Kemesraan Indonesia dan Malaysia

wowot hk
sesuapnasi
Published in
4 min readAug 23, 2017

“Akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi,” kata Rasulullah setelah beliau menyembelih kambing.

“Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita yang orang Yahudi?” Jawab seorang pemuda keheranan.

Betapa kagetnya si pemuda dengan pernyataan Rasulullah. Apa ya Rasululullah tak salah ngomong? Dia adalah orang Yahudi dan tidak mengikuti ajaran Islam. Dia itu kafir. Lantas kenapa harus diberi hadiah?

Pada akhirnya pemuda itu pun memahaminya. Bahwa berbuat baik bukanlah soal pada siapa tapi lebih pada berbuat tindakan baik itu sendiri. Tak peduli ia yahudi atau nasrani, kalau ada orang membutuhkan ya ditolong. Apalagi kalau orang itu masih tetangga sendiri. Si pemuda pernah mendengar sabda Rasulullah bahwa Jibril senantiasa menasehatinya perihal bertetangga.

Islam dan agama-agama lain tentu menganjurkan hal yang sama. Sudah sewajarnya seseorang berhubungan baik dengan orang lain termasuk tetangga. Kalau perlu jadikan tetangga selayaknya keluarga sendiri. Sebab siapa lagi kalau bukan tetangga? Tetangga adalah orang yang pertama kali selalu direpoti.

Mau tak mau kita bergantung pada tetangga. Bukannya apa-apa, hanya saja yang kita benar-benar kenal adalah tetangga. Dan, sedikit banyak tetangga pun juga tahu tentang kita. Mereka mungkin saja mengetahui semua yang bagi kita adalah aib. Mereka barangkali tahu kita sedang susah, butuh bantuan atau tidak.

Alangkah bodohnya jika yang berlaku adalah hubungan yang sebaliknya. Ya kalau si tetangga itu bukan penggosip kalau iya? Pasti repot.

Bertetangga ala Indonesia dan Malaysia

Secara geografis dan kultural Indonesia dan Malaysia adalah tetangga. Bahkan sangat dekat, sampai-sampai orang menyebut Indonesia-Malaysia satu rumpun. Kiranya benar tapi sebagian saja sebagaimana orang jawa serumpun dengan orang suriname. Menurut beberapa cerita bahkan Malaysia adalah bagian dari nusantara, yang mana masuk ke dalam kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit.

Namun gaya bertetangga ala Indonesia dan Malaysia ini agaknya tidak sesuai dengan apa yang disampaikan di atas. Hubungan Indonesia dan Malaysia cenderung naik turun. Kadang adem, kadang panas. Kadang tertutup, kadang terbuka. Mirip dengan saya dan tetangga saya si ‘juragan ayam’.

Sejak era kolonialisasi kiranya Indonesia dan Malaysia telah pegatan. Indonesia dikangkangi Belanda sementara Malaysia oleh Inggris. Barangkali karena metode penjajahan antara Belanda dan Inggris berbeda, semangat, daya juang ataupun pola pikir masyarakat Indonesia dengan Malaysia juga berbeda.

Adapun muncul gengsi tersendiri antara Indonesia dan Malaysia. Indonesia dengan bangga menyatakan kemerdekaannya sendiri. Sementara Malaysia dimerdekakan oleh Inggris. Hubungan Indonesia-Belanda cenderung antipati. Tapi kalau Malaysia-Inggris cenderung baik dan saling menguntungkan. Malaysia ikut dalam persemakmuran dan lambat laun menjadi negara cukup bersaing dengan negeri kaya raya bernama Indonesia.

Hubungan baik antara Malaysia dan Inggris sampai membuat Bung Karno geram. Upaya dibentuknya negera federasi Malaysia yang dimotori Inggris kurang dapat diterima oleh Bung Karno. DIbentuknya negara federasi Malaysia melanggar perjanjian Manila. Selain itu ada yang lebih menyakitkan, tatkala foto Bung Karno dan garuda pancasila diinjak-injak oleh perdana menteri Malaysia.

“Yo ayo… kita ganyang, ganyang Malaysia.Ganyang Malaysia…,” seru Bung Karno dalam pidato sebagai jawaban atas kemurkaannya pada Malaysia.

Kurang lebih 4 tahun hingga akhirnya diputus oleh G30S, konfrontrasi Indonesia-Malaysia tak kunjung usai. Terlibatnya beberapa negara cukup membuat masalah ini semakin runyam. Apalagi dengan keluarnya Indonesia dari PBB selama konfrontasi berlangsung.

Di era orde baru konfrontasi Indonesia-Malaysia bisa dibilang selesai. Hubungan Indonesia-Malaysia mulai membaik kembali. Tapi, ya, bukan Malaysia kalau tak bikin ulah. Malaysia melalui perusahaan swastanya membangun resor pariwisata di pulau yang statusnya quo. Indonesia-Malaysia kembali memanas. Hingga akhirnya Indonesia kalah di mahkamah internasional dan pulau sipadan-ligitan menjadi milik Malaysia. Setelahnya pun hubungan Indonesia-Malaysia tetap naik turun dengan beragam masalah, baik itu masalah perbatasan, pembantu atapun kebudayaan.

Baru-baru ini Indonesia dibuat geram kembali tatkala bendera Indonesia yang berada di buku panduan Sea Games 2017 tercetak terbalik. Imam Nahrowi, menpora RI, langsung ngetwit, “Pembukaan #SEAgame2017 yg bagus tapi tercederai dg keteledoran fatal yg amat menyakitkan. Bendera kita….Merah Putih. Astaghfirullaah…”. Pak Imam tampak begitu kesal dengan kesalahan tersebut.

Pak Jokowi dengan besar hati pun menanggapi perihal masalah tersebut. Tidak seperti Bung Karno yang langsung angkat tangan, Bung Joko lebih sabar menanggapinya. Menurutnya masalah itu tidak usah dibesar-besarkan, tunggu saja permintaan maaf dari pemeritahan Malaysia.

Sabar dan Tahu Diri

Kiranya sikap Pak Jokowi ini adalah sebuah hal yang akan dipandang remeh oleh mereka yang ngetwit dengan hashtag shame on you Malaysia. Rata-rata dari mereka seakan-akan begitu sakit hatinya. Mereka pun berlomba-lomba memposting foto-foto editan, meme dan hack situs-situs Malaysia untuk menyampaikan sakit hatinya.

Adapun saya agak berbeda. Membaca berita tersebut malah saya ingat pelajaran SD dulu. Dalam pelajaran PPKN, salah satu yang selalu diajarkan bu guru adalah perihal makna bendera merah putih. Menurutnya merah artinya berani sedangkan putih berarti suci. Oleh karenanya sikap sebagai warga negara Indonesia adalah pemberani, tapi bukan lantas merasa paling kuat. Ada kesucian yang membersamainya. Ada sisi kerendahhatian dibalik keberanian.

Kalau merah adalah perlambang semangat, keberanian, perjuangan hingga pada saatnya merupakan kemenangan; putih adalah perlambang kesucian, kebaikan, ataupun kesalehan. Oleh karenanya kawan saya bilang bahwa itulah kenapa merah yang di atas dan putih yang di bawah. Menurutnya yang pantas ditonjolkan adalah merah bukan putih. Yang mempersatukan adalah merah sementara putih sebatas sebagai dasarnya.

Kesalahan cetak pada buku panduan Sea Games kiranya menjadi menarik. Bisa jadi itu merupakan sindiran bagi Indonesia. Sebab kalau berdasarkan pengertian dari kawan saya, kiranya yang terjadi sekarang umumnya adalah putih yang di atas dan merah yang di bawah. Maksudnya di Indonesia kiranya yang terjadi adalah bukan semangat untuk mempersatukan tapi adu kebenaran.

Putih yang sebenarnya adalah dasar sekarang ini malah ditonjol-tonjolkan, padahal yang namanya dasar atau pondasi itu berbeda-beda. Sama dengan rumah, pondasi rumah di daerah pesisir pantai pasti beda dengan pondasi rumah di daerah kapur.

Belum lagi setelah putih adalah merah, lantas apa jadinya? Adakah lebih aman dan nyaman?

Tapi apapun itu dalam bertetangga memang haruslah pandai-pandai bersabar. Bukankah bila jodoh, orang akan saling nyinyir dan menghina? Barangkali itulah kemesraan. Dan, kemesraan Indonesia dan Malaysia adalah seperti itu.

Omah Aksara

--

--

wowot hk
sesuapnasi

Hello, I am a programmer. Let's collaborate.