Ambil Gunting Baut!

Aldiansyah Azura
Selayang
Published in
5 min readNov 21, 2021

Mungkin bagi sebagian orang nama Fiona Apple masih terdengar asing. Tapi, percayalah, wahai umat musik, Mbak Apple tidak akan mengecewakan kalian. Mbak Apple memulai debutnya di tahun 1996 dengan album bertajuk Tidal. Berkat kejujuran liriknya dalam bercerita, Tidal berhasil mendapat sambutan positif dari para kritikus musik. Wajar jika kemudian album itu berhasil memperoleh penghargaan dari MTV Video Music Award dalam kategori Best New Artist.

Dalam karya-karyanya yang bergenre rock alternatif bercampur jazz dan R&B, Mbak Apple sering banget ngoceh soal penindasan terhadap perempuan, hubungan penuh racun alias toxic relationship, juga women empowerment. Sebenarnya, doi emang jarang banget bikin album. Ini terlihat dari jumlah album beliau yang baru ada 5 selama 25 tahun berkarier. Itu pun jarak dari satu album ke album lain lumayan lama, 3–8 tahun. Tapi, begitu bikin album, duar! Pecah abis!

Di tulisan ini, gue mau bahas album terbarunya doi yang dirilis tahun lalu dengan tajuk Fetch The Bolt Cutters. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, kurang lebih artinya “Ambil Gunting Baut”. Mbak Apple merekam lagu-lagu di album ini di rumahnya sendiri dengan bantuan beberapa teman musisinya. Mentang-mentang rekaman di rumah sendiri, doi bertindak sesuka hati, bermain-main ke sana-ke mari. “Rumah gue ini, sabeblah!” , mungkin begitu kata Mbak Apple dalam hati.

https://en.wikipedia.org/wiki/File:Fiona_Apple_-_Fetch_the_Bolt_Cutters.png

Kenapa gue bisa bilang begitu? Sebab, di album ini Mbak Apple terdengar seperti sedang bermain-main atau katakanlah bereksperimen dengan instrumen yang ada: piano, gitar, drum, tembok, hentakan kaki di tanah, perabotan rumah tangga, sampai gonggongan anjing, dan meongan kucing. Vokal beliau pun dibuat bervariasi. Doi bernyanyi mulai dari suara yang lembut nan kalem, berbisik, parau, penuh gairah, amarah, falsetto, dan variasi lain yang gue tak bisa identifikasi. Dibanding album-album sebelumnya, Mbak Apple tampaknya senang banget bermain-main dengan perkusi di album ini. Sebenarnya, dominasi serta eksperimen perkusi ini sudah mulai terasa di album sebelumnya yang dirilis pada tahun 2012 dengan judul The Idler Wheel Is Wiser Than the Driver of the Screw and Whipping Cords Will Serve You More Than Ropes Will Ever Do (Mampus, panjang banget!). Tapi, di album terbarunya ini permainan perkusi lebih kental, unik, dan liar. Semua keliaran tersebut seakan berbanding lurus dengan semangat yang hendak dibawa dalam album ini, yakni kebebasan.

Di album ini, Mbak Apple bicara keras tentang bagaimana seorang perempuan menghadapi penindasan dengan penuh keberanian dan menerima diri sebagai manusia yang berharga. Berbeda dengan album debutnya yang menyampaikan gagasan yang hampir sama dengan nada kerentanan, di album ini beliau bersuara lebih lantang dan penuh optimisme. Coba aja simak lagu berjudul “Newspaper” di album ini yang menggemakan solidaritas terhadap sesama perempuan. Mbak Apple merasa iba terhadap seorang wanita yang mendapat perlakuan tidak mengasyikkan dari lelaki yang juga melakukan hal yang sama terhadap Mbak Fiona. Atau, dengerin deh lagu “Ladies” ketika Mbak Apple berseru kepada kaum perempuan di seluruh dunia yang mengalami penindasan dari kaum lelaki supaya tetap tegar dan saling bergandeng tangan. Intinya, album ini mau mendorong kita semua untuk bertahan di tengah kekacauan dunia patriarki yang menghadirkan korupsi, kejahatan berencana, pelecehan, dan penindasan.

Dibuka dengan lagu berjudul “I Want You To Love Me”, Mbak Apple mengalun lembut di bagian awal dengan iringan piano dan tabuhan perkusi.

I’ve waited many years

Every print I left upon the track has led me here.

Begitulah Mbak Apple menunjukkan betapa banyak yang telah ia alami di dalam hidupnya hingga bisa sampai pada momen ia sekarang berdiri tegar. Dan, satu yang ia inginkan: dicintai oleh seseorang yang ia mau. Namun, secara tidak langsung, lagu ini pun seolah merupakan ultimatum bagi para pendengarnya untuk mencintai serta memahami makna karya-karya yang telah ia buat yang mungkin saja diwakilkan oleh lirik ini:

And I know that you know that you got

The potential to pick me up

And I want you to use it, blast the music

Bang it, bite it, bruise it

Mbak Apple menyanyikan bait itu dengan vokal yang penuh gairah. Lagu ini kemudian diakhiri dengan irama piano yang memburu dan terkesan tidak beraturan dan disusul semacam desahannya mengikuti ritme piano seakan memberi kesan tentang sebuah persenggamaan yang indah antara musik dan seorang wanita tegar yang telah memikul beban hidup yang teramat berat.

By jareed — Flickr: Fiona Apple, CC BY 2.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=22141864

Mendengarkan lagu-lagu di album ini, mau tidak mau mengingatkan gue pada iring-iringan sahur. Yap. Iring-iringan sahur yang begitu gaduh dengan berbagai macam instrumen perkusi. Memang, lagu-lagu dalam album ini dimulai dengan kegaduhan, lalu perlahan melembut menuju akhir hingga transisi ke lagu selanjutnya. Tidak ubahnya seperti suara iring-iringan sahur yang perlahan datang melewati rumah kita. Mulanya sayup-sayup, kemudian kegaduhan terdengar makin jelas sampai bikin kuping pekak, lantas perlahan kembali redup sayup-sayup.

Tidak hanya itu. Satu hal lagi yang membuat gue membandingkan album ini dengan iring-iringan sahur adalah humor yang Mbak Apple sematkan di antara optimisme, amarah, dan gairah yang menjadi fondasi album ini. Sebut saja “Under The Table”, yang menghadirkan situasi makan malam yang menggelitik, tetapi sesungguhnya penuh dengan pemberontakan.

Kick me under table all you want

I won’t shut up.

Hal lain yang perlu dicermati adalah bagaimana Mbak Apple turut membawa kenangan kanak-kanaknya di album ini melalui “Shameika” yang menceritakan dirinya semasa kecil yang dirundung malang sampai pada suatu hari seorang gadis bernama Shameika yang sama sekali tidak dekat dengannya menguatkan Mbak Apple dengan mengatakan: “You had the potential”. Anjay!

Ada pula lagu “Fetch The Bolt Cutters” yang mengundang kembali ingatan masa kecilnya ketika ia merasa benar-benar terasing, seperti yang tertuang dalam bait ini:

I grew up in the shoes they told me I could fill

When they came around

I would stand real still

A girl can roll her eyes at me and kill

I got the idea I wasn’t real.

Oh ya, ada sedikit fun fact nih. Judul album ini yang juga sekaligus judul salah satu lagu di album ini ternyata terinsipirasi dari salah satu adegan di mini seri yang berjudul The Fall. Karakter di seri itu yang bernama Stella Gibson mengatakan “Fetch the bolt cutters!” ketika hendak membuka pintu yang menjadi ruang penyimpanan korban kejahatan seksual. So, secara tidak langsung, lewat album ini Mbak Apple seakan hendak keluar dari penjara yang selama ini membuatnya terkekang dan terasing.

Oke, segitu aja dulu ya bahasan gue tentang album barunya Fiona Apple ini. Intinya, album ini wajib banget kita simak. Jadi, jika ada di antara lu yang merasa terjebak dalam situasi yang membuat lu merasa terasing, melupakan diri sendiri hingga abai untuk bahkan mencintai diri lu sendiri, maka ambillah gunting baut, fetch the bolt cutters. Potonglah belenggu itu. Cut!

--

--