Bukan Maladewa, Tapi Maratua

Alfons
Side A
Published in
4 min readJan 14, 2018

Jika tidak salah ingat, sekitar tiga tahun lalu saya masih bermimpi ingin ke Maladewa. Gugusan pulau di dekat India itu begitu menggoda dengan pasir putih dan resort pinggir pantainya. Namun, setelah menempuh cukup banyak perjalanan dan kelana di dunia maya, saya sadar ternyata Indonesia menyimpan banyak surga tersembunyi yang belum ramai dikenal orang. Salah satunya adalah Pulau Maratua di dekat Pulau Derawan, Kalimantan Timur. Sedikit menampar saya juga bahwa rekan kerja yang banyak WNA malah sudah pernah ke sana. Walaupun tujuan saya jalan-jalan juga bukan untuk sekedar “saya sudah pernah ke sana!”; tetap saja saya penasaran ingin ke sana.

Di bulan September ini kesempatan tersebut datang. Ini juga kesempatan pertama berlibur dengan uang yang sudah direncanakan, asyik juga rupanya. :) Saya menginap di sebuah resort di Pulau Maratua, walau dengan sad fact resort ini dimiliki oleh orang Malaysia. Seharusnya ini menampar kita juga, keindahan negeri kita lebih banyak dikenal orang lain dibanding kita sendiri.

Saya begitu takjub ketika kapal yang saya tumpangi mendekati resort ini. Perairan bening turqoise yang saya lihat di internet benar-benar nyata. Sore itu pun saya langsung berenang di sekitar resort sambil membiasakan diri dengan alat snorkel.

Kesempatan saya menikmati Maratua saat itu adalah di waktu pagi,kemudian sore hingga malam. Siang harinya saya mengikuti tur ke pulau-pulau lain yang tak kalah yahud dengan Maratua. Di pagi hari saya sangat suka duduk di pinggir teras resort memandangi pantai di sekitar. Di pagi pertama saya, ada dua ekor penyu yang melintas. Sungguh berbeda rasanya melihat fauna berada di habitat aslinya secara langsung. Saya yakin tak akan ada kebun binatang atau acara televisi yang bisa menandingi perasaan melihat langsung itu. Esok paginya saya sempatkan snorkeling di sekitar resort sehabis berkelana ke sisi lain pulau untuk menikmati momen matahari terbit. Sayang sekali perairan sekitar resort yang bening itu sepertinya banyak dihuni plankton mini yang menjadi makanan ikan. Saya snorkeling sambil sedikit menahan gatal akibat gigitan plankton itu. Tapi bening turqoise Maratua benar-benar memanjakan mata dan membuat saya bertahan menikmatinya. Di dasar pantai yang sekitar tiga meter pagi itu saya mengintip beberapa lionfish yang sembunyi, ada juga beberapa ikan yang bermain-main di sekitar saya. Saya juga sempat melihat ikan pari kecil berusaha bersembunyi di putihnya pasir. Beberapa saat setelah sang pari melintas saya menyelesaikan sesi snorkel pagi itu. Tepat setelah saya naik, seekor penyu lewat di dekat tempat saya snorkel sebelumnya. Nampaknya sang penyu tahu kalau “rute harian”nya tidak boleh diganggu.

Menikmati sunrise di pinggir pantai dekat resort ini juga menyenangkan. Perairan yang tenang dan dangkal serta pasir putih membuat saya betah tiduran di situ. Sayang sekali masih cukup banyak sampah di sekitar pantai. Setelah saya puas melihat matahari terbenam, segenggam sampah plastik berhasil saya kumpulkan. Tamparan bagi kita yang susah sekali merawat alam sendiri. Seorang pegawai resort bercerita kepada saya bahwa bule-bule yang sering ke sana rata-rata sangat hati-hati saat makan dan merokok di sekitar pantai agar tidak merusak keindahan Maratua, dibanding turis-turis lokal yang seringkali lupa diri.

Kesempatan menikmati Maratua kemarin juga memberi saya waktu untuk menikmati malam yang sepi, jauh dari suara kendaraan bermotor, keramaian kota, dan riuh notifikasi telepon selular. Menyenangkan rasanya bisa sejenak tiduran memandangi langit dan menyadari betapa kecilnya kita. :) Menyadari bahwa Indonesia itu indah, semestinya kita tidak banyak mengeluh tapi banyak mengerjakan sesuatu. Mungkin yang saya lakukan ini adalah rasa gatal saya melihat cukup banyak orang lebih memilih mengunjungi gemerlapnya Singapura dan Malaysia. Memang tiket ke sana lebih murah, dan saya juga sadar bahwa berjalan-jalan itu sangat personal. Tapi saya lebih suka perasaan saat kita berkunjung ke bagian rumah sendiri yang tak kita sadari lebih indah dari apa yang ada di luar sana. Mungkin karena itu juga saya semakin mengecilkan niat untuk mengunjungi landmarks terkenal di luar negeri. Ah, memang sekali lagi, berjalan-jalan itu personal.

Semoga saja Maratua tetap terjaga keindahannya dan bisa lebih diperhatikan pemerintah setempat tanpa harus dijadikan Bali ke dua. Saya juga mendengar cerita dari warga di Maratua bahwa sedang disiapkan bandara di pulau ini. Bandara tersebut direncanakan selesai 2017. Bandara ini diharapkan bisa menghubungkan Maratua — Tarakan dan Kalimantan Timur dengan lebih baik. Saya pribadi lebih mengharapkan pemerintah menyediakan public boat dengan jadwal tertentu sehingga tarif transportasi ke Maratua bisa lebih murah.

Atau mungkin memang perlu sedikit perjuangan dalam menggapai surga. :)

--

--