Langit yang Benar-Benar Jingga
Aku melihat langit yang benar-benar jingga
Gurat awan tipis-tipis di atasnya
Sekilas tak nyata, meskipun jelas ada
Abu terpecah belah oleh terang
dan senja mengalir, melarutkan sisa siang
Aku tidak sama lagi
Bisikkan kepada entah siapa
Lagi-lagi menyendiri
Lagi-lagi merasa teruji
Hanya bisa bilang tak apa, aku bisa
Kalau ada gelas mungkin sudah kupecahkan
Kalau ada kue tart besar pasti sudah kumakan
Gelengan lagi, penolakan lainnya
Semuanya bilang tidak, tidak, tidak
A k u s a m p a i m u a k d i b u a t n y a
Aku bukan untuk siapa-siapa
Itu yang kusimpulkan saat
aku melihat langit yang benar-benar jingga
Yang berbisik halus dan membelai lewat
setiap angin yang bertiup
“Tak apa, nanti akan ada saatnya.”
Ingin sekali aku bertanya kapan
Namun terlalu takut dibilang menyebalkan
Jadi aku hanya diam sambil terus menatap
langit yang benar-benar jingga pada suatu
sore yang masih menyelipkan celah tengah hari
di antara kemelutnya
Beri aku kekuatan untuk menunggu lebih lama,
Berbisik aku akhirnya, kali ini tidak kepada
entah siapa tetapi kepada-Nya
Aku butuh cahaya yang tidak seperti langit
yang warnanya jingga
Aku butuh cahaya yang tidak beranjak pergi
Aku masih membutuhkannya
Namun lagi-lagi aku tertegun,
tersentak,
terantuk
Jika memang ia yang kubutuh
Tak akan darinya aku Kau rengkuh
Faresha Nadia Amanda