Refleksi Berkoperasi: Ranggi Koto

Sanggare
Sanggaré
Published in
4 min readAug 9, 2019
Diilustrasikan oleh: Fatchur Rohman, 2019

Ranggi Koto, seorang pekerja desain di perusahaan manufaktur yang moonlighting di koperasi Sanggaré.

Kerja telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sebagian besar waktu yang kita miliki dihabiskan untuk bekerja. Akan tetapi, tidak sedikit juga orang-orang yang mengeluh atas pekerjaan yang mereka lakukan. Ada yang merasa tidak nyaman karena kondisi lingkungannya, merasa tidak puas dengan jumlah uang yang mereka terima, atau bahkan merasa tertekan karena beban kerja yang begitu tinggi. Permasalahan ini jika terus dibiarkan tentu bisa berdampak buruk untuk orang-orang tersebut. Untuk membaca hal ini kita bisa berangkat dari suatu hal mendasar, mengapa seseorang bekerja?

Dengan mempertanyakan hal itu, kita akan mendapatkan begitu banyak alasan yang seolah “memaksa” seseorang untuk bekerja. Mulai dari untuk mendapatkan uang, mengaktualisasikan diri, bersosialisasi dengan orang lain, atau malah hanya sekedar untuk mengisi waktu luang. Walaupun alasan-alasan ini terlihat beragam, kita melihat sebuah kesamaan bahwa semuanya berangkat dari suatu kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan setiap orang bisa berbeda-beda. Maka penting bagi setiap orang untuk bisa menyuarakan kebutuhannya masing-masing agar dapat dipenuhi dari kerja-kerja yang mereka lakukan. Hanya saja, di tempat kerja yang kita kenal saat ini ruang-ruang untuk bersuara itu seringkali tertutup rapat.

Ini dimungkinkan karena relasi di tempat kerja tersebut adalah relasi buruh-majikan. Ini berarti suatu pihak menjual tenaga kerjanya untuk dibeli oleh pihak yang lain. Idealnya, hubungan di antara kedua pihak adalah setara karena terdapat saling ketergantungan di antara mereka. Akan tetapi, karena tersedianya cadangan tenaga kerja yang begitu banyak di luar sana menyebabkan rendahnya posisi tawar buruh di hadapan majikan. Akhirnya mau tidak mau buruh terpaksa mengikuti segala perintah majikan betapapun itu merugikan dirinya.

Di dunia yang kita kenal saat ini, pilihan tempat kerja yang kita miliki seolah-olah tidak pernah jauh dari relasi buruh-majikan. Bekerja di perusahaan swasta, lembaga pemerintahan, sektor-sektor usaha informal, atau malah menjalankan sebuah usaha waralaba. Padahal, terdapat suatu alternatif tempat kerja yang dikenal dengan Koperasi Pekerja.

Koperasi Pekerja yang dimaksud di sini bukanlah koperasi konsumsi atau simpan pinjam yang sering kita jumpai di tempat-tempat kerja pada umumnya. Akan tetapi, ini adalah sebuah organisasi kerja yang dimiliki dan dikelola secara kooperatif oleh para anggotanya yang dalam kasus ini adalah pekerja. Tidak ada kehadiran majikan sebagai pemilik modal secara privat di sini. Dengan begitu, tidak akan ada suatu pihak yang memiliki hak suara lebih dibandingkan dengan pihak yang lain. Setiap anggota memiliki hak suara yang sama sehingga setiap anggota memiliki pengaruh yang sama terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan lewat konsensus. Alhasil, tidak akan ada lagi perintah yang harus dituruti. Para pekerja menentukan sendiri apa yang akan mereka kerjakan

Mungkin kebanyakan dari kita akan meragukan Koperasi Pekerja ini. Bagaimana mungkin sebuah organisasi kerja yang demokratis bisa memiliki dampak sebesar itu terhadap permasalahan yang selama ini sering terjadi di tempat kerja? Lagi pula, bukankah akan menjadi lebih tidak efektif ketika pengambilan keputusan harus melibatkan begitu banyak orang di tengah dinamika pekerjaan yang berlangsung begitu cepat?

Walaupun terlihat sepele, demokratisasi memegang peranan penting dalam membangun kesadaran individu terhadap kolektif di mana mereka berada. Keterlibatan setiap individu dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melakukan pekerjaan. Begitupun dengan kepemilikan yang sama dari setiap anggota, memungkinkan profit yang selama ini hanya masuk ke kantong pemilik modal dapat terbagi rata ke setiap pekerja yang berperan di sana. Dengan adanya transparansi seperti itu, para pekerja akan terus termotivasi untuk meningkatkan performa kerja demi perkembangan organisasi kerjanya, karena kesejahteraan organisasi kerja adalah kesejahteraan para pekerja itu sendiri.

Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa Koperasi Pekerja bukanlah sebuah organisasi kerja sempurna yang terbebas dari permasalahan. Pengambilan keputusan seringkali tidak berjalan efektif karena harus melibatkan seluruh anggota dan kadangkala banyak di antara mereka yang pengetahuannya kurang terhadap hal tersebut. Untuk mengatasinya, beberapa Koperasi Pekerja membentuk Dewan Pekerja yang berisi perwakilan dari para pekerja. Dewan Pekerja bertanggung jawab penuh terhadap para pekerja sehingga jika sewaktu-waktu mereka melakukan kesalahan, maka para pekerja berhak untuk memberhentikannya dan menggantinya dengan yang baru.

Walaupun solusi di atas bisa menyelesaikan permasalahan di beberapa Koperasi Pekerja, hal yang sama belum tentu berlaku di tempat lain. Sebagian Koperasi Pekerja masih membutuhkan keterlibatan penuh dari setiap anggotanya dalam melakukan pengambilan keputusan. Untuk mengatasinya, diperlukan uji coba serta evaluasi dalam jangka panjang demi mendapatkan sistem yang paling efektif. Selain itu, perlu dilakukan pendidikan terhadap setiap anggota demi mewujukan demokratisasi dalam bidang pengetahuan sehingga gap di antara pekerja perlahan akan semakin berkurang. Dengan terwujudnya sebuah sistem yang demokratis dimulai dari tempat kerja, dapat menjadi langkah awal untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis di ranah yang lebih besar.

Selamat berkoperasi kawan-kawan!

--

--