecil. “Masih ngantor aja lu Ka? Kata lu udah engga…” tanya Bryan.

“Masih bray, sebulan lagi paling cabut gue.” Jawab Deka nampak ketus.

“Kenapa tuh?” Balik Bryan melontarkan pertanyaan dengan mengkerutkan dahinya.

“Gara-gara kontrak ege, kan udah gue kasih tau pas itu, Bry.” Potong Andi menjawab pertanyaan Bryan.

“Iya nih, bingung gue mau ngapain abis itu.” Sahut Deka yang sedikit gelisah menggarukan kepalanya.

“Lo coba buat desain aja Ka, bukannya lo sering tanya pendapat desain gitu pas lo ngampus buat apa tuh… Proyek-proyek apalah itu lo bilang.” Bryan mencoba mengingat-ngingat cerita Deka semasa kuliah sambil mementikan jarinya.

“Nah, masalahnya tuh, desain gue kayak gitu-gitu aja, sekarang mana ada temen kampus gue yang butuh desain begituan, udah pada kerja masing-masing lagian juga.” Deka menjawab dengan nada sedikit menggebu.

“Coba aja lagi, lo bantuin desain gue deh, nanti gue kasih guide-nya… kali aja cocok, bre.” Andi mencoba menenangkan nada bicara Deka.

“Menarik sih tuh, lo juga bisa tuh rebrandingin resto gua, yaa lebih murah dari Andi ya kan? Hahaha” Gurau Bryan yang memandang Andi sebagai desainer dengan bayaran mahal baginya.

Deka yang penasaran mencoba menanyakan hal itu ke Andi. “Emang lo sekali desain berapa Ndi?”

“Lumayan lahh UMR lima kali.” Jawab santai Andi

“Suuummmpaahhh??!” Deka pun seketika itu terkejut mendengarnya.

“Dah sampe nih.” Bryan pun seketika menghentikan percakapan yang sedang seru-serunya.

Dari awal masuk hingga satu diantaranya jackpot, siapa lagi kalau bukan Bryan. Berbeda dengan Deka yang daritadi hanya menatap lampu disko sambil memikirkan nasibnya untuk terjun kembali ke dunia desain, berharap bisa hidup dari sana.

Andi yang berjalan ke arah Deka dengan teman barunya itu pun mencoba menegur Deka yang sedang melamun. “Lemes amat lo daritadi, nih Ka, kenalin Andine. Ini temen gue Din, namanya Deka, lagi nyari cewe nih anak.” Bicara Andi sambil mempersilahkan Andine untuk duduk.

“Bryan mana?” Lanjut tanya Deka yang baru saja beres dari melamun.

“WC, biasaaa.” Jawab Andi yang duduk disamping Andine mengapitnya dengan Deka.

“Gue daritadi kepikiran desain Bry.” Deka menjawab dengan nada lesu dan menghiraukan wanita seksi dengan mini dress disamping kirinya itu.

“HAH??” Andi nampak tak mendengar celotehan temannya itu karena kerasnya musik yang dimainkan oleh DJ.

“GUE DARITADI KEPIKIRAN DESAIN, BUDEK!” Deka mencoba menjawab dengan nada teriak.

“Oh, yaudah lo garap aja punyaa gue!!” Balas Andi dengan nada yang tak kalah kencangnya. “Bahas entaran aja di jalan!” Lanjutnya yang mulai menolehkan pandangannya ke Andine, wanita berwajah oriental yang baru saja ia kenal.

Mereka bertiga pun pulang dengan Bryan yang setengah sadar, juga membawa Andine untuk jadi teman kencan Andi di ranjangnya nanti.

“Ndi, gimana masalah desainnya?” Deka mencoba membuka topik pembahasannya.

Nampak tidak ada tanggapan dari depan, hanya sahut-sahut obrolan antara sepasang kekasih satu malam itu. “Ya biasalah, kalo gue tuh suka banget musiknya John Legend.” Ucap pria dengan postur badan ideal yang tengah membicarakan seputar lagu itu.

“Oh kalo gue sih lebih suka ke The Beatles-nya, cuman aseli deh, emang enak-enak bangeett itu…” Saut berbalas perempuan yang masih kuliah di salah satu kampus negeri Ibu kota.

Deka pun yang saat itu berada dibangku belakang bersama Bryan yang belum tersadar terlihat menggerutu lantaran tidak ada sahut dari Andi. Hingga tiba di apartemen Deka, masih belum ada cakap dari mereka selain “Thanks Ndi, Din, cabut yakk!”

“Oke, Ka.” Balas Andi sambil melajukan mobil Bryan yang dibawanya.

Sesampainya Deka di apartemennya. Ia pun mencoba menghubungi Andi lewat pesan padahal tahu kalau akan dibalas besoknya. Benar saja, sabtu siangnya ada balasan dari Andi.

Andi: “Mbb bro, coba lo garap tugasnya si Andine, kebetulan masih ngampus dia, disuruh desain poster gitu katanya…”

Deka: “Yaudah mana sini kontak orangnya.”

Andi: “Gue kirim aja langsung filenya ke lo ya, mana email lo?”

Deka: “Kontaknya aja sini biar gue langsung chat si Andine-nya.”

Andi: “Kontaknya gamau disebarin katanya, udeh ntar kalo dah kelar langsung email gue lagi aja.”

Deka: “Yaudah, poster apa emang?”

Andi: “Poster biologi gitu.”

Deka pun nampak antusias dan mulai menggarap pekerjaan barunya itu. Namun nampaknya pria pecinta tomat ini mulai kesal lantaran banyaknya revisi yang diterimanya, alasannya pun beragam. Mulai dari typo dalam isi poster karena maklum tulisannya kebanyakan latin. Hingga gambar yang tidak sesuai dengan yang diinginkan Andine. Sampai pada minggu sore, poster yang digarapnya pun benar-benar berhasil dituntaskannya.

Pesan dari Andi pun menyertai kirimin poster yang dikirimnya sore itu.

Andi: “Eh Ka, udah gue tf 100rb”

Deka yang membacanya pun nampak kesal dan sedikit gigit jari, karena berbeda dengan apa yang dihasilkan Andi.

Deka: “Kagak lebih tuh cewe ngasih?”

Andi: “Dia akhirnya pake desain dari gue, Ka. Katanya desain lo masih banyak typonya, itu fee dari gue aja, gak enak gue sama lo”

Deka pun terus mendukung karir desain teman SMA itu dan melanjutkan karirnya yang kian diujung tanduk.

Bersambung. Nantikan kelanjutan ceritanya setiap Minggu, jam 7 malam!

--

--