10 faktor yang membuat startup tidak bisa scale up

Angga AE
SkyshiDigital
Published in
4 min readMar 1, 2017

Euforia “startup”, ya sebuah istilah baru yang semakin tidak asing di telinga, startup menjadi topik yang membuat banyak orang antusias untuk ramai-ramai membicarakannya. Bagaimana tidak, berawal dari sebuah ide sederhana, kemudian mampu membuai penggiatnya dengan seabreg profit dan popularitas dari produk yang mereka rencanakan untuk dikembangkan.

Wajar saja karena memang banyak media yang gemar mengabarkan bagaimana sebuah startup berjaya. Tapi terkadang kita lupa bagaimana mereka “berdarah-darah” membangun produknya, bagaimana mereka benar-benar mempersiapkan secara matang baik dari konsep maupun model bisnis itu sendiri.

Setelah terjun langsung ternyata banyak yang kemudian baru tersadar banyak “celah” terlupa yang membuat startup-startup ini gagal bertahan meskipun sudah mendapat suntikan dana besar dari venture capital.

Berikut 10 faktor kegagalan startup yang harus kamu tahu

1. Produk belum sesuai dengan keinginan user

https://media.licdn.com/mpr/mpr/p/8/005/0a1/2e9/34260fe.jpg

Asumsi vs validasi, inilah salah satu alasan banyak startup gulung tikar. Kebanyakan dari mereka bergerak berdasarkan asumsi para founder. Bagaimanapun juga kita bukanlah user, sehingga step by step dalam inkubasi produk startup ini mesti di validasi apakah benar fitur-fitur yang kita tawarkan benar-benar mengatasi permasalahan pengguna? Ide yang brilian belum tentu berguna bagi user lain. Walupun ide yang diterapkan menggunakan teknologi yang seolah-olah kekinian namun kurangnya riset user mengakibatkan produk yang diciptakan tidak sesuai dengan kebutuhan user.

2. Menghambur-hamburkan uang untuk promosi murah

http://il5.picdn.net/shutterstock/videos/186706/thumb/1.jpg?i10c=img.resize(height:160)

Investasi melimpah dari venture capital juga dapat menjadi boomerang bagi startup. “Burn Money” untuk mempromosikan produknya namun tidak memiliki strategi promosi yang matang. Secara tidak disadari orang mengira jika semakin besar biaya promosi maka semakin besar pula effort yang akan didapat. Presepsi tersebut perlu dirubah karena bukan biaya promosi yang yang besar yang membuat effort besar namun promosi yang effisien tanpa mengeluarkan biaya yang besar bisa membuat effort yang bagus untuk startup tersebut terutama jika ingin mengenalkan produk. Salah satu contoh kasus adalah ketika memiliki prodak yang bertipe B to B kadang akan tidak effisien bila mempromosikannya melalui video tv komersil yang harganya sangat mahal. Tipe bisnis B to B akan sangat effisien bila mana startup menggunakan pendekatan langsung kepada target audience melalui workshop yang berhubungan dengan aplikasi yang ingin ditawarkan.

3. Kualiatas Prodak yang tidak terkontrol

Disaat prodak yang dijalankan sudah memiliki user cukup banyak dan memiliki nilai jual yang tinggi namun kadang startup terlena terhadap titik aman tersebut. Walau pun prodak sudah matang namun tetap harus dilakukan riset yang lebih jauh. Kreana seiring dengan perkembangan jaman kebutuhan user akan semakin bervariasi, dengan demikian aplikasi yang dibuat harusnya menyesuaikan kebutuhan user.

4. Founder atau Salah Satu Founder Keluar

Membangun startup adalah sebuah perjalanan panjang. Ketika gairah untuk membesarkan startup sudah mulai surut ditambah salah satu founder menyerah untuk melanjutkan perjalanan disitu keyakinan founder diuji.

5. Tidak mampu menemukan model bisnis yang cocok dan kurangnya riset

Persaingan bisnis yang ketat menuntut startup harus kreatif dalam menciptakan produk yang menjadi solusi masyarakat. Menemukan model bisnis yang tepat juga menjadi tugas yang kadang diabaikan, padahal ini penting untuk tetap mendapatkan dana dari produk yang dihasilkan. Terjun langsung di bisnis nyata ternyata tidak lebih mudah dibanding membangun ide membuat sebuah solusi startup. Banyak startup yang gagal karena pada level ini banyak kendala-kendala diluar yang mereka bayangkan sebelumnya. Selain tidak berbekal pengalaman juga dengan mudah tenggelam oleh kompetitor yang memang “bermain” di bidangnya.

6. Kesalahan dalam menerima investasi (*bukan venture capital)

Mendapatkan dana investasi menjadi banyak impian startup. Jangan sampai terjebak pada klausul-klausul investor karena jumlah investasinya, beberapa startup bahkan mau menerima investasi dalam bentuk hutang yang malah merugikan perkembangan startup nantinya.

7. Ketidak pahaman pengelolaan perusahaan dan hanya fokus ke prodak.

Ketika startup menerima dana investasi, itu artinya kepemilikan sudah dibagi. Setiap keputusan yang dibuat perlu melewati persetujuan dari investor. Menjadi bencana ketika investor terlalu banyak campur tangan tetapi tidak memiliki kompetensi yang cukup pada bisnis yang dijalankan startup.

8. Terlalu fokus pada perkembangan jumlah pengguna, mengabaikan model bisnis jangka panjang

Memiliki model bisnis jangka panjang membuat startup bisa tetap berjalan sesuai jalur untuk terus mengembangkan bisnisnya. Tak memiliki rencana jangka panjang membuat startup kehilangan arah, bisa jadi mereka hanya bekerja mengumpulkan pengguna tanpa tahu kedepannya akan dikembangkan seperti apa. Sepertihanya saat iphone pertamakali rilis, Steve job tidak hanya mempresentasikan produk iphone saja namun juga membocorkan sedikit bagaimana iphone selanjutnya akan berkembang sehingga pengguna memiliki harapan yang besar jika produk iphone akan semakin baik lagi dikarenakan teknologi mendatangnya sudah dalam tahap pengembangan.

9. Pasar belum terbentuk dan sulit dalam pendanaan

Ketika startup memiliki tingkat ke-PD an yang kelewat tinggi terhadap produk yang dibangun ternyata setelah launching, pasar belum terbentuk dan tidak ada yang menggunakan produk mereka. Pendanaan dari investor untuk operasional produk pun sulit didapat karena valuasi market yang rendah

10. Mengabaikan kompetisi pasar dan diverensiasi produk

Setelah mendapatkan suntikan dana investor biasanya startup akan fokus untuk mencari pelanggan sebanyak-banyaknya agar target bisa terpenuhi secara cepat. Sering kali saat startup mendapatkan job yang menjanjikan namun tidak memiliki anggota yang cukup dan kemampuan anggota belum mencukupi kadang memaksakan project itu dikerjakan. Project yang dipaksakan akan mengakibatkan rusaknya management yang sebelumnya sudah tertata rapi. Semisal yang dulu hanya mengerjakan Back end karena ada project IOS maka dia harus belajar IOS terlebih dahulu, sehingga saat project berlangsung waktu terbuang saat sedang belajar hal baru tersebut.

Jika anda memiliki problem tersebut anda bisa menghubungi outsource company yang dapat membantu pengerjaan project tersebut, salah satunya adalah Skyshi Digital Indonesia.

--

--