Ridwan Af
semisal
Published in
1 min readMar 2, 2019

--

04 | semisal telapak tanganmu dingin

apalagi yang akan dihadapi
sebuah air dingin atau panas api
tak pernah bisa kita menerkanya
penting kita seimbang selamanya

menuju petang,
tanpa ada pembicaraan sama sekali
aku menunggu, mungkin kau juga begitu
tapi ini bukan yang menjadikanku ragu-ragu

berhenti sejenak pada pohon kering
hanya pohon itu yang ada saat aku kelelahan
satu-satunya pohon itu, tak berdaun tak bertuan
ia kuat bertahan pada luasnya kesendirian

tampak ada banyak bekas sayatan
di batang pohon kekeringan
mungkin sering dijadikan patok kehilangan
memberi arah, sabar, tak marah, dilupakan.

semuanya menjadikan kita tiga, malam ini
aku, kau dan pohon coklat tua ini
kita telah basah sedari tadi
hanya pohon saja yang tetap kering berarti

sesekali aku memeluknya,
berbagi basah terhadap ia yang terlampau lama kering
kau juga melakukannya saat aku selesai
hingga kita terlelap dengan arah berlawan perangai

sebelum itu, terlihat wajah pucat tak bersurat
kering luar, kuyup dalamnya
meski kau diam selamanya,
aku rasakan telapak tanganmu dingin seutuhnya

{Semisal.}

--

--