Mengenal jenis-jenis perundungan (bullying) di dunia pendidikan

Sikula.id
Sikula.id
Published in
3 min readMay 18, 2020

Oleh Muhammad Haekal*

Ilustrasi oleh Chinh Le Duc | (Unsplash)

Perundungan atau perisakan (bullying) adalah tindakan menyakiti atau membahayakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan kuasa lebih (secara berulang-ulang dan sengaja) terhadap seseorang atau sekelompok orang lain yang tidak berdaya melawan.

Dengan merujuk kepada definisi tersebut, kejadian-kejadian yang hanya berlangsung sekali, termasuk perkelahian, intimidasi, ejek-mengejek, dsb, tidak termasuk dalam perundungan, kecuali hal tersebut berubah menjadi kejadian berulang, disengaja oleh pelaku, dan korban berada dalam posisi yang lebih lemah atau dirugikan.

Hal ini kemudian membedakan perundungan dengan candaan. Candaan walau kerap berpotensi berlangsung dalam durasi yang lama, ia seringkali melibatkan dua pihak yang memiliki kuasa relatif setara, akrab, dan mereka cenderung menikmati kegiatan tersebut.

Individu-individu yang paling rentan menjadi korban perundungan adalah mereka yang berasal dari keluarga miskin, minoritas (etnis, bahasa, budaya, agama, dan gender), atau individu yang masuk kategori berkebutuhan khusus. Selain itu, kondisi fisik (dianggap gemuk, lemah, jelek, feminin [laki-laki], maskulin [perempuan], dst), dan kondisi akademik (dianggap bodoh, pintar, populer, dsb) juga tak jarang menjadi topik bagi pelaku untuk merisak korban. Singkatnya, pelaku perundungan cenderung menyasar identitas berbeda yang dimiliki oleh korban.

Sementara itu, penyebab pelaku melakukan perundungan antara lain: pertama, dia mengalami masalah dalam hubungan, misalnya kurang mendapatkan perhatian dan kebahagiaan di rumah, menjadi korban konflik rumah tangga, atau dia sendiri pernah menjadi korban perisakan; kedua, pelaku terpapar prasangka terhadap suatu golongan, misalnya rasisme, dari keluarga atau lingkungannya; ketiga, pelaku melakukan perisakan sebagai syarat untuk masuk atau bergaul dengan suatu kelompok.

Selanjutnya, terkait tempat, perundungan bisa terjadi di mana pun, mulai dari dunia nyata, seperti sekolah, rumah, dst, dan juga dunia maya, seperti media sosial, email, pesan teks, dst. Jenis perundungan pun dapat bermacam-macam, dan umumnya terbagi kepada tiga tipe:

A. Fisik

Aksi yang termasuk perundungan fisik antara lain: memukul, menyepak, menyandung, memiting, mendorong, menggigit, menyentuh (tanpa persetujuan), meludah, dan merusak atau mencuri barang milik korban.

B. Verbal

Aksi yang termasuk perundungan verbal antara lain: mengejek nama, menghina, menggoda, mengintimidasi, berkomentar menyakitkan terkait etnis, agama, gender, atau kondisi fisik korban.

C. Sosial

Aksi yang termasuk perundungan sosial (kadang juga disebut sebagai “perundungan tersembunyi”) antara lain: berbohong dan menyebarkan rumor tentang korban, mengucilkan korban, menghancurkan reputasi atau mempermalukan korban, menyebarkan informasi korban (foto, rahasia, dsb) dengan tujuan mempermalukan, dst.

Selain tiga tipe di atas, ada sebagian peneliti yang memasukkan penindasan siber (cyber) dan seksual ke dalam kategori perundungan, khususnya apabila tindakan tersebut terjadi secara berulang-ulang.

Sumber: Pusat Psikologi Terapan Metamorfosa

Di Indonesia sendiri, perundungan memiliki bentuk yang beraneka ragam. Sebuah penelitian menemukan, perundungan terjadi di asrama dalam bentuk intimidasi, pemalakan, pemukulan, penghinaan dengan ucapan kotor, pelecehan, bahkan turut tercatat kasus pemaksaan untuk menenggak minuman keras, penelanjangan dan pemaksaan mandi di tengah malam. Di sebuah SD, perundungan terjadi dalam bentuk: mencaci-maki dengan bahasa kasar, mengancam, merampas uang, mengucilkan, menyebarkan gosip, mengerjai seseorang dengan tujuan mempermalukan, dan melukai fisik korban. Sementara itu, di sebuah sekolah inklusif, perundungan pada anak berkebutuhan khusus terjadi dalam bentuk ejekan, godaan, pengucilan, dan intimidasi.

Beberapa tanda-tanda seseorang sedang mengalami perundungan, antara lain:

A. Tanda Emosi dan Perilaku

Berubahnya pola tidur dan pola makan; merasa sakit di pagi hari; menarik diri dari aktivitas; menjadi gagap; menjadi agresif; menolak bicara tentang apa yang terjadi; mulai merisak (mem-bully) saudara kandung; sering kehabisan uang secara tidak wajar atau sering mencuri.

B. Tanda Fisik

Memiliki memar, lebam, dan luka yang tidak wajar atau tidak terjelaskan; pulang dengan pakaian robek atau barang rusak; pulang dengan kondisi lapar.

C. Tanda Sekolah

Tidak ingin pergi sekolah; mengganti rute pergi ke sekolah atau terlihat takut berjalan ke sekolah; menolak naik angkutan umum yang wajar ditumpangi anak sekolah; penurunan prestasi; sulit berbicara di depan kelas dan terlihat tidak nyaman dan ketakutan berlebihan; mengasingkan diri dari pertemanan.

Apabila orang tua, guru, siswa, dan pihak-pihak lain menemukan ciri-ciri tersebut pada anak, sangat disarankan untuk mencari tahu/ konfirmasi, dan saling bekerja sama dalam melakukan penanganan yang bijak dan tepat untuk menyelesaikan persoalan []

* Muhammad Haekal adalah seorang pengajar lepas yang berdomisili di Aceh, Indonesia. Ia dapat dihubungi melalui email mhdhaekal@gmail.comatau mhd.haekal@protonmail.com.

--

--