12 Rules of User Experience

Nurhaya Kushadi Gitasari
Scrum.ai
Published in
3 min readApr 5, 2018

Pasti dalam membuat suatu proyek perangkat lunak, kita perlu memikirkan bagaimana aplikasi tersebut dapat menarik minat penggunanya, baik dengan tampilan aplikasinya maupun peletakan button dan field yang dibutuhkan oleh user. Nah keduanya itu disebut dengan User Interface and User Experience.

Bedanya apa sih?

User Interface adalah tampilan grafis dari suatu aplikasi yang akan memudahkan pengguna dari aplikasi tersebut dalam mengoperasikannya. Sedangkan User Experience adalah sikap, tingkah laku, atau emosi user dalam menggunakan suatu aplikasi. Kenapa keduanya harus diperhatikan? Karena UI/UX ini sangat penting dan membantu kita dalam mengetahui bagaimana user di luar sana tertarik dan mudah menggunakan suatu aplikasi.

Untuk UX sendiri, ada 12 aturan yang perlu diperhatikan mengenai hal ini. Berikut penjelasannya :

1.Fitts’s Law (“ The time to acquire a target is a function of the distance to and size of the target”)

Jadi, ketika kita membuat suatu aplikasi, kita harus mempertimbangkan peletakan suatu asset, misalnya button. Tombol yang kita letakkan di sebelah kanan tulisan akan lebih sering ditekan. Selain itu, tombol yang berukuran lebih besar akan mudah diakses dibandingkan dengan tombol yang lebih kecil.

2. Hick’s Law ( “The time it takes to make a decision increases with the number and complexity of choices”)

Aturan ini lebih menekankan pada pembuatan form. Seperti pada kalimat diatas, waktu yang dibutuhkan untuk menentukan suatu pilihan akan berbanding lurus dengan jumlah dan tingkat kesulitan dari suatu pilihan. Maka, akan lebih baik jika form dibuat dengan banyak pertanyaan dengan pilihan yang sedikit dibandingkan sedikit pertanyaan dengan pilihan yang banyak.

3. Jakob’s Law (“ Users spend most of their time on other sites. This means that users prefer your site to work the same way as all the other sites they already know”)

Aturan ini menunjukkan bahwa mereka (user) akan lebih suka jika aplikasi/website yang kita buat memiliki fungsi kerja yang hampir sama dengan aplikasi/website yang sering mereka gunakan/yang mereka tahu.

4. Law of Prägnanz (“ People will perceive and interpret ambiguous or complex images as the simplest form possible, because it is the interpretation that requires the least cognitive effort of us”)

Aturan ini kembali membahas bagaimana bentuk button yang mudah dipahami. Bentuk button yang simpel seperti kotak, akan mudah digunakan karena user cenderung menganggap bentuk yang ambigu sebagai bentuk yang paling simpel dan memungkinkan untuk digunakan sebagai interpretasi dari button tersebut.

5. Law of Proximity (“ Objects that are near, or proximate to each other, tend to be grouped together”)

Untuk aturan ini lebih menekankan bagaimana menampilkan suatu data kepada user. Intinya, untuk menampilkan data, akan lebih mudah jika data yang serupa atau berhubungan satu sama lain dikelompokkan ke dalam satu kelompok. Jika ingin ada pemisahan kelompok data lagi, maka kembali memperhatikan bahwa jika ada data yang masih sama atau berhubungan (dalam kategori yang berbeda dari sebelumnya), dikelompokkan kembali menjadi satu kelompok.

6. Law of Similarity (“ The human eye tends to perceive similar elements in a design as a complete picture, shape, or group, even if those elements are separated”)

Aturan ini menunjukkan bahwa user cenderung mengenali elemen yang serupa meskipun diletakkan berjauhan satu sama lain. Akan lebih baik jika elemen yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan yang cukup signifikan agar dapat dibedakan.

To be continue…

source :

https://medium.com/swlh/ux-laws-with-practical-examples-c418b4738d20

https://lawsofux.com/

--

--