Membuka Pikiran Sebelum New Normal

Bayu Prastio
SELA
Published in
3 min readMay 30, 2020
Photo by Sarah Kilian on Unsplash

Sudah 4 bulan aku tidak hidup seperti biasa. Semua pasti merasakan hal yang sama, covid telah menarik kita ke dalam ruang sempit rumah masing-masing. Melihat ke luar jendela, tampaknya tidak ada sesuatu yang mengancam hidup kita. namun musuh tak terlihat ini telah merenggut kebebasan dan ketenangan pikiran.

Orang — seharusnya — berpikir berkali-kali ketika berniat keluar rumah. “apa tujuanku?” , “apakah tidak bisa dilakukan dalam rumah?” pertanyaan itu selalu datang.

Kini memang orang-orang terlihat lebih berani menantang covid 19. Lalu lintas mulai padat, pertokoan kembali bebas walau tetap ada ‘sedikit’ protokol. Ya, hanya sedikit, hanya berupa cuci tangan, pakai masker dan beberapa toko memiliki alat pengukur suhu tubuh. Tapi, nyatanya masih banyak celah untuk penyebaran covid. Seperti mengantre tetap tanpa jarak aman. Saat orang-orang mengantre di kasir, di tempat cuci tangan, dan saat memesan makanan, tetap tidak menjaga jarak. Selain itu di jalanan, ketika terjebak lampu merah — karena lalu lintas mulai padat — motor-motor mengisi sela-sela ruang kosong, menunggu lampu hijau menyala. Pada momen itu penularan bisa saja terjadi. Hal ini aku sandarkan pada referensi bahwa covid bisa bertahan beberapa menit di udara. Jadi siapa yang tahu bahwa tempat yang baru saja kita datangi, beberapa detik sebelumnya ada orang yang positif covid 19 tak bergejala mendatangi lokasi yang sama dengan kita?

Ada kejadian menarik yang diberitakan kompas pada 15 Mei 2020. Terdapat penjahit dinyatakan positif corona sementara dia kerap tidak memakai masker. Ada juga di Semarang, terdapat tukang sayur yang menyebarkan virus corona pada konsumennya.

Bukan berniat menyebar keresahan, berita seperti ini memang harus dijadikan tolok ukur kewaspadaan bersama. bahkan mungkin berita itu pun tak mengagetkan untuk sebagian orang yang masih merasa bahwa dirinya tidak akan positif corona.

Menuju tujuan mulia

Sangat boleh dan baik ketika kita merasa yakin tidak akan terkena covid-19, tetapi dengan syarat tetap menjaga kewaspadaan. Kita buka pikiran lebih luas dalam pentingnya menjalankan protokol kesehatan. Walau kita yakin tidak akan terkena covid, tapi bagaimana orang tua kita yang sudah lanjut usia? Bagaimana orang-orang yang berinteraksi dengan kita sementara ternyata tanpa disadari kita memiliki virus itu tanpa gejala?

Jika itu terjadi, penyebaran virus akan menyebabkan klaster baru dan mengenai orang-orang di sekitar kita. Akan sangat menyedihkan ketika ada keluarga yang dinyatakan positif corona.

Jadi, anggap saja covid ini bukan tentang diri kita, tapi tentang orang-orang yang kita cintai. Dengan tujuan mulia itu virus akan lebih cepat terhenti penyebarannya.

Setelah kita menyadari bahwa pentingnya menjaga diri kita demi orang-orang terdekat, maka kita bisa melanjutkan untuk menahan diri tetap di rumah. Walau saat ini Indoneseia secara ‘mendadak’ masuk fase new normal, tapi kita bisa lihat bagaimana trafik data peningkatan kasus corona masih dalam keadaan naik. Menjaga kewaspadaan tentu jadi hal utama dalam kondisi yang simpang siur seperti ini. Pemerintah Indonesia membuka New Normal tanpa menunggu covid telah masuk fase landai. Indonesia tidak seperti negara lain, seperti Vietnam, mereka melakukan new normal dengan memastikan negaranya tidak lagi memiliki peningkatan kasus covid yang signifikan.

Banyak alasan memang, salah satunya tentu mengantisipasi ancaman resesi ekonomi imbas corona. Jadi, sekali lagi kita perlu membuka pikiran untuk memperhitungkan kebijakan pemerintah terbaru. Kita harus tetap menjaga prinsip social dan physical distancing. Pemilik perusahaan sebaiknya mengukur lagi apakah masih bisa berjalan via daring atau tidak? Jika masih, lebih baik tetap pertahankan segala kinerjanya lewat daring walau new normal telah dibuka. Semua itu demi keamanan para pekerja. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan selama pandemi ini. Selain itu akan lebih merugikan ketika perusahaan yang nekat memasifkan kembali kinerjanya dan malah ditemukan karyawan yang positif. Itu malah akan membuat perusahaan tersebut tutup total.

Arus kerja pada new normal memang sulit dibendung. Semua tidak tahan akan pandemi ini. Tapi selama kita masih bisa menjaga pekerjaan kita tetap efektif walau tetap di rumah, mengapa harus kembali normal terburu-buru?

Sambil tetap di rumah, kita bisa mencoba menata hidup lebih baik. tidur tepat waktu, mengobrol secara intens dengan keluarga yang biasanya tidak dimiliki pada saat sibuk. Untuk orang yang gemar baca buku, situasi ini bisa diisi dengan menyelesaikan puluhan buku. Untuk orang yang menggeluti desain grafis, momen ini bisa digunakan untuk membangun personal branding dan melatih keahlian.

Kita hanya perlu berpikir ulang dengan situasi ini. Memanfaatkannya dengan baik. Aku sendiri menganggap pandemi ini jadi momen untuk membaca lebih banyak, mendengarkan podcast-podcast yang bermanfaat dan tentunya menjalani hobi yang masih bisa dilakukan di rumah.

--

--